Bapa Guru Esok Malam Katong (kita) Belajar Lagi Ya!

Febri Yudha Utama 2 Februari 2015

Guyuran hujan disertai angin kencang semakin membuat desa ini lengang dari aktifitas warganya. Malam ini semua warga nampaknya memilih segera berselimut dan merebahkan badan. Tak terkecuali aku, setelah seharian mengajar didua kelas, ditambah memberi les sore untuk persiapan ujian kelas VI, hingga membantu gereja melakukan persiapan administrasi dalam sidang jemaat (salah satu kegiatan terbesar yang akan dihelat desa ini). Gelap, dingin, dan lelah. Kalau bukan karena anak-anak mungkin inilah saatnya kukatakan Lengkaplah hari ini untuk segera tidur.

Jam terus berdetak, jarum pendek hampir menunjukkan angka delapan. Malam ini harusnya anak-anak kelas V sejak pukul tujuh sudah berkumpul rapi untuk belajar malam dirumah keluarga piaraku. Sudah hampir satu minggu ini memang badai periode angin barat terjadi hampir di keseluruhan gugusan kepulauan Tanimbar, termasuk  didesaku.  Akibatnya anak-anak banyak yang berhalangan hadir ataupun telat saat mengikuti berbagai macam kegiatan, termasuk malam ini. Meskipun telat biasanya mereka tidak sampai setelat ini untuk hadir dalam salah satu kegiatan yang selalu mereka tunggu-tunggu. Belajar malam bersama. Sudahlah ucapku, sambil menunggu cuaca membaik, ada baiknya kegiatan belajar malam ku hentikan dulu, biar waktu belajarnya kualihkan sore hari bergantian dengan kelas VI yang juga sibuk persiapan ujian akhir.

Tak lama kemudian, ternyata ada suara langkah kaki mendekat. “Selamat malam bapa guru” . terdengar suara seorang anak perempuan dari luar rumah. Kuambil damar  (lampu pelita yang terbuat dari bekas minuman kaleng yang diberi sumbu) untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang. Ternyata benar, dua orang muridku yang terlihat sedikit basah dibagian pundaknya akibat guyuran hujan datang. Aci dan Ende. Tanpa berlama-lama kupersilahkan mereka masuk kedalam. “malam ini katong belajar didalam e barang hujan deras bagini”,kataku sambil mengajak mereka masuk.  “bapa maaf terlambat, tadi beta ada bantu mama pi jaga adik dolo,  hujan deras bagini jadi adik menangis sengbisa dapa tinggal sendiri na mama ada biking katong makan malam, ee Ende su datang kamuka tapi ada tunggu beta jadi katong dua terlambat”.  Kudengarkan dengan baik Aci salah seorang muridku menyampaikan alasan keterlambatannya dengan nada khas suara anak maluku, meskipun sebenarnya akupun tidak mempermasalahkan hal tersebut karena memang cuaca sedang kurang bersahabat. “Ya seng apa yang penting kamong su datang to” jawabku sambil mengambil papan kecil yang biasa kami gunakan untuk belajar. Selang beberapa menit kemudian 5 muridku yang lain ikut datang.

Memang tidak seramai malam-malam sebelumnya, malam ini kami hanya berdelapan. Anak-anak yang sedang sibuk mengerjakan soal latihan dipapan tulis kecil yang kubuat semakin menambah hening suasana malam itu. Tiba-tiba disela mengerjakan soal, seorang muridku, namanya Yohanis Basaur memecah suasana “hahaha”  ia tertawa keras ” Leta, ose pung hidung hitam he, jangan dekat dekat deng damar bole hahaha” sejenak suasana jadi ramai, semua anak memperhatikan hidung leta yang menghitam terkena asap dari pelita yang kunyalakan tadi menjelang malam. Karena kutahu anak-anak mulai berdatangan supaya lebih terang dan mempermudah mereka melihat, memang dengan sengaja sumbu pelita itu kutarik lebih panjang agar apinya besar. Tak kusangku hal tersebut ikut menjadi bumbu bahagia malam ini.  Ya begitulah, terkadang hal seperti ini yang terus membuatku merasa semakin dekat dengan mereka, celetukan yang khas dari seorang anak.

Tak terasa waktu sudah semakin malam, sebelum kupulangkan aku ingin menyampaikan apa yang tadi menjadi rencanaku tentang merubah jadwal belajar bersama dimalam hari menjadi sore hari. Belum sempat ku sampaikan kalimat penutup belajar malam ini dan rencanaku tadi, Ani seorang muridku yang perkembangannya dikelas lima ini cukup pesat tiba-tiba berkata “bapa guru esok malam katong belajar lagi ya!”  kemudian beberapa muridku yang lain menimpali dengaan kalimat-kalimat persetujuan terhadap pernyataan sekaligus permintaan Ani. “iya pa, esok beta bawa damar satu dari rumah sudah biar seng terlalu gelap lai”. “iya pa, biar leta pung hidup seng hitam lai, hahaha”.   Kekhawatiranku tentang kondisi mereka jika terus datang malam dimusim yang seperti ini lantas menjadi pudar, mungkin benar aku terlalu khawatir terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak perlu, karena hal-hal seperti ini memang sudah biasa mereka lalui bertahun-tahun. Seketika ku usap kepala mereka satu persatu sambil mengantarkan mereka pulang malam ini. Dalam usapan itu aku berdoa untuk segala semangat yang mereka punya semoga Tuhan membayarnya dengan pantas, sehingga mereka bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dikedepannya. “Ya nak,katong akan belajar terus setiap malam, jaga kesehatan, semangat yang kamong punya sama jang lupa terus belajar dirumah”. Ah malam itu, begitu romantis untuk selalu dikenang.


Cerita Lainnya

Lihat Semua