PERPUSTAKAAN MINI

Fatia Qanitat 21 April 2011
03 April 2011 Sejak kedatangan Kuark satu bulan yang lalu, akhirnya saya resmi membuka sebuah perpustakaan mini di kelas tiga. Oya, perlukah saya memberitahukan sebelumnya bahwa saat ini saya sebagai PM bertugas sebagai pengajar di kelas tiga yang mengajar pelajaran IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia? Yang belum tahu, seharusnya sekarang sudah tahu. Kembali ke topik semula. Setelah kuark datang, anak-anak  begitu menyambut riang keberadaan anggota baru di kelas mereka. Terima kasih kuark..... Sebetulnya sejak awal, para PM sudah dibekali dengan segepok buku kuark sebagai bagian dari perlengkapan bahan ajar. Saya kegirangan saat mengetahui buku-buku cerdas ini bisa saya bawa ke daerah. Sayangnya, saya belum berani menjadikan buku itu sebagai bagian dari inventaris sekolah, karena jujur saja, saya juga sangat membutuhkannya. Kuark menjadi hal yang penting sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan saya lainnya yang tidak hanya berkaitan dengan mengajar saat di sekolah. Misalnya, les sore dan pelatihan olimpiade. Tapi, alhamdulillah, dengan ditambahkanya koleksi buku ini bersama dengan kedatangan Bu Wei, Mba Nia, dan Pa Eko bulan lalu, akhirnya buku-buku cerdas ini dapat juga saya bawa ke sekolah, sehingga anak-anak dapat bebas membaca dan meminjamnya. Perpustakaan sekolah saya bisa dibilang antara ada dan tiada. Secara fisik memang ada, tapi sayangnya tidak berfungsi. Dan dengan keterbatasan kemampuan saya, sampai sekarang saya masih belum mampu merapikan dan mengaktifkan perpustakaan tersebut. Jujur saja, untuk tugas yang satu ini,  saya merasa sedikit kewalahan. Walaupun begitu, saya mencoba mencari jalan keluar lainnya. Kewajiban saya sebagai guru kelas tiga, memberikan saya wewenang yang cukup besar untuk turut “meracuni” anak-anak tersebut. Sesuai dengan usulan yang diberikan oleh Bu Wei saat pelatihan, jadilah saya saat ini membuka dengan resmi keberadaan perpustakaan mini di dalam kelas. Dengan koleksi buku-buku sekolah yang sudah ada, ditambah dengan buku-buku Kuark, tampaknya “racun” yang saya sebar sudah cukup terlihat hasilnya. Kami mempunyai jadwal membaca wajib setiap hari rabu. Selama 10 menit, anak-anak tidak boleh ada yang berbicara atau melakukan kegiatan lain, karena saya minta mereka untuk membaca. Buku yang ingin mereka baca boleh buku apa saja, dan tentu sebagai buku penuh warna dan penuh gambar, kuark menjadi pilihan utama bagi mereka. Selain jam wajib membaca, saya selalu menganjurkan kepada anak-anak yang sudah selesai mengerjakan tugas lebih awal, untuk memanfaatkan waktu mereka dengan membaca. “Ikmal, Sabar, ambil buku di dalam lemari! Kalian boleh membaca,” itulah yang biasa saya ucapkan kepada anak-anak. Dan betapa senangnya hati saya saat mendengar anak-anak yang datang ke meja saya sambil berkata,”Ibu, saya boleh ambil buku? Boleh baca Bu?” “Boleh nak, tentu boleh!” ucap saya dengan semangat. Untuk menambah semangat membaca, saya menjadikan ini sebagai kompetisi. Setiap akhir pekan, saya selalu mengumumkan nama-nama yang saya anggap paling ...... dan salah satu hal yang mengisi titik-titik tersebut adalah anak yang paling rajin membaca. Luar biasa setiap pagi, sebelum bel berbunyi, saya melihat  mereka sudah mulai membaca. Bahkan satu minggu terakhir ini, saya terkaget-kaget melihat beberapa di antara mereka yang menghabiskan waktu istirahat dengan buku di tangan mereka. “Semoga racun itu benar-benar bekerja,” harap saya. Dan “racun” yang sudah masuk ke dalam tubuh anak-anak ini bisa menjadi “virus” dan menyebar kepada siswa-siswa lain nantinya. Semoga.

Cerita Lainnya

Lihat Semua