OLIMPIADE SAINS DAN MATEMATIKA
Fatia Qanitat 1 Februari 2011
20/01/2011, Kamis
Olimpiadenya baru usai kemarin. Sedih rasanya karena anak-anak dari SD saya tidak adak yang lolos selesksi olimpiade tahap gugus (satu gugus ada lima sekolah). Pelajaran intensif dan pelatihan yang saya berikan kepada mereka selama dua hari tampaknya benar-benar sulit membuat mereka mampu mengerjakan soal yang berbeda dari biasanya.
Saya diberi tanggung jawab untuk menangani kegiatan olimpiade mewakili SD 25 Bantan Air, yang diselenggarakan di gugus empat ini. Sebenarnya, kegiatan ini sudah terlambat dilaksanakan, karena gugus satu sudah melakukan seleksi sejak satu minggu sebelumnya. Terkait keterlambatan ini, ketua gugus empat, Pa Ahmad Jumari meminta maaf karena minggu kemarin ia disibukkan mengurus laporan pertanggungjawaban kegiatan kelompok guru yang harus segera diserakhan kepada Dinas Pendidikan.
Karena terikat oleh waktu, pembuatan soal dalam gugus pun tidak dilaksanakan. Kami menyepakati untuk menggunakan soal yang dipergunakan oleh gugus satu sebelumnya. Cukup satu kali pertemuan pada hari Sabtu, kami segera membentuk tim pelaksana dalam proses seleksi olimpiade yang akan diselenggarakan empat hari berikutnya, yaitu pada hari Rabu, 19 Januari 2011. Saya bersama Ibu Asma, bertanggung jawab sebagai tim pemeriksa pelajaran Matematika.
Kesibukan di tingkat gugus, tidak mengalihkan tugas saya untuk bertanggung jawab terhadap selesksi olimpiade di tingkat sekolah. Hari minggu, saya langsung mengumpulkan anak-anak yang dianggap mampu mengikuti olimpiade untuk di tes. Masing-masing pelajaran hanya diwakili oleh dua orang. Sehingga, perlu dilakukan seleksi tingkat sekolah untuk melihat kemampuan mereka masing-masing, khususnya dalam pelajaran sains dan matematika. Untuk pelajaran sains sendiri, saya dibantu oleh guru IPA, ibu Khalifah, untuk memilih anak yang akan mewakili.
Terpilihlah empat orang. Semuanya perempuan. Semuanya siswi kelas lima. Dan semuanya adalah murid les tambahan yang biasa belajar setiap petang bersama saya. Nanda (juara satu) dan Eka (juara dua) mewakili olimpiade matematika, semetara Yesi (juara lima) dan Nurin (juara tiga) mewakili olimpiade sains. Langsunglah dijadwalkan bagi mereka berempat untuk belajar secara intensif pada hari senin dan selasa. Matematika bersama saya, dan sains bersama dengan Bu Khalifah.
Jujur, saya tidak bisa melakukan banyak untuk memberi perbekalan agar mereka siap menghadapi olimpiade esok. Latihan perkalian menjadi menu utama. Walaupun secara peringkat kelas, mereka berdua (nanda dan eka) menempati peringkat teratas, tapi kemampuan matematika mereka masih sulit untuk memenuhi standar olimpiade. Untuk perkalian saja mereka masih sangat kesulitan, apalagi saya minta untuk menyelesaikan soal-soal yang melibatkan pemahaman dan analisis. Saya pribadi tidak menuntut banyak. Saya harap, ini bisa menjadi bagian dari pengalaman mereka.
Saya berpesan, “Kerjakan soal dengan teliti. Kerjakan lebih dulu soal yang kalian anggap mudah. Kerjakan semua soal. Seandainya kalian tidak tau, isi saja sesuka kalian. Kerjakan dengan tenang, dan jangan lupa untuk berdoa. Ibu yakin, kalian pasti bisa,” ucap saya.
“Kalau kami tidak bisa bagaimana bu?” tanya Nanda.
“Tidak apa-apa. Tapi ibu yakin, kalian pasti bisa,” terang saya sambil mengepalkan tangan memberi semangat kepada mereka.
Olimpiade ini diikuti oleh lima sekolah, pertama SD saya yaitu SDN 25 Bantan Air, SDN 9 Bantan Air (SD inti di gugus empat), SD 27 Teluk Ondan, SDN 14 Papal, dan MIS Papal. Setiap SD mengirimkan dua orang perwakilan untuk masing-masing olimpiade, kecuali MIS Papal yang hanya mengirimkan satu orang.
Mendapatkan waktu dua jam untuk menyelesaikan 40 soal bagi beberapa anak dianggap terlalu panjang. Nanda sendiri sudah menyelesaikan soal dalam waktu satu jam saja bersama dengan dua siswa lain dari sekolah yang berbeda. Sementara satu jam sisanya tidak terlalu dimanfaatkan dengan baik untuk memeriksa jawaban mereka. Saya curiga. Kecepatan ini disebabakan karena soalnya mereka anggap mudah, atau malah karena terlalu susah. Dan kecurigaan saya terjawab saat saya mulai memeriksa lembar jawaban mereka.
Selesai mengerjakan soal, saya datang menghampiri Nanda dan Eka. “Bagaimana tadi? Bisa? Ada yang sulit?” tanya saya.
“Haduh bu banyak yang tidak bisa. Yang yakin paling tiga soal,” ucap Eka.
“Dua soal terakhir senang betul bu,” tambah Nanda.
“Nanda cepat betul selesainya. Bisa kerjakan tidak?” tanya saya.
“Bisa sedikit lah bu, tapi banyak yang ga bisa juga, hehehe....” jawabnya sambil nyengir.
“Susah ya? Tidak apa-apa. Lain kali pasti bisa. Sekarang istirahat, makan, langsung pulang ke rumah,” jelas saya sambil meninggalkan mereka dan kembali masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa jawaban.
Soal-soal olimpiade ini mudah bagi saya, sayangnya tidak begitu bagi kebanyakan anak-anak yang mengikutinya. Hanya ada satu anak yang mendapatkan nilai cukup baik untuk olimpiade matematika ini. Sementara untuk olimpiade sains, nilai-nilai mereka cukup bersaing ketat. Nilai tertinggi untuk matematika adalah 62, sementara sains adalah 74.
Nilai 62 ini tergolong sudah sangat bagus, karena meninggalkan jauh nilai-nilai lainnya. Orang kedua yang lulus seleksi tingkat gugus saja hanya bernilai 37. Lalu bagaimana nilai-nilai anak-anak lain? Nilai rata-rata mereka berkisar dari 15-26, sangat kecil. Sedangkan untuk pelajaran sains, nilai-nilai mereka sedikit lebih baik, walaupun tidak bisa dikatakan sangat baik.
Saya sedih membayangkan kondisi yang ada. Anak-anak yang mewakili perlombaan olimpiade ini bisa digolongkan sebagai anak-anak yang mendapatkan peringkat terbaik di sekolah mereka masing-masing, sementara nilai yang mereka peroleh tergolong sangat rendah. Saya langsung terpikir mengenai kondisi anak-anak lainnya. Ya Allahh....semoga tidak seperti apa yang saya bayangkan.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda