info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Anak-anak Saya yang Istimewa, “Hakim dan Tika"

Fatia Qanitat 28 Desember 2010

17/12/2010, Jumat Dua anak ini istimewa. Senyum hampir tidak pernah lepas dari wajah mereka. Mereka aktif, suka berinteraksi dengan kawan sebayanya. Tapi ada satu hal yang jelas terlihat berbeda dari mereka berdua.

Saya tidak tahu istilahnya apa, tapi mereka mempunyai kemampuan daya tangkap di bawah rata-rata. Walaupun begitu, mereka sangat bersemangat kalau saya ajak untuk belajar. Hakim, saya mengenal anak ini lebih dulu. Guru-guru banyak membicarakan tentan g dirinya di dalam kantor. Mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk memberi pengajaran padanya. Guru tampak menyerah.

Saya mulai penasaran dan mencari tahu tentang keberadaan anak ini. Sama seperti anak-anak lainnya yang sangat suka bermain, Hakim saya kenal sebagai anak yang aktif, tidak bisa tenang kalau saya minta ia untuk tenang. Dengan usia yang ia mililiki sekarang, Hakim seharusnya sudah belajar di kelas empat. Keterbatasan yang ada, membuat Hakim tidak naik kelas selama dua tahun, dan saat ini ia masih belajar di kelas dua.

Tapi, kemampuan baca dan hitungnya tetap masih lebih rendah bila dibandingkan dengan kawan-kawannya. Gurunya saat di kelas satu mengatakan bahwa ia terpaksa menaikkan Hakim ke kelas dua karena sudah dua tahun berturut-turut tidak naik kelas. “Payah (sulit) betul. Seharusnya ia sekolah di sekolah khusus,” papar guru tersebut. Ia memang sulit membaca dan menghitung. Setelah belajar tiga buah huruf, dan memasuki huruf ke empat, maka ia akan lupa dengan huruf yang sudah dipelajari sebelumnya. Terlebih lagi, daya konsentrasi Hakim juga sangat lemah.

Saya mahfum, bila guru-guru lelah dan bingung untuk memberikan pengajaran padanya. Saat saya mulai memberikan les kepada dirinya, saya pun masih belum menemukan formula khusus yang bisa saya berikan kepadanya. Sejujurnya saya juga belum mengerti bagaimana seharusnya metode belajar yang tepat  untuk Hakim. Sejauh ini saya hanya bermain, mencoba mengenal lebih dekat dan mencari tahu hal yang ia sukai, yang tidak ia sukai, berusaha untuk menerapkan teknik belajar yang efektif baginya, yang sampai saat ini belum saya temukan.

Berdasarkan cerita yang diutarakan oleh ibunda Hakim, saya mengetahui bahwa dugaan yang menjadi penyebab kemunduran daya tangkap Hakim adalah penyakit panas yang sangat tinggi yang pernah ia derita saat usia balita. Sang ibu sebenarnya bermaksud memasukkan Hakim ke sekolah khusus. “Tapi, letaknya jauh bu, Hakim nangis kalau saya tinggal,” terangnya.

Di desa ini tidak ada sekolah luar biasa. Kita baru bisa menemukannya di kabupaten, yang membutuhkan waktu satu setengah jam perjalanan untuk sampai ke sana. Saya sendiri pun sejauh ini belum pernah melihat SLB yang dimaksudkan oleh ibunda Hakim. Sebenarnya Ibu Hakim sangat berharap Hakim mampu membaca dan bisa belajar sebagaimana anak lain seusianya. Tapi, rasa putus asa tampak mengusai dirinya lebih besar dibandingkan harapan yang ada. “Memang masih bisa bu si Hakim membaca?” tanyanya singkat saat saya menawarkan untuk memberikan les pada Hakim.

“Saya juga tidak tahu banyak bu. Apakah akan bisa atau bagaimana. Yang penting, sekarang kita tidak boleh berhenti, terus berusaha,” jawab saya yang tidak tahu apa-apa ini. Tika, murid kelas empat yang mempunyai keistimewaan yang mirip dengan Hakim. Walaupun begitu, diakui oleh guru-guru bahwa Tika jauh lebih cepat menangkap pelajaran bila dibanding Hakim. Yah, buktinya saat ini Tika sudah berada di kelas empat, sementara Hakim masih di kelas dua.

Sementara Tika sudah bisa dikatakan pandai membaca, walaupun belum lancar. Selebihnya, Tika masih kesulitan untuk menghitung, terlebih lagi menangkap mata pelajaran lain seperti IPA, IPS, dan lainnya. Saya belum tahu banyak tentang Tika. Saya baru bertemu dengannya saat mengajar di kelas empat dan satu lagi saat ia ikut les sore.  Ia sama seperti Hakim yang semangat untuk menerima pelajaran. “Ibu, ini sudah. Ibu, ini begini, Ibu, Ibu....” begitu ucap Tika saat ia meminta saya untuk kembali memberi perhatian kepadanya.

Badan Tika besar. Ia juga pernah tidak naik kelas dua kali. Tapi saya mempunyai keyakinan bahwa Tika juga Hakim masih menyimpan banyak keisitimewaan pada diri mereka. Hanya saja, mereka belum mempunyai kesempatan dan peluang untuk bisa memperlihatkannya. Dan ini menjadi tugas kami, orang-orang yang berada di dekat mereka untuk bisa membantu mereka mengembangkan apa yang ada, sama seperti kepada anak-anak lainnya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua