ANAK-ANAK INI HURUF APA?
Fatia Qanitat 28 Desember 2010
01/12/2010
Memberikan les tambahan untuk anak-anak kelas satu dan dua saya rancang sebagai bagian dari kegiatan utama saya di sini. Kemampuan calistung (baca tulis hitung) mereka bisa dikatakan sangat lemah. Hampir separuh dari kelas satu, belum bisa membaca. Bahkan ada sekitar 8 orang anak yang belum mengenal huruf. Mereka terus saja kesulitan membedakan huruf “p, d, b,” ditambah lagi hurup “s, t, m, h, dan n”.
Saya tercengang karena ini sudah semester satu akhir, tapi mereka tak kunjung bisa membaca. Sementara untuk menulis, masih banyak huruf “a dan s” yang ditulis secara terbalik. Dan lebih dari 50% anak-anak yang belum bisa calistung ini merupakan suku asli. Entah mengapa. Dugaan saya karena kurangnya perhatian orang tua mereka yang memantau kemampuan belajar mereka di rumah. Terlebih lagi, jam pelajaran di sekolah untuk anak-anak kelas satu dan dua hanya sampai pukul 10.30 WIB. Waktu belajar yang sangat singkat.
Saya pun berinisiatif untuk memberikan les calistung bagi mereka. Tapi ada satu kendala utama, yaitu waktu. Seperti yang sudah saya paparkan dalam cerita saya (Magabut) bahwa waktu pulang untuk anak kelas satu dan dua berbeda dengan anak-anak kelas lain. Sementara saya akan aktif memberikan pelajaran untuk anak di kelas tiga yang baru usai sekolah pukul 12.00 WIB.
Kalau saya berniat mengisi les saat usai sekolah, anak-anak tersebut tidak mungkin saya minta untuk menunggu satu setengah jam, sampai saya usai mengajar. Kalau saya minta mereka untuk berkumpul lagi dan datang ke sekolah, ini lebih tidak mungkin lagi. Orang tua mereka tampaknya akan enggan untuk mengantar jemput anak-anak mereka untuk sekedar melakukan les calistung di sekolah.
Pada awal-awal minggu ini, saya yang belum terlalu aktif mengajar dan masih melakukan sistem pengajaran secara bergilir, masih sempat mencuri waktu dan pergi untuk memilih memberikan les kepada mereka. Tapi, dalam bayangan saya, kondisi seperti ini tidak mungkin untuk dipertahankan. Saya wajib untuk mencari solusi dalam menemukan pola pengajaran yang tepat, sehingga dapat menemukan waktu yang baik untuk anak-anak ini pada semester dua mendatang.
Saya baru bertemu mereka dua kali. Satu pertemuan di kelas dua, dan satu lagi pertemuan di kelas 1A. Jumlah anak yang saya ajar di kelas dua, ada 6 orang. Sementara di kelas 1A, ada 8 orang. Untuk kelas dua, konsentrasi saya adalah membantu mereka bisa mengeja dan membaca. Semetara untuk kelas satu target utama adalah paling tidak mereka bisa mengenal huruf.
Sulit. Sangat sulit. Saya berkali-kali menelepon kakak saya yang menjadi guru di kelas satu juga ibu saya yang merupakan guru taman kanak-kanak. Saya terus bertanya bagaimana metode yang tepat untuk mencapai target saya. ibu saya berkali-kali menjelaskan agar saya mempersiapkan berbagai jenis bahan ajar, beraneka ragam, karena kecenderungan anak-anak itu sangat suka bermain dan cepat sekali bosan.
Pertemuan dengan anak-anak ini menyadarkan saya betapa sulitnya menjadi guru. Saya membawa tiga buah kartu yang bergambar dan bertuliskan huruf besar-besar di dalamnya. Saya meminta mereka bernyanyi dan aktif bergerak. Saya memperkenalkan mereka kepada huruf. “Coba perhatikan kartu yang ibu bawa. Ini huruf apa anak-anak?” tangan saya mengangkat kartu bertuliskan huruf A.
Mereka menjawab A. Saya senang. Saya minta mereka mencari kartu bertuliskan huruf A dan menuliskan dibuku mereka. Saat saya lihat mereka sudah bisa, saya melanjutkan kepada kartu kedua. Sama seperti tadi, saya mengangkat huruf B. Sampai di huruf C, sebagian dari anak kelas satu sudah lupa bagaimana menulis huruf B. Kebanyakan dari mereka sulit sekali untuk berkonsentrasi. Saya bingung.
Les calistung ini tidak lama, sangat sebentar sebenarnya. Tidak sampai satu jam. Setelah setengah jam, anak-anak mulai resah dan meminta untuk pulang. saya rasa ini karena kebiasaan. Mereka terbiasa pulang cepat, jadi saat waktu mereka saya pakai lagi untuk melakukan les, mereka cenderung tidak merasa betah dan akhirnya meminta-minta untuk segera pulang.
Sebenarnya kakak saya sudah mengingatkan sejak awal bahwa anak-anak ini tidak akan bisa bertahan lama untuk belajar. “Satu jam itu sudah sangat panjang bagi anak-anak. Setengah jam sudah cukup, asal efektif,” ucapnya melalui telepon. Tapi di sinilah yang menjadi kendala. Les dengan mereka saya rasa masih jauh dari kata efektif. Separu dari anak-anak tidak mendengarkan, mereka sibuk meminta pulang. Separuh lagi terus berjalan-jalan dan sibuk dengan diri mereka sendiri. Sementara saya, sibuk meminta mereka untuk memperhatikan, sehingga target tidak tercapai.
Semoga saya segera bisa mendapatkan solusinya.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda