info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

MAGABUT (MAKAN GAJI BUTA)

Fatia Qanitat 28 Desember 2010
01/12/2010 Saya cape dan kelelahan, karena bosan terus berada di dalam kamar tidak melakukan apa-apa. Kata Rangga (salah satu Pengajar muda) magabut yang merupakan singkatan dari makan gaji buta. Kalian perlu tahu bagaimana rutinitas saya setiap harinya. Saya pergi sekolah setiap pukul 07.00 WIB. Pulang sekolah pukul 12.00 WIB. Bahkan seminggu di awal, saya sudah pulang sekolah dari pukul 11.00 karena pelajar di kelas satu sudah berakhir sejak pukul 10.40 WIB. Sampai di rumah, saya membantu ibu memasak untuk makan siang. tapi saya lebih sering menonton saja, karena tidak tahu harus melakukan apa. Setelah makan, satu kewajiban yang hampir tidak pernah saya lewatkan adalah tidur siang, iya TIDUR SIANG. Kalau tidak tidur, saya nonton tv bersama dengan dewi (adik angkat saya). Pukul dua saya mulai resah. Saya bingung karena tidak tahu harus melakukan apa. Saat-saat ini biasanya saya membuka laptop atau berada di kamar hingga sore tiba. Dari jam dua siang sampai jam setengah lima, biasanya rumah kosong karena,
  1. Bapak pergi ke kebun
  2. Ibu pergi ke kebun
  3. Bobby (anak pertama) pergi ke kebun atau entah di mana
  4. Dewi (anak ketiga) pergi les sampai pukul 17.00 WIB
Lalu saya? ya jaga rumah sendirian. Pukul 17.00 WIB duduk-duduk di teras, ngobrol ini, ngobrol itu dengan bapak dan ibu. Magrib datang. Yang saya lakukan setelah sholat adalah ke dapur, membatu ibu menyiapkan makan malam. Lepas makan malam, duduk-duduk lagi sampai pukul delapan malam, nonton superboy, SUPERBOY yang dibintangi oleh julia perez yang selalu tayang di Indosiar setiap harinya (tapi kalau tidak salah film itu akan berakhir dalam minggu ini). Tuntas menonton, saya ke kamar, menyiapkan bahan ajar untuk esok hari. Dan bangunlah saya pada pukul 05.00 esok harinya dan kembali mengulangi rutinitas yang luar biasa membosankan ini. Tidak melakukan apa-apa membuat saya merasa begitu lelah. Saya berkali-kali bertanya kepada bapak. “Kira-kira saya bisa mengisi les untuk kelas tiga sampai enam pa?” maksud hati saya untuk bisa mengisi waktu sepanjang siang dengan aktif di sekolah sekaligus memberikan pengajaran tambahan kepada anak-anak. Tapi, yahhhh... Bapak menjawab, “Nanti sajalah lepas ujian. Kelas enam saja yang kamu berikan les, untuk persiapan UN nanti.” Artinya saya kembali menjadi pengangguran. Saya bertanya lagi, “Anak-anak kira-kira mau tidak pa dikumpulkan jam 2 siang? bisa belajar apa saja, ba inggris atau apa?” ujar saya tidak putus asa. “Mereka sekolah madrasah, baru balik jam 4,” terang bapak. Dan inilah yang menjadi kesulitan saya untuk mencari waktu yang tepat untuk bisa melakukan kegiatan bersama mereka. Masih belum mau menyerah, “Kalau mereka dikumpulkan lagi jam empat sorenya, mau tidak ya pa,” tanya saya lagi. “Payahlah, sudah lelah mereka belajar,” ucap Bapak lagi. Bingung. “Lalu kapan ya pa anak-anak bisa kumpul buat les atau ekstrakulikuler?” tanya saya bingung. Sambil mengunyah makanan bapak berkata dengan santai, “Yah...paling minggu, atau sabtu.” Tiba-tiba ibu datang, “Tapi sabtu budak-budak tu juga madrasah,” sahutnya. “Ya berarti ya minggu tu,” sambung bapak lagi. Lalu saya?? Apa yang harus saya lakukan dari senin sampai sabtu? Apa yang bisa saya kerjakan untuk sekolah dari senin sampai sabtu? Banyak hal yang sudah saya jdawalkan untuk bisa saya lakukan setiap harinya. Mulai dari les calistung, les pelajaran, les b. Inggris, ekstrakulikuler pramuka, dan majalah dinding. Saya membuat begitu banyak perencanaan untuk bisa mengisi hari-hari saya di desa ini. Dan rencana itu kemudian hanya tertulis di lembaran tampa bisa saya realisasikan. Ada satu hal yang akhirnya bisa saya lakukan. Tapi itu pun tidak maksimal, seperti memberikan les calistung kepada siswa kelas satu dan dua yang akhirnya mulai aktif saya lakukan sejak hari senin lalu. Karena terbentur oleh jadwal mereka yang harus masuk madrasah, anak-anak tersebut begitu cepat meminta pulang. Hal ini juga dibiasakan oleh jadwal pulang mereka yang begitu cepat, sehingga sangat sulit untuk memaksa mereka untuk bertahan di sekolah satu jam saja. Saya pikir, saya bisa memberikan pelajaran tambahan pada anak-anak ini usai sekolah. Sayangnya, karena jadwal pelajaran kelas satu dan kelas dua berakhir lebih awal, saya terpaksa harus mengikuti jadwal mereka. Saya yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengajar di kelas tiga atau kelas lainnya, terpaksa harus meninggalkan kelas lebih awal karena harus memberikan les calistung kepada mereka. Dan kelas yang saya tinggalkan akan kembali diajar oleh guru yang bersangkutan. Lalu, sama seperti biasanya, saya kembali pulang pukul 12.00 dan memulai kembali rutinitas saya.

Cerita Lainnya

Lihat Semua