1001 Guru Sekolah Minggu untuk Rote Ndao

Farli Sukanto 1 Maret 2015

Kalau diibaratkan menumpuk, pekerjaan ini sudah ibarat terhimpit di bawah tumpukan menggunung. Kami, Pengajar Muda 8 di Rote Ndao bersama sebuah gereja di sini menyelenggarakan pelatihan bagi guru-guru sekolah minggu september lalu. Pekerjaan ini sederhana sebenarnya : mengetik sertifikat bagi para peserta yang hadir. Tapi ada saja alasan yang membuat saya tidak kunjung merampungkannya, sibuk menjalankan programlah, butuh istirahatlah, hingga lupa karena lalai.

Satu per satu nama saya ketik sambil berusaha keras mengingat sosok-sosoknya saat pelatihan hampir setengah tahun yang lalu itu. Saya ingat suasana pelatihan itu sangat menyenangkan. Tanpa sadar, memori akan beberapa sosok guru-guru yang bekerjanya hari Minggu itu membuat saya terkekeh. Beberapa sosok lain saya ingat dengan senyum, tapi hampir semua reaksi juga teriring rasa kagum. Ada 58 guru sekolah minggu dari segala penjuru Rote yang datang hari itu untuk belajar!

Cerita ini memang sudah lama, tapi inspirasinya saya yakin tidak usang.

---

Pulau Rote yang menjadi pagar paling selatan di republik ini merupakan kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan. Tidak mengherankan jika Gereja berdiri berdampingan dalam jarak yang tidak terlalu jauh di sini. Setiap hari Minggu pagi pun, jalan-jalan seketika sepi karena aktivitas di pulau ini terkonsentrasi di Gereja untuk ibadah.

Pada hari Minggu, keluarga Rote bersama-sama pergi ke Gereja. Ayah dan Ibu menghadiri kebaktian sementara anak-anak datang ke Sekolah Minggu. Di Sekolah Minggu inilah, anak-anak Rote diperkenalkan kepada Firman Tuhan dan nilai-nilai kehidupan yang baik menurut iman Kristiani. Sekolah Minggu juga sekaligus menjadi tempat mereka bersekutu dengan saudara seimannya, bersama-sama belajar mengenal Tuhannya. Hal-hal ini mungkin kadang luput dari pelajaran-pelajaran yang mereka dapat di sekolah.

Sekolah Minggu yang tersebar di Rote dikelola oleh orang-orang dari pelbagai latar belakang, ada yang sehari-hari berprofesi sebagai pendeta, guru, ibu dan bapak rumah tangga, pelajar SMA, mahasiswa, pegawai negeri sipil, pengusaha, hingga penyiar radio lokal. Mereka secara sukarela meluangkan hari minggu paginya untuk mengajar anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya dalam sebuah kelas Sekolah Minggu. Mengajar Sekolah Minggu ini bukan tanpa tantangan, karena tidak jarang satu guru Sekolah Minggu harus menangani puluhan anak dalam satu kelas yang terdiri dari kelas kecil dan besar sekaligus. Mereka juga secara jujur mengungkapkan kebutuhannya akan metode-metode kreatif dalam memimpin kelasnya sehingga anak-anak memiliki antusias untuk hadir setiap minggunya.

Tahun ini adalah kali kedua digelarnya Pelatihan Guru Sekolah Minggu di Rote. Pada awal 2014, Pengajar Muda angkatan 6 melakukan pelatihan untuk guru-guru Sekolah Minggu di Menara Doa Gereja Bethel Indonesia di Desa Mokdale, Kecamatan Lobalain.

Dan sebuah kabar bahagia hadir untuk Pengajar Muda angkatan 8 saat pihak Menara Doa Gereja Bethel Indonesia mengajak mereka untuk memfasilitasi Pelatihan Guru Sekolah Minggu yang kembali mereka adakan pada 28 September lalu. Bedanya, ruang interaksi yang diciptakan kali ini lebih luas karena turut mengundang perwakilan guru Sekolah Minggu dari 6 klasis atau 9 kecamatan yang terdapat di Pulau Seribu Lontar ini. Pelatihan ini adalah “Training for Trainer” dimana peserta yang hadir akan dilatih untuk kemudian menjadi fasilitator pada pelatihan-pelatihan yang akan secara mandiri mereka selenggarakan di klasis atau kecamatannya masing-masing.

Hari H pelaksanaan pelatihan pun tidak kalah membahagiakannya karena 58 guru Sekolah Minggu datang dengan antusias dari seluruh penjuru Pulau Rote, dari Rote Timur hingga Rote Barat! Materi-materi Belajar Kreatif yang mencakup Brain Based Teaching dan pembuatan metode dan media pembelajaran kreatif pun disambut dengan penuh semangat oleh para guru Sekolah Minggu.

Ibu Debora dari Rote Selatan misalnya, Oma yang setia melayani anak-anak Sekolah Minggu di usianya yang tidak lagi muda ini secara ekspresif menceritakan sebuah cerita Alkitab “Nabi Yunus” dalam bentuk cerita bergambar yang berhasil dibuat bersama-sama teman satu kelompoknya. Atau Sarliance Lette, pelajar SMA 1 Rote Tengah yang berkreasi membuat sebuah lagu Sekolah Minggu baru dengan nada lagu Balonku Ada Lima.

Berakhirnya pelatihan yang berlangsung selama satu hari itu melahirkan kebahagiaan yang lain, bahwa ternyata ada begitu banyak orang yang peduli pada anak-anak dan pendidikan di pulau terselatan NKRI ini. Tidak hanya peduli, tapi juga mereka mau bergerak untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu dan membagikannya lagi kepada lebih banyak orang di Rote.

Pelatihan yang diberi judul Pelatihan 1001 Guru Sekolah Minggu ini bukan sebuah penanda keberhasilan, karena justru merupakan awal. Ruang interaksi yang mempertemukan orang-orang dengan semangat yang sama untuk memajukan pendidikan Sekolah Minggu di Rote ini diharapkan akan menjadi jejaring yang lebih besar dengan diselenggarakannya pelatihan-pelatihan di setiap kecamatan yang ada. Dan pada akhirnya semoga benar-benar ada 1001 Guru Sekolah Minggu yang siap melahirkan anak-anak Rote yang tidak hanya pandai tetapi juga takut akan Tuhan, atau bahkan lebih!


Cerita Lainnya

Lihat Semua