Menembus batas kehidupan

Fardhady Himawan Kusumo Hanggara 24 September 2013

Pagi itu, Rifki, Pengajar Muda VI yang meneruskan perjuanganku di Nanga Bungan menelponku. Ia menyampaikan kabar yang tak kuduga, mereka, anak muridku lolos dalam final lomba Kalbe Junior Science Award (KJSA) 2013. Kabar itu benar-benar membuatku speechless. Terima kasih ya Allah. Mereka adalah Niko dan Tera, dua orang murid yang baru saja naik ke kelas VI sekolah dasar di Nanga Bungan, Desa terakhir di sungai Kapuas.

 

Salah satu yang menjadi motivasi mereka saat itu adalah setelah membaca berita dari anak yang bernama Arman, siswa SD dari Paser yang juga merupakan siswa dari seorang Pengajar Muda yang berkesempatan jalan-jalan ke singapura karena mengikuti lomba KJSA sebelumnya. Saya bercerita bahwa Arman itu seperti mereka, berasal dari daerah yang serba terbatas. Sepertinya cerita saya membawa mereka jauh terbang untuk mempunyai mimpi yang lebih jauh. Ya, keberhasilan memang menginspirasi.

 

Mencari ide merupakan salah satu tantangan tersendiri. Terus terang ide bukan berasal dari mereka, tapi saya berusaha mengangkat apa yang sebenarnya mereka sudah tahu dan orang lain diluar sana belum tahu. Sesuatu yang mereka lakukan sehari-hari atau mereka pernah lihat dengan mata kepala sendiri. Apalagi di jantung kalimantan ini kamu bisa melihat banyak hal yang selama ini hanya di buku pelajaran atau kamu lihat di National Geographic saja. Pada akhirnya, titik terang itupun muncul,  ide muncul ketika menaiki sebuah perahu.

 

Tahap selanjutnya adalah membuat mereka menemukan sendiri ide penelitiannya tanpa harus secara detail dikatakan. Kemudian kertas yang dibagi empat kuadran diberikan kepada mereka. Setiap kuadran memiliki satu pertanyaan yang berkaitan satu dengan lain di kuadran lainnya. Tak jarang mereka datang dan mengkonsultasikan jawaban pada kertas besar itu, hingga akhirnya mereka bisa secara tepat menggambarkan semua permasalahan yang dihadapkan pada mereka. Tahap ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar 3 minggu. Lama memang, namun konstruktifitas memang terkadang memerlukan waktu lama.

 

Dari jawaban  yang tertulis dalam kertas besar itu, terlihat pemahaman mereka atas ide WaterHole itu memang mendasar. Disinilah peran pembimbing muncul, meski terasa agak sedikit sadis. Mereka harus berkenalan dengan Bernoulli dan juga Archimedes. Tapi jangan kira kenalannya sampai dengan persamaan matematikanya, tidak. Cukup konsep dasar. Semua digambarkan dengan keseharian mereka. Untuk ini mereka cepat sekali mengerti. Wow. Terbayang masa SD saya dulu yang tak pernah terpikir oleh hal seperti ini.

 

Tahap implementasi penelitian memang agak lama, karena menemukan perahu yang bisa digunakan untuk penelitian memang agak sulit. Saat itu mereka lebih memilih menunggu perahu milik paman mereka, Cornelius. Saat itu mereka saya tinggal ke Putussibau, untuk menjemput Rifki dari kedatangan pertamanya. Relatif lama memang  untuk menunggu kesempatan implementasi langsung daripada proses penelitian yang hanya selesai dalam satu hari.

 

Tak terasa banyak sekali perjalanan yang kami lakukan bersama, tak mungkin juga semua ini dapat diraih tanpa bantuan dari Rifki yang baik hati untuk membantu kami, orang tua siswa yang percaya sepenuhnya pada kami, bu Yanti yang selalu cerewet untuk bertanya, guru-guru lain yang selalu memberi dukungan, masyarakat yang selalu mempermudah langkah untuk melakukan niat kami, juga kamu yang dalam pikiranmu selalu mendoakan kami yang berada ditepian kemegahan alam fana dunia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua