Medan Perang
Fajrie Nuary 14 April 2014Hari terakhir latihan baris-berbaris dalam rangka Jambore Ranting Distrik Kokas tiba. Ketika semua sudah siap berangkat ternyata perahu yang akan kami gunakan masih ada di kota, belum kembali ke kampung. Akhirnya kami pun harus menunda keberangkatan, padahal kondisi laut saat itu teduh sekali. Malam hari sebelum keberangkatan kami, angin barat menerpa kampung. Aku pun malam itu sudah pasrah jika memang angin ini akan membuat kondisi laut keesokan harinya semakin buruk, ya berarti kami tidak jadi ikut Jambore ini.
Pagi tiba, waktu subuh aku ke luar rumah untuk melihat kondisi laut, Alhamdulilah angin dan hujan sudah berenti dan kondisi laut teduh. Para orang tua murid yang anaknya akan berangkat sudah berkumpul semua di rumahku. Sekira jam 5 Subuh kami mulai menurunkan barang-barang kami ke perahu, 30 menit kemudian perahu kami pun angkat jangkar.
“Bismillahi (bismillahi) Majreha (majreha) Wamursaha (wamursaha) Inna Rabbi (inna rabbi) Laghofururrohim (laghofururrohim)”, aku mengajak berdoa sambil diikuti murid2ku sebelum perahu membelah lautan.
Hampir 3 jam kami di perjalanan akhirnya tiba juga di kota. Perjalanan kami lanjutkan ke distrik kokas dengan menggunakan angkutan umum. Muridku mabok, muntah, namanya juga anak pulau yang tidak biasa transport darat, apalagi ini perjalanan jauh, jadilah 5 dari 9 muridku muntah selama perjalanan. Setelah perjalanan panjang itu sampai juga kami di bumi perkemahan.
Hari pertama ini kegiatannya adalah perkenalan dengan berbagai permainan yang melibatkan seluruh peserta. Setelah ajang perkenalan ini kulihat muridku sudah mulai santai dan tidak merasa gugup lagi seperti saat pertama tiba di sini. Ketika berkemah ini banyak sekali yang bisa dipelajari muridku, diantaranya harus mandiri, memasak dan mencuci alat makan sendiri, harus berani ambil segala keputusan ketika disuruh melakukan sesuatu oleh kakak panitia, serta memancing inisiatif anak. Aku senang sekali ketika muridku, Moksen, berinisiatif sendiri tanpa kusuruh sama sekali, meminjam belanga untuk memasak nasi dari rumah warga di sekitar bumi perkemahan.
Selama Jambore ini aku selalu menekankan pada muridku untuk tidak fokus pada piala. Hal ini karena saat pertama tiba di sini yang dilihat pertama kali oleh anak muridku adalah piala-piala yang dipajang di depan meja panitia. “Carilah teman sebanyak-banyaknya, nikmati dan bersenang-senanglah selama kegiatan ini, perbanyak pengalaman mulai dari sekarang”, itu yang kukatakan kepada mereka ketika mereka bertanya terus tentang piala.
Sebelum maju ke medan perang, kami berlatih sekali lagi di lapangan dekat bumi perkemahan. Terlihat masih ada muridku yang masih sering salah gerakan. Meski begitu, sekarang bukan waktunya latihan lagi, untuk menghilangkan ketegangan muridku aku pun mengajak mereka bermain dulu. Setelah mengajak mereka bermain, kuberikan kalimat motivasi terakhir kalinya. “Anak-anak su berdarah2 to latihan kemarin, di depan nanti ko kasih yang terbaik ee, jang malu-malu ee. Ayo kita tos dulu Bajak Laut!!" *dan kami pun melakukan tos kami*
“Berikutnya peserta dari Gugus Depan SD Negeri Tarak”, juri memanggil kami. Anak-anak sudah siap di tempatnya, siap menghentak bumi perkemahan. Terlihat mereka sangat tegang sebelum masuk ke lapangan. Instruksi demi instruksi diberikan oleh muridku yang menjadi komandan, Nasarudin Rumoning namanya. Terlihat murid2ku sudah tidak tegang lagi dan menikmati tiap gerakan. Sampai pada gerakan “buka formasi” juri semakin tercengang dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Gerakan tutup formasi yang paling membuatku senang, karena ketika latihan anak-anak selalu tidak serentak gerakannya, tapi ketika tampil mereka benar-benar menunjukkan yang terbaik, tutup formasi dilakukan dengan gerakan yang serentak.
Selesai dari medan perang baris-berbaris, aku menyiapkan murid-muridku untuk ke medan perang selanjutnya yaitu paduan suara lagu nasional. Pada awalnya aku beranggapan bahwa murid-muridku bisa meraih juara di lomba paduan suara ini, karena kami satu-satunya perserta dari SD yang memainkan alat musik sambil bernyanyi. Kami memainkan suling dan pianika sebagai instrumen paduan suara ini. Sayangnya, karena peserta lomba digabung SD, SMP, SMA, jadilah performa muridku “terbanting” dengan peserta dari SMP dan SMA yang memang sudah sewajarnya lebih bagus dari muridku yang SD.
Selesai berjuang di medan perang, kami lagi-lagi berkumpul untuk melakukan tos kelompok.
Pengumuman lomba pun tiba, kulihat wajah murid-muridku begitu tegang. "Juara 3 lomba baris berbaris dari SMA Negeri 1 Kokas, Juara 2 lomba baris-berbaris dari SMP Negeri 1 Kokas, Juara 1 lomba baris-berbaris SD Negeri Tarak!", suara juri yang membacakan pengumuman langsung terbanting oleh teriakan gembira dari murid-muridku. Ya, akhirnya kami menang di medan perang. Haru dan bangga sekali, itulah yang kurasakan saat itu.
Perjuangan yang berbuah manis. Bahkan kalau tidak juara pun sudah banyak sekali pelajaran yang sama-sama kami dapatkan selama proses latihan. Kemenangan ini adalah bonus, dan tetap rendah hati adalah nasihat yang selalu kuulang setelahnya. Selamat ya pasukan bajak laut kecilku, pak guru bangga dengan kamorang...
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda