Berdarah-darah Ketika Latihan

Fajrie Nuary 12 April 2014

“Anak-anak, tau ka tidak kenapa kita harus latihan terus setiap sore? Karena berdarah-darah ketika latihan itu lebih baik daripada mati di medan perang.”

Ini tentang kegiatan Jambore Ranting Distrik Kokas Tahun 2014 pada bulan Februari lalu. Kalimat di atas yang kusampaikan ke murid-muridku sore itu terasa begitu pas dengan situasi yang kami hadapi. Mungkin sebagian orang berpikir kalimat itu terlalu berat untuk anak-anak, tapi bagiku itu tidak. Anak-anak di Inggris sana yang sebelum tidur sudah diceritakan berbagai cerita peperangan dan nilai heroisme leluhur mereka menjadi pembenaranku untuk menyampaikan kalimat penyemangat itu. Murid-muridku terlihat begitu antusias mendengar kalimat demi kalimat yang terlontar dari mulutku saat itu, hal itu terlihat dari pandangan mata mereka yang begitu tajam. Ini tentang Pramuka, ya, perlombaan baris berbaris yang baru kali ini mereka ikuti.

Setiap sore, selama 8 hari kami berlatih terus menerus agar dapat menunjukkan yang terbaik. Kerjasama dan kompak, kata-kata itu selalu kuulang di setiap latihan. Banyak sekali nilai yang kutanamkan selama latihan kemarin, semoga saja nilai itu melekat sampai mereka dewasa meski tidak diajarkan di dalam kelas dan tidak dicatat di buku tulis mereka. Disiplin, kerja keras, berani, mandiri, dan setia kawan, kira-kira itulah nilai yang kucoba tanamkan melalui kegiatan ini. Selama latihan aku mencoba setegas mungkin, “ada waktu bermain dan ada waktu serius”, itu selalu kuulang-ulang setiap kali ada anak yang mulai bermain-main ketika latihan. Hasilnya anak menjadi lebih mudah diatur, mereka sadar kapan boleh bermain dan kapan harus serius. Bagi anak-anak yang suka mengejek temannya juga melalui kegiatan ini bisa dikurangi intensitasnya, karena nilai kesetiakawanan yang kuajarkan tadi.

Sebelum berangkat, anak-anak kukumpulkan di rumahku untuk mencatat berbagai barang bawaan selama Jambore nanti. Tanpa kusuruh mereka pun saling diskusi berbagi tugas, hal kecil itu sukses menghangatkan hatiku di malam dingin itu. Mereka berbagi tugas, ada yang ke gunung mencari sayur, ada yang ke kampung sebelah membeli durian, ada yang mencari bahan membuat hasta karya, semua berperan. Bahkan ada anak yang kakinya cedera memaksaku untuk tetap ke gunung membantu teman-temannya mencari bahan, padahal sudah kusuruh istirahat saja di rumah.

Kembali ke inti cerita, latihan kali ini ada muridku yang memang benar-benar berdarah saat latihan, ketika kakinya tertusuk bambu cukup dalam. Selesai kakinya dibersihkan dan diperban, ia latihan kembali, padahal kubilang kalau sakit tidak apa-apa tidak ikut latihan, tapi itulah anak-anak kalau sudah semangat tidak mengenal rasa sakit dan lelah. Untuk menanamkan nilai setia kawan dan pentingnya berbagi kuambil sebuah kedondong di belakang sekolah dan kusuruh anak-anak memakannya, bagaimana caranya supaya semua anak merasakan kedondong kecil itu.

Aku memang sangat serius melatih mereka baris berbaris, bahkan aku sampai merekam mereka saat latihan, dan mengajak mereka melihat kembali rekaman itu sambil melihat kesalahan-kesalahan yang harus segera diperbaiki. Seperti saat latihan tari Saman, ketika latihan pramuka ini kuberikan anak-anak motivasi agar dapat meraih apa yang diinginkannya, kuncinya adalah kerja keras dan kemauan yang kuat. Begitu juga lomba ini, awalnya mereka tidak bisa baris-berbaris, tidak bisa main alat musik, tapi dengan kerja keras dan kemauan yang kuat akhirnya mereka pun bisa melakukannya. “Ya, intinya adalah kemauan, nak, jangan bilang tidak bisa, karena tidak ada yang tidak bisa selama kita mau berlatih”, kataku sambil menutup sesi latihan sore itu.

Oiya setiap habis latihan kami semua melingkar dan menurunkan tangan sambil berteriak masing-masing 1 huruf yaitu B-A-J-A-K-L-A-U-T-BAJAK LAUT!! AY AY KAPTEN! Itu lah nama barung kami, Bajak Laut, yang siap menghentak kokas dengan kaki kaki kecil kami.


Cerita Lainnya

Lihat Semua