Guru Panggilan Hati

Fajrie Nuary 16 April 2014

Namanya Kasim, biasa orang-orang memanggilnya Pak Guru karena memang profesinya yang seorang guru. Guru di sini biasa dipanggil demikian dan jarang dipanggil nama, karena itu kadang aku bingung ketika aku sedang bersama guru yang lain dan ada orang yang memanggilku pak guru, siapa yang dipanggil sebenarnya? Pak Guru Kasim tinggal di kampungku, tapi beliau bertugas di kampung sebelah sebagai guru kelas 6 SD. Dulu beliau mengajar di kampungku, tapi karena ditugaskan oleh dinas pendidikan di sini untuk mengajar di kampung sebelah, apa boleh buat beliau tidak bisa menolak.

Malam itu hapeku sudah mati total, sedangkan ada urusan penting yang harus kuurus segera, listrik di rumah pun yang berasal dari genset besar baru terjadi korslet sehingga tidak menyala. Akhirnya kuputuskan untuk ke rumah pak guru Kasim untuk menumpang charge baterai. Sambil charge baterai kami mengobrol santai, berdiskusi dan mencari inspirasi dari seorang guru asli anak kampung ini. Ketika berdiskusi masalah pendidikan secara umum di daerah ini, kami sudah sama-sama tahu bahwa salah satu akar masalahnya adalah dari ketidakhadiran guru di kampung. Beliau berkata bahwa untuk menjadi seorang guru di pulau ataupun di tempat terpencil manapun di Fakfak ini, haruslah seseorang yang memang menjadi guru karena panggilan hati, bukan untuk mencari uang.

Pernyataan pak guru Kasim kusetujui 100%. Ini karena aku sudah melihat sendiri kondisi pendidikan di sini. Kesulitan bagi guru yang bertugas di sini salah satunya adalah pada transportasi. Belum lagi keterbatasan lain seperti komunikasi, dimana biasanya kampung terpencil tidak ada sinyal. Banyak masalah lain yang bisa membuat guru-guru ingin segera kembali ke kota secepatnya, karena itulah menurut pak guru Kasim orang-orang yang bertahan di sini ya memang orang-orang yang mengajar karena panggilan hati, itu saja.

Pak guru kasim juga bercerita padaku kenapa ia ingin menjadi guru. Alasannya simple, karena ia tidak ingin anak-anak mengalami nasib yang sama dengan beliau, yaitu tidak lancar baca sampai kelas 1 SMP dan harus menanggung malu karenanya. Ia ingin mengajar dengan kelembutan, bukan dengan ketakutan seperti yang ia dapatkan dulu. Bahkan bekas luka rotan yang diterimanya ketika SD masih ada di betis kanan beliau. Ia ingin anak-anak murid belajar dengan hati gembira sehingga pelajaran akan lebih mudah diterima dan tidak ada rasa trauma ada siswa. Itulah yang memanggilnya menjadi guru.

Sekarang pak guru kasim sudah bertugas di sekolahku, bahkan ia dipercaya menjadi kepala sekolah. Tanggung jawabnya di awal periode jabatannya ini sungguh luar biasa. Setiap kali ingin mengeluarkan dana sekolah ia selalu berkordinasi dengan rekan guru lain dan komite. Ia juga tidak mau ke kota jika memang tidak ada urusan sekolah yang begitu penting terkait jabatannya sebagai kepala sekolah. Dari sini aku optimis, bahwa guru karena panggilan hati ini akan mengubah wajah pendidikan di kampung Tarak ini...


Cerita Lainnya

Lihat Semua