Ayah yang Amanah

Fajrie Nuary 28 Maret 2014

Inspirasi bisa datang dari mana saja, kali ini Tuhan menyampaikannya melalui seorang ayah hebat yang sangat amanah. Saat itu aku sedang melakukan home visit ke masing-masing rumah muridku di kelas 5 & 6 untuk menyampaikan perkembangan anaknya di sekolah. Kuberikan lembar penilaian yang kubuat yang meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Ketika sampai ke rumah salah satu muridku, kulihat sang ayah sedang terlelap di belakang rumahnya. Meski tak tega, tapi kubangunkan saja beliau karena aku harus ke rumah muridku yang lain juga.

 “Assalammualaikum”, aku menyapa.

“Ehh iya, waalaikumussalam pak guru, masuk pak guru masuk. Bagaimana pak guru?”, beliau bertanya maksud kedatanganku. Aku menjelaskan panjang lebar tentang maksud kedatanganku ke sini berikut kusampaikan hasil belajar anaknya selama satu semester di sekolah. Kusampaikan kepadanya bahwa sang anak perlu dibimbing lebih sering lagi di rumah karena kemampuan membaca, menulis, dan berhitungnya masih kurang. Kukatakan juga bahwa waktu yang dihabiskan anak lebih banyak di rumah daripada di sekolah, karena itu orang tua juga harus mengawasi anak dan pastikan anak belajar setiap malamnya walau hanya sebentar.

Percakapan panjang pun terjadi, sampai kepada cerita beliau yang sangat menyentuhku.

“Pak guru, katong juga macam su bosan kasih tau anak belajar di rumah. Setiap hari katong kasih tau anak supaya dong belajar, katong ini termasuk keras pak guru. Pak guru, katong ke gunung ke laut tiap hari itu cuma supaya tong pu anak bisa sekolah, supaya de pu hidup tra seperti katong. Katong selalu bilang ke tong pu anak begitu pak guru”, beliau menjelaskan.

Hatiku terenyuh saat itu juga, melihat langsung apa yang dialami seorang ayah, berjuang setengah mati sekuat yang dia mampu agar anaknya bisa sekolah, agar anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada dirinya. Ia tidak mau anaknya mengalami hidup sulit seperti yang dialaminya saat ini. Tulus sekali bukan, betapa ia sangat memikirkan anaknya di atas kepeduliannya terhadap dirinya sendiri. It’s about his children, not about himself. Aku teringat pada sebuah kata-kata, bahwa ayah diberikan bahu yang lebar karena besarnya tanggung jawab yang dipikulnya, tanggung jawab terhadap keluarganya.

Selesai mendengarkan cerita wali muridku itu, kulanjutkan langkah kakiku menuju rumah muridku yang lain. Belum jauh ku melangkah, kulihat ke belakang bapak tadi sudah kembali ke tempat istirahatnya, merebahkan diri yang lelah karena baru pulang memancing di tengah laut dengan disinari teriknya sinar matahari tengah hari. Tersenyum, kupanjatkan doa untuk seluruh ayah yang amanah di dunia ini, semoga apa yang ayahanda harapkan terhadap anak-anaknya dapat terwujud...


Cerita Lainnya

Lihat Semua