Pelajaran di Balik Perkelahian

Faisal Jamil 23 Oktober 2012

Hari ini hari yang menakjubkan. Selain karena mengajar 6 kelas karena tidak ada guru yang dapat hadir mengajar, tetapi juga karena kejadian yang terjadi hari ini. Kejadian yang membuatku menarik napas dalam-dalam, sekaligus menahan air mata yang mengembang.

...

Selagi sedang mengajar di kelas 3 & 4, tiba-tiba seorang anak perempuan dari kelas 5 dan 6 datang ke kelasku. Mereka memberitahukan bahwa ada anak yang berkelahi. “Pak guru, Ryan dengan Tarsi dan Nyoman Tri berkelahi”, kata mereka. Karena sudah sering anak-anak ini berkelahi, maka aku menjawab “Panggilkan mereka kesini, suruh mereka berkelahi di depan kelas ini, kita jadi penonton”. Tak berapa lama kemudian, semua anak-anak yang masih ada di sekolah masuk ke kelasku, termasuk Ryan dan Tarsi. Ryan, anak kurus yang keras wataknya dan sering berkelahi itu langsung memberikan penjelasan kepadaku. Sementara Tarsi, anak kampung Timor itu, menangis sesak-sesak sambil bercerita padaku.

Aku diam sejenak. Aku minta semuanya diam, termasuk anak-anak yang menonton. Tarsi, Ryan dan Nyoman Tri aku minta berdiri di depan. Aku minta mereka memberikan penjelasan masing-masing, dari diri mereka pribadi mengenai apa yang terjadi tadi. Ini adalah teknik menyelesaikan masalah yang aku dapatkan dari Nani, PM di SDN Oi Marai, Tambora.Cara ini aku sudah beberapa kali lakukan saat menangani anak-anak yang berkelahi.

Aku minta Ryan terlebih dahulu berbicara. Ryan mengaku kesal karena dihina dan diberikan kata-kata kotor oleh Tarsi, padahal dia hanya ingin mengambil pesawat mainan di bawah meja Tarsi dan Nyoman Tri yang sedang duduk. Sementara Tarsi bercerita, Ryan menendang punggung Tarsi sampai terlihat bekas sepatu dibelakang punggung Tarsi. Tarsi menghina karena Ryan mencontek tugas yang aku berikan kepada mereka. Nyoman Tri mengaku tidak terlibat, hanya membela Tarsi yang ditendang di punggungnya. Selain mereka bertiga, aku juga bertanya pada Eluh dan Opi, sebagai Saksi. Mereka tidak bercerita apa-apa. Yang mereka tahu hanyalah saat anak-anak itu berkelahi dan Ryan menendang Tarsi sehingga Tarsi menangis.

Setelah mereka semua bercerita, aku bertanya kepada mereka, “Setelah berkelahi seperti ini, apakah yang seharusnya kalian lakukan? .”

Ryan menjawab, “ Meminta maaf pak guru “.

Aku tanya kepada Tarsi, “Menurut Tarsi, apa yang harus dilakukan? “

“Meminta maaf pak. “ jawab Tarsi.

Aku tanya pada mereka, “ Apakah mau tetap bermusuhan dan berkelahi?”

Ryan menjawab, “ Tidak pak guru, Nanti tidak punya teman lagi pak.”

Aku melanjutkannya lagi, “ Baiklah, kalau semuanya sudah mengerti. Silahkan lakukan apa yang seharusnya kalian lakukan. “

Ryan langsung mengulurkan tangan kepada Tarsi. Ryan berkata, “Maafkan aku ya Tar”.

Tarsi yang masih sesak karena tangisan dan sakit di punggungnya menjawab, “ Iya, Maafkan aku juga ya.”

Aku berikan penjelasan lagi kepada mereka, “ Anak-anak, ketika kalian bermain, bermainlah seperti biasa. Ketika bermain, jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, sehingga menyinggung dan membuat kesal teman. Ketika bermain, jangan juga menyakiti teman, sehingga temannya sakit seperti Tarsi ini. Bisa di mengerti, anak-anak? “

“Bisa pak Guru..”, sahut mereka semuanya.

Aku tersenyum. Dan entah mengapa rasanya mataku mulai mengembang. Aku terharu melihat mereka. Mereka sudah bisa melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Saling bermaaf-maafan setelah bersalah. Aku juga terharu mendengar cerita-cerita mereka, jawaban-jawaban mereka saat aku tanya tadi. Ingin rasanya memeluk mereka.

Dalam hati, aku berdoa. “Ya Allah, semoga jagalah anak-anak ini ya Allah. Semoga anak-anak ini semuanya bisa mengambil pelajaran dari apapun yang terjadi setiap harinya.”


Cerita Lainnya

Lihat Semua