Pak Guru, Gambar aku Jelek ya?
Faisal Jamil 15 September 2012Pagi ini anak yang sudah dua hari aku cari keberadaannya akhirnya muncul juga. Dia tampak sedang bermain di dalam masjid bersama teman-temannya. Lari-larian, tendang-tendangan. Mengundang senyum ketika melihatnya. Dia tersenyum lebar saat melihatku dan kusapa, mengapa tidak masuk sekolah dua hari ini. Menyengir menampakkan gigi depannya yang keropos. “Borongan kopi, pak guru”, katanya.
Sudirman namanya. Jenderal kecil itu menarik perhatianku sejak awal tiba di sekolah ini. Aku tertarik dengan wajahnya memang. Hitam, kecil. Bukan seperti wajah orang keturunan lombok kebanyakan. Dia memang lebih mirip orang timor. Dan dia memang ada keturunan timor dari ayahnya.
Selain Sudirman, dua orang kakak beradik, Ardi dan Harmi juga baru datang. Sama seperti Sudirman, ikut borongan kopi. “Eh, saya jujur tau ini, ikut petik kopi!”, belanya kepada teman-temannya. Ardi yang berbadan besar dan berumur itu memang cukup pantas untuk kerja berat sebenarnya. Sementara Harmi, adik Ardi, si cerewet aktif itu masih sangat lincah untuk di kendalikan.
Sudah pas berarti, semua murid-muridku sudah hadir semua di hari ketiga kegiatan Imtaq sekolah ini. Dan hari ini, Pak Kepala Sekolahku juga hadir. Memang seminggu 2 kali, dia pasti hadir. Meski tak ada keperluan khusus, tapi dia hadir.
Aku hari ini lebih sibuk dari biasanya. Mengurus anak-anak kelas rendah memang lebih membutuhkan tenaga ekstra. Kelas 1-3 sejak tadi tak ada lelahnya berlarian di dalam masjid. Dan saat aku minta untuk pindah ke ruang kelas sekolah, sama saja.
Tapi mereka lebih tenang ketika aku beri tugas menggambar kaligrafi. Seharusnya memang untuk ukuran mereka, tugas mereka hanyalah mewarnai kaligrafi. Tapi aku tidak sempat untuk membuatkan mereka – 21 orang – pola kaligrafi untuk mereka warnai. Biarlah, biar seperti apapun hasilnya.
Mereka sedikit-sedikit bertanya padaku, “Pak guru, gambar aku jelek ya? Jelek-kan gambar saya? ”. Mereka sepertinya memang hanya ingin mengharapkan jawabanku yang berulang-ulang.
“Bagus kok, gambar kamu bagus. Teruskan ya.”, jawabku selalu.
Tingkah seperti ini sama seperti orang dewasa juga sebenarnya. Butuh kepercayaan dan dukungan dari orang lain. Sifat manusia yang kesekian , Cinta Pujian. Secara natural, semua manusia suka pujian.
Sempat aku tanyakan pada mereka, “Mengapa kamu maunya di bilang gambar kamu jelek? Mengapa tidak bertanya, Gambarku bagus kan pak guru?”.
Sofi, si kecil cantik itu menjawab polos, “Soalnya kami malu pak guru untuk bilang gambar kami bagus”.
Ya, sekali lagi dia menerangkan sifat manusia lagi. Sedikit kurang percaya diri untuk mengenali kebaikan diri, dan butuh dorongan orang lain untuk tetap maju.
Aku suka kejujuran mereka, pertanyaan-pertanyaan polos mereka, segala tingkah polah mereka. Selalu membuatku belajar kembali tentang hal-hal kecil. Kemanusiaan. Karakteristik. Sifat. Kebaikan. Keadilan. Semua hal-hal “kecil” yang terlalu sering kita anggap biasa saja, padahal mempunyai pengaruh yang besar untuk kehidupan.
1 Agustus 2012
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda