Har, dan Jalan-jalan Sore Petik Jeruk
Faisal Jamil 14 September 2012Baru saja anak-anak pulang sekolah. Mengikuti kegiatan latihan terakhir untuk persiapan lomba desa untuk yang muslim, dan sekedar mengisi waktu disekolah untuk yang non-muslim. Beberapa kali anak-anak yang beragama kristen dan hindu masuk sekolah, dan diisi dengan kegiatan non kurikuler, seperti menggambar, menulis, dan hari ini, bermain sudoku. Aku mengajari mereka main sudoku, menghibur dan juga menantang. Meski baru 2 hari yang lalu aku memulai bermain sudoku dengan cara yang benar. :)
Anak-anak Bali, seperti biasa tidak mau langsung pulang. Mereka mau membaca buku-buku dahulu di perpustakaan. Sampai mereka lapar atau mengantuk, barulah mereka pulang ke rumahnya. Sekitar 30 menit berjalan kaki di sekeliling pohon kopi dan pohon dadap.
Setelah semua anak-anak Bali pulang, aku melihat Har dan Vatun. Mereka anak-anak Labuan Kananga yang pernah aku ceritakan. Aku panggil mereka, aku ajak main di perpustakaan. Mereka ternyata tidak sekolah karena di minta bantu pungut kopi tai musang oleh orang tuanya. Aku juga tidak langsung pulang. Aku ingin membaca komik hari ini. Mereka berdua datang ke perpustakaan dan langsung memilih buku-buku yang ada di lemari buku.
Har adalah anak yang suka sekali bercerita. Bercerita mengenai temannya, Ibu Riri, Ibu Mori, pengalamannya, dan segala sesuatu yang ingin ia ceritakan. Dia juga suka bernyanyi. Dari mulai lagu-lagu anak, lagu nasional, sampai lagu-lagu sountrack sinetron ‘PA’ yang sangat Booming disini.
Aku mengajaknya ikut lomba membuat karangan yang pernah aku beritahu ke anak didikku. Aku ajak dia ikut lomba, atas permintaan Ibu Morin, gurunya di sekolah Kenanga.
“Tidak ada waktu untuk mengerjakannya pak saya”, Kata Har.
Aku bujuk ia dengan hadiah yang memang disediakan oleh panitia, Jalan-jalan ke Jakarta. Ibu Mori juga menelpon dan mengajak Har untuk ikut lomba. Akhirnya dia mengangguk. Aku ambilkan kertas folio bergaris dan pulpen untuknya membuat tulisan.
Sampailah ia berkata, “Mungkin kalau tidak ada pengajar muda, kita sudah bodoh, pak. Tidak bisa gapai cita-cita”.
Aku tersenyum dan tertawa. Aku bertanya, “Mengapa begitu?”
Dia menjawab kembali, “ Iya pak, dulu kita bodoh. Dulu kita gak bisa bahasa Indonesia. Bicara bahasa Indonesia saja susah dulu pak.” :)
Dia memang anak yang unik. Mudah sekali bercerita, selalu berkata apa saja yang ia mau. Salam yang paling spesial untuk Har, dan dua guru spesialnya, Ibu Riri dan Ibu Mori.
Jalan-jalan sore dan petik jeruk
Sore ini aku bosan duduk di paruga depan rumah. Aku ingin berjalan-jalan. Selain itu, aku ingin ke rumah anak-anak yang tidak masuk sekolah hari ini. Ardi, Ryan,Rizal, dan Mukhsin. Mereka semua ikut lomba di desa, tapi hari ini tidak masuk, padahal pengumuman pentingnya disampaikan di hari ini. Aku memilih ke kampung tempat Ardi tinggal dulu, yang paling dekat. 20 Menit berjalan kaki. Sementara kampung ketiga anak yang lain, butuh sekitar 45 menit berjalan kaki.
Sesampainya di kampung atas,aku berjalan dari rumah ke rumah. Mencari anak murid yang aku kenal untuk berjalan-jalan bersama denganku. Dapat satu. . Muhammad namanya, anak pak Sarme. Dia sedang bermain roda-roda sepeda yang dijalankan dengan kayu. Di pukul-pukul sambil berlari. Permainan yang paling sering aku lihat dimainkan oleh anak laki-laki di Tambora.
Aku mengajaknya berjalan-jalan. Ke rumah anak-anak yang aku sebut. Ada Harmi, adiknya Ardi. Ardi tidak ada tapinya. Aku hanya menitip pesan kepada ayahnya untuk meminta Ardi datang saat lomba lusa besok. Aku melanjutkan kunjungan, dan bertemu dengan Suharti. Anak murid kelas 6 yang pandai itu. Dia membawa satu tas berisi jeruk hasil petik di jalan tadi. Aku tanyakan kepadanya, untuk apa jeruk itu. Katanya untuk diambil airnya dan diminum saat berbuka puasa. Waah, kelihatannya enak. :). Aku diajak Muhammad dan Harmi mengambil jeruk juga. Mereka terlihat takut saat pulangnya nanti. Sepanjang perjalanan, mereka selalu berkata bahwa mereka berani pulang sendiri nantinya, asalkan berdua. Haha.
Di perjalanan ada tambahan personel, Sudirman. Juga dengan roda dan kayunya. Akhirnya kami berempat berjalan mengambil jeruk itu. Diperjalanan, mereka bercerita tentang Hantu-hantu yang ada di kampung mereka dan cara menangkalnya. Dengan membakar lombok (cabai) atau dengan membakar garam. Banyak sekali ceritanya. Antara semangat bercerita dan ketakutan mereka saat pulang nantinya. Dan si Harmi, tidak pernah lepas memegang tanganku saat bercerita.
Sesampainya di pohon Jeruk, kami memetik beberapa jeruk untuk kami berempat. Masing-masing mengambil bagiannya masing-masing. Terserah jumlahnya. Aku kedapatan paling banyak. “Untuk pak guru sekeluarga”, kata mereka. Haha. Lucu sekali anak-anak ini. Menyegarkan.
Sepanjang perjalanan pulang sendiri, aku terus menikmati setiap detik pemandangan yang aku lihat. Setiap detik pengalaman yang aku alami. Sesederhana apapun itu. Aku berjanji menikmatinya.
06 Agustus 2012
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda