Buku Curhat :)
Faisal Jamil 10 Februari 2013Aku mempunyai sebuah “program” untuk anak-anak SDN Tambora lewat sebuah buku .Buku yang pada akhirnya sangat ku nikmati keberadaannya. Bisa membuatku mengenal seorang anak lebih dekat, mengetahui kesedihannya, pengalaman kesehariannya, dan juga kebahagiaannya.
Buku Curhat namanya. Awalnya aku membuat buku ini karena aku ingin anak-anak belajar menulis. Aku pernah mengikutsertakan mereka ke dalam sebuah lomba menulis. Dan hasilnya, kebanyakan dari mereka masih terlalu kaku dalam menulis. Banyak yang bingung harus bercerita apa. Mereka juga tidak tahu dimana harus menempatkan titik, koma dan tanda baca lainnya. Nah, aku berfikir cara termudah untuk melatih mereka menulis adalah dengan bercerita pengalamannya sehari-hari.
Aku meminta mereka menuliskan pengalamannya sehari-hari lewat sebuah buku tulis kosong yang aku bagikan. Mereka bebas menulis apapun, menggambar apapun, bercerita tentang apapun. Tidak perlu takut salah mengenai ceritanya .Banyaknya tulisan juga tidak aku atur. Feel free to write. Nantinya aku akan baca, dan aku komentari tulisannya. Hari berikutnya akan aku bagikan kembali kepada empunya. Waktu pengumpulannya tidak aku atur. Ada yang mengumpulkan setiap selang satu hari, ada juga yang seminggu sekali. Aku ingin mereka merasakan bagaimana kenikmatan bercerita, dan kenikmatan di komentari ceritanya. J
Awalnya buku curhat ini hanyalah untuk anak-anak kelas 3 dan 4, kelas yang aku ampu. Tetapi, anak-anak kelas lain iri, sehingga mereka juga meminta buku itu dan ikut menuliskan buku curhat mereka. Aku senang-senang saja. Hal ini berarti mereka juga bisa belajar menulis lewat buku curhat itu.
Setiap malam hari atau pagi keesokan harinya, aku mempunyai tugas untuk membaca cerita mereka. Dulu di awal adanya program buku curhat ini, mereka hanya menulis satu halaman. Setelah mereka membaca komentarku, mereka senang, dan menulis sebanyak apapun yang mereka mau. Sempat ada yang menulis 4 lembar. Dan hasilnya, lelah aku membacanya. :). Tapi tak apa, aku usahakan membacanya dengan seksama. Aku komentari titik komanya, penulisan tanggalnya, atau penulisan katanya dengan warna pulpen yang berbeda. Lama-kelamaan, mereka aku lihat sudah mulai mengerti penggunaan titik-koma. Mungkin selain karena di ajarkan di kelas, mereka juga melihat koreksi dari aku, dan melihat tulisanku.
Sekarang setelah sekitar 4 bulan adanya buku curhat itu, aku tidak terlalu banyak lagi mengoreksi tulisan mereka. Karena sudah ada sedikit perubahan dari tulisan mereka. Yang aku lebih banyak komentari adalah cerita-cerita mereka. Karena ternyata mereka benar-benar terbuka tentang segala masalah di kehidupan mereka dan pengalaman mereka lewat buku curhat itu. Dan disinilah letak kebahagiaan baru ini muncul. Kebahagiaan mengenal lebih dalam.
Suharti misalnya. Dia pernah bercerita mengenai dirinya yang tidak suka di panggil Titok oleh teman-temannya. Dia mengaku kesal ketika mendengar panggilan itu. Aku terenyuh ketika membacanya. Karena awalnya aku pikir itu panggilan sehari-harinya, sehingga aku pernah memanggilnya seperti itu. Tapi ternyata dia tidak suka. Aku berjanji padanya untuk tidak memanggilnya seperti itu lagi, dan memberi tahu teman-temannya untuk tidak memanggil seperti itu lagi.
Suharti juga pernah bercerita mengenai dirinya yang merasa diperlakukan berbeda dengan ke-5 saudaranya yang lain. Dia merasa tidak di sayang karena merasa paling sering dimarahi atau di suruh-suruh oleh kakak dan orang tuanya. Aku tenangkan dia. Aku berikan semangat padanya untuk tetap berlaku baik kepada orang tuanya. Aku berikan pemahaman bahwa orang tua pastinya sayang kepada anak-anaknya, dalam bentuk apapun kasih sayangnya.
Ada lagi mengenai Sudirman. Anak kecil yang selalu menarik perhatianku dan perhatian orang-orang baru yang datang karena tingkahnya yang sangat aktif. Dia pernah bercerita mengenai pengalamannya saat kesal dan menghina dengan kata-kata kasar kakak dan orang tuanya saat diminta mencari kayu bakar saat bermain. Dia mengaku sangat menyesal saat itu dan berjanji padaku untuk tidak mengulanginya kembali. Aku tersentak ketika membacanya, karena membayangkan saat itu terjadi. Tapi setelah aku pikir, Sudirman telah menunjukkan sikap baiknya. Dia mau menceritakan pengalaman ini kepadaku, padahal dia tahu perbuatan buruknya ini tidak aku sukai. Dia juga tanpa aku minta menunjukkan sikap menyesalnya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali. Aku salut padanya. Aku tunjukkan bagaimana aku salut akan keberaniannya menceritakan hal ini, dan salut akan sikap menyesal dan janjinya. Aku minta dia meminta maaf kepada orang tuanya, dan tidak mengulanginya kembali.
Aku juga sering tertawa sendirian ketika membaca buku curhat mereka. Aku sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan menggelikan dari mereka. Misalnya saat Yusika, murid kelas 4 bertanya, “ Pak Guru waktu kecil dulu makan apa sih, kok bisa gemuk seperti ini?”. Pernah juga Ida, si murid kelas 6 bertanya, “ Pak Guru punya pacar tidak?”. Haha. Aku menjawab semua pertanyaan itu dengan se-elegan mungkin. J
Tidak jarang juga aku membaca kata-kata yang membuatku tersenyum “memerah” dari anak-anak. Seperti misalnya saat aku lama pergi ke kota karena ada urusan program kabupaten, Ketut kelas 6 berkata, “Pak Guru kenapa pergi lama sekali?. Apa pak guru tidak kangen dengan kami?. Kami kangeeeen sekali dengan bapak”. Atau juga Sahni si kecil kelas 3 menuliskan, “ Pak guru yang baik, lucu dan imut, aku senang deh di ajarkan oleh pak guru.”
Alhamdulillah. Keberadaan buku curhat ini tak terasa membuat anak-anak saat ini lebih lancar menuliskan cerita pengalaman mereka. Mereka tak jarang menuliskan 2 sampai 4 halaman buku tulis menceritakan kehidupan sehari-hari mereka. Meskipun masih banyak yang harus di evaluasi mengenai tulisan mereka, tentunya setidaknya ada kemajuan dari kemampuan menulis mereka. Dan tidak hanya untuk mereka manfaatnya. Aku pun jadi lebih mengenal mereka. Lebih mengetahui kehidupan pribadi anak-anak muridku. Tidak hanya itu, aku pun merasa setiap hariku menjadi menarik dengan kejutan-kejutan tulisan dari mereka. J
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda