"Menjadi Terdepan"

Faisal Effendi 30 Juli 2011
Para Pengajar Muda adalah pejuang-pejuang yang tangguh. Karena tangguhnya, dulu saat pelatihan di Modern Training Camp, kita saling berebut untuk memilih tempat yang paling ekstrim, dimana tidak ada listrik, tidak ada sinyal telepon, jalanan jelek, bangunan sekolah yang kurang layak, dan jauh dari hingar-bingar peradaban. Semakin jauh tempat tersebut, justru semakin banyak peminatnya, begitu situasi yang terjadi ketika kita semua dihadapkan untuk memilih daerah penugasan saat di tempat pelatihan. Sepertinya seru apabila kita mampu melewati tantangan tersebut setahun. Tentu banyak pembelajaran kehidupan dari pengalaman tinggal bersama masyarakat di penjuru tanah air. Saya sendiri sebetulnya menginginkan wilayah yang jauh. Tapi seandainya diberikan wilayah yang dekat, saya tidak akan menolak. Karena dari awal sudah meniatkan diri untuk siap ditempatkan dimanapun dan menerima segala tantangan apapun resikonya. Sampai pada akhirnya saya ditugaskan untuk mengajar di wilayah Tulang Bawang Barat (TBB), Lampung, tepatnya di kampung Mercubuana. Di kampung ini, adalah pusatnya kecamatan, wilayah yang cukup strategis dan merupakan “gerbang” pertama menuju ke semua kampung-kampung daerah penempatan ke-9 orang pengajar muda TBB. Pernah terbersit pertanyaan dalam hati, “Kenapa kok saya mendapatkan wilayah yang paling dekat. Kenapa tidak wilayah yang jauh. Sepertinya tidak ada tantangan yang harus saya hadapi”. Berhari-hari pertanyaan itu muncul di dalam hati termasuk membandingkan kondisi teman-teman lain, yang meskipun perempuan, tapi ditempatkan di wilayah yang agak jauh. Namun seiring dengan waktu pertanyaan itu sirna. Saya baru menyadari betapa pentingnya ditempatkan di wilayah “terdepan” setelah beberapa lama tinggal di sini. Bukan karena wilayah ini enak karena relatif dekat dengan pusat kota. Tapi lebih kepada tanggung jawab untuk membantu teman-teman PM yang kampungnya lebih jauh daripada kampung saya. Selain dibutuhkan skill yang mumpuni dalam mengendarai sepeda motor, saya juga harus standby kapan saja apabila dibutuhkan. Ini sekaligus menjadi kehormatan dan tantangan agar tujuan IM di wilayah TBB bisa tercapai selama setahun ini. Banyak “peran” yang sudah saya mainkan dengan di tempatkan di kampung paling depan. Mulai dari tukang ojek, pemandu, maupun tukang pos. Seringkali saya mengantarkan teman-teman ke toko-toko untuk membeli bahan-bahan pengajaran, pergi ke bank untuk transfer atau mengambil uang, membeli jajanan enak yang tidak kami dapati di kampung dan sekedar melihat-lihat keramaian pasar Unit 2. Atau menjemput teman-teman sehabis berbelanja dari pusat kota untuk kembali ke rumah melewati kampung saya. Memandu tamu dan tim IM yang datang dari Jakarta untuk melakukan kunjungan ke kampung-kampung PM di Tulang Bawang Barat, sudah merupakan tugas dan kewajiban saya sebagai yang terdepan.

Jika ada kiriman paket atau surat dari luar, saya harus pergi ke kantor pos yang terletak di Unit 2—Jalan Lintas Timur—berjarak  8 km dari tempat tinggal saya. Mengambil surat dan paket tersebut—yang  cuma mentok di kantor pos—untuk  ditaruh di rumah atau mengantarnya langsung ke rumah teman-teman layaknya tukang pos. Mengantar mereka kesana kemari dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kampung ke kampung lain, menerobos jalanan yang kadang berlumpur dan berdebu, belum lagi panas berpeluh keringat sebetulnya menimbulkan kelelahan. Tapi deretan karet yang menghijau berjejer rapi menciptakan keteduhan dan semangat di sepanjang jalan yang saya lalui. Bagi saya pemandangan karet yang indah tersebut sudah cukup untuk menjalani kehidupan penuh kesan di sini.

Cerita Lainnya

Lihat Semua