TRAGEDI KUNCI
Ester Dwi Wulan Nugraheni 8 Desember 2011Acara masuk kelas di pagi dan menutup kelas di siang hari selalu membuat repot saya dan anak-anak kelas lima. Kunci kelas kami sulit digunakan. Jadi, terkadang membutuhkan waktu lama untuk membuka maupun mengunci pintu kelas. Selain sulit dikunci, murid-murid dari kelas lain juga sering tiba-tiba masuk di kelas kami pada saat pelajaran. Maka dari itu, pintu kelas sering dibuka tutup. Terkadang bahkan terjadi keributan saling dorong-dorongan pintu antara anak-anak kelas lima dan kelas lain.
Hari itu saya dibuat agak kesal dengan tingkah beberapa anak kelas lima. Mereka tidak fokus belajar lantaran melakukan aktivitas lain di dalam kelas. Perintah saya untuk duduk tenang di dalam kelas agak dihiraukan. Saya pun mendekati mereka yang tak memperhatikan ini. Mereka berdiri di dekat pintu. Sambil menyuruh mereka duduk, saya melihat aktivitas apa yang sedang mereka lakukan. Ternyata mereka sedang membuat kunci kayu sederhana agar pintu tak mudah dibuka dari luar. "Buat kunci ibu, biar anak-anak lain tidak masuk kelas," begitu kata mereka. Melihat apa yang anak-anak ini lakukan, saya berubah pikiran dan mengurungkan niat untuk marah. Tak saya sangka, ternyata murid-murid saya ini kreatif. Tanpa perintah dan tak disangka, mereka mencoba menyelesaikan masalah agar anak-anak kelas lain tidak sembarang masuk kelas lima dengan membuat kunci. Mereka membuatnya sendiri. Melihatnya, saya menjadi bangga dan terharu.
Perasaan saya tambah bahagia ketika siang hari kami mau pulang sekolah dan harus menutup pintu kelas. Kebetulan, siang itu kunci pintu kami kembali tidak dapat dipakai, padahal pintu kelas harus dikunci agar tidak ada barang yang hilang. Kami pun mencari cara agar tetap bisa mengunci pintu. Akhirnya, kami menemukan jalan kaluar, yaitu mengunci pintu dari dalam menggunakan kunci yang dibuat oleh anak-anak tadi. Untuk itu, kami memilih Wiro yang berbadan kecil untuk mengunci dari dalam kelas dan keluar melalui jendela. Memang tidak sopan keluar dengan cara memanjat jendela. Tapi, bagaimana lagi, jika tidak melakukannya maka pintu kelas tak bisa dikunci. Meskipun hari itu agak membuat saya kesal, tapi kreatifitas anak-anak tergali. Sebenarnya, mereka adalah anak-anak yang kreatif dan cerdas. Buktinya, tanpa diajari mereka bisa menemukan cara sendiri untuk mengatasi pintu yang tak bisa dikunci. Artinya, anak-anak desa Pelita yang ada di daerah pelosok sebenarnya juga bisa berprestasi lebih, hanya saja kesempatan mereka masih kurang dan belum terasah.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda