SABARIA DAN GALANG

Ester Dwi Wulan Nugraheni 13 Desember 2011

Hampir setiap malam dia mengunjungi saya di rumah untuk belajar membaca. Bahkan, dia tak mau lagi memanggil saya Bu Guru atau Bu Ester ketika di rumah. Dia lebih memilih memanggil saya Kak Ester."Sama seperti Galang", begitu ungkapnya memberikan alasan mengapa harus memanggil saya Kak Ester. Dia ingin memanggil seperti itu agar sama dengan Galang --adik priara (adik angkat)saya-- biasa memanggil saya. Namanya Sabaria, seorang murid kelas 1 SD yang belum mampu membaca dan menulis. Sebenarnya, usianya belum mencukupi untuk masuk SD. Namun, karena ketika sekolah di TK dia jarang masuk lantaran gurunya yang jarang juga datang ke sekolah, Sabaria akhirnya dimasukkan SD agar tetap sekolah.

Sabaria rajin datang ke rumah saya untuk belajar membaca. Bahkan, ibunya selalu mendorong dia untuk belajar dengan saya. Begitu pun dengan saya, suka mengajar dia karena semangatnya dan orangtuanya mendukung pula. Namun, saya mengalami sedikit kesulitan dalam mengajarkan membaca dan menulis kepadanya. Pasalnya dia sangat sulit menangkap apa yang saya ajarkan, padahal saya sudah menggunakan berbagai cara, dari menggunakan gambar, gerakan tangan, mengingat dengan hal-hal yang dia sukai, dan lagu. Namun, anak ini tak pernah bisa mengingat apa yang diajarkan. Dia selalu tak bisa mengulangi yang sudah saya sampaikan, misalnya mengingat huruf. Meskipun demikian, dia sangat pintar di bidang yang satu ini, yaitu menggambar.

Untuk usia 5 tahunan, saya kira gambar buatannya sudah bagus. Dia sangat lihai menggambar orang. Logika berpikirnya sudah berjalan dengan baik. Gambar orang buatannya beragam, ada yang memakai sepatu berhak tinggi, gaun, dan sebagainya. Menurut saya, dia sangat berbakat dalam menggambar. Saya pun selalu memotivasi dia untuk tetap menggambar dengan cara sehabis belajar membaca dia boleh menggambar di buku gambar. Dengan ibunya pun saya selalu menekankan bahwa Sabaria bukan anak yang bodoh karena dia belum bisa membaca. Namun, Sabaria punya keunggulan di bidang lain, yaitu menggambar. Saya pun selalu memotivasi ibunya bahwa menggambar itu bukan hal yang buruk dan bakatnya ini harus tetap dikembangkan. Saya merasa bahagia karena beliau menanggapinya dengan baik, bahkan membelikan Sabaria banyak sekali buku gambar. Artinya, ibunya bisa memahami keadaannya.

Ada anak lain yang selalu ikut ketika saya belajar dengan Sabaria. Anak ini lebih kecil dari Sabaria, bahkan belum sekolah. Usianya baru 4 tahun. Namun, jangan salah, dia sangat jenius. Namanya Galang, dia adalah adik priara saya. Berbeda seratus delapanpuluh derajat dengan Sabaria, Galang sangat mudah menangkap dan mengingat hal-hal baru yang diajarkan. Saya tak perlu banyak energi untuk mengajarinya membaca. Hanya dengan diucapkan dan diperlihatkan satu kali saja dia sudah bisa menirukan dan mengingatnya. Bahkan, saat ini dia sudah bisa menambah bilangan sederhana. Selain itu, Galang juga pintar bernyanyi. Dia juga sudah bisa menyalakan dan mematikan laptop serta memfoto menggunakan kamera digital dengan hasil foto yang lumayan.

Sabaria dan Galang memang berbeda, namun mereka memiliki keunggulan di bidangnya masing-masing. Mereka adalah anak pulau yang jauh dari peradaban kota, tapi mereka juga seperti anak-anak lain di negeri ini. Mereka anak yang luar biasa. Semoga orang di desa kami --Pelita-- akan semakin terbuka dengan hal-hal baru yang positif sehingga anak-anak lebih memiliki dunia yang indah dan bisa mengembangkan bakatya masing-masing. Ingin rasanya segera beranjak ke tigapuluh tahun lagi dan bisa melihat anak-anak di desa kami beranjak menjadi orang dewasa. Mungkin Galang akan menjadi seorang ilmuwan dan Sabaria menjadi desainer yang handal.  


Cerita Lainnya

Lihat Semua