info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

BELAJAR WAWANCARA

Ester Dwi Wulan Nugraheni 14 November 2011

Saya mulai pelajaran Bahasa Indonesia saat itu dengan agak naik pitam. Anak-anak banyak yang mengobrol sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan saya. Materi saat itu adalah wawancara. Saya ajak anak-anak untuk melakukan praktik wawancara langsung dengan menentukan orang-orang yang mau diwawancarai terlebih dahulu. Akhirnya, terpilihlah empat profesi yang akan kami wawancarai, yaitu guru, petani, tukang bangunan, dan nelayan. Pertama, saya suruh anak-anak untuk menuliskan daftar pertanyaan. Namun, mereka semua malah saling ribut dan hasilnya tidak paham instruksi saya. Hanya ada beberapa anak saja yang memperhatikan dan memahaminya. Agar tidak berlama-lama, langsung saja saya ajak mereka keluar kelas untuk melakukan wawancara secara langsung.

Pertama kami wawancara di tukang bangunan yang kebetulan berada di sekolah karena sedang membangun perpustakaan. Saya kira anak-anak akan mengalami kesulitan ketika wawancara karena mereka sebelumnya tak begitu memperhatikan penjelasan saya. Tapi, ketika praktik, mereka malah sangat bersemangat. Dengan spontan, ada yang pura-pura menjadi pewawancara, ada pula yang pura-pura memegang mic dan disodorkan pada orang yang diwawancarai. Selain itu, ada yang pura-pura memegang kamera untuk merekam video wawancara. Saya pun menyuruh beberapa anak untuk mengambil foto kegiatan ini. Mereka semua bersemangat dan berebut bermain peran. Wawancara terus kami lanjutkan. Selanjutnya ialah wawancara Bu Wia, salah seorang guru SD Ambatu Pelita dan dilanjutkan wawancara dengan petani yang rumahnya ada di sekitar sekolah.

Kegiatan wawancara yang terakhir dengan nelayan. Usai mewawancarai petani, saya mengikuti langkah anak-anak yang berjalan menuju lao (arah menuju pantai). Namun, saya agak heran mengapa anak-anak berbelok ke SMA, padahal kami akan mewawancarai nelayan. Kami pun masuk ke ruang guru dan anak-anak langsung mewawancarai seorang bapak dengan pertanyaan yang tertuju untuk nelayan. Si bapak menjawab semua pertanyaan anak-anak. Di akhir wawancara, si bapak tadi berbicara seperti ini, "Anak-anak, kalau bapak ini pekerjaannya kepala sekolah. Kalau kepala sekolah itu mengajar di sekolah. Pertanyaan anak-anak tadi itu untuk nelayan, bukan untuk bapak", jelas si bapak dengan agak tertawa. Saya pun agak kaget dan rasa penasaran saya dari awal mulai terjawab. Ternyata, anak-anak menganggap bapak sekolah SMA tadi sebagai nelayan gara-gara beliau suka memancing di pantai.Saya pun ingin tertawa tapi juga tidak enak. Akhirnya, saya menjelaskan ke anak-anak, bahwa terkadang ketika kita mencari narasumber untuk diwawancarai bisa mengalami kesalahan atau keliru. Jika hal tersebut terjadi maka harus meminta maaf. Anak-anak pun meminta maaf kepada si bapak.

Usai wawancara, saya masih menahan tawa karena kejadian tadi. Kami pun pulang ke sekolah dengan hati gembira karena wawancara berjalan dengan lancar meski ada sedikit kekeliruan. Di sepanjang jalan, beberapa anak bertanya pada saya apa nama profesi orang yang suka wawancara untuk mencari berita, padahal di kelas sudah saya jelaskan. Saya menjawab bahwa profesi tersebut adalah wartawan dan menjelaskan ke anak-anak bahwa mereka bisa menjadi wartawan jika rajin belajar. Mungkin, bagi anak-anak ini, penjelasan di kelas saja tidak cukup dan profesi wartawan merupakan hal baru yang mereka kenal. Seperti cerita tadi, mereka baru benar-benar paham ketika diajak mempraktikkannya. Semoga kelak saya bertemu dengan salah satu atau mungkin beberapa dari anak-anak ini dalam tugas kerja mereka sebagai wartawan profesional. Amin..... 


Cerita Lainnya

Lihat Semua