Rayuan Pulau Kawio

Ertina Priska Erlayas Sebayang 28 Agustus 2012

Because teaching in Kawio should come with a serious travel warning  

Jurus Rayuan #1: Bintang Berlebihan

Aku mau kalian tau betapa tertegunnya aku dengan pemandangan tadi malam saat KM. Kumala Ceria bersandar di perairan #Kawio pukul 19.45 WITA. Seperti biasa, kami menjangkau pulau dengan perahu kecil (tambangan) karena dermaga belum diresmikan.

Gelap gulita, hanya langit yang bertabur berlian yang jadi cahaya kami. Berlebihan kau bilang? Memang. Tuhan agaknya berlebihan melepas bintang di langit kita malam itu. Ombak jauh lebih tenang daripada yang kami lalui sepanjang perjalanan, mataku terus kulayangkan ke langit luas,

 aah~ kalau kutekuk lagi leher ini menghadap ke depan, akankan yang kulihat jadi tembok gedung dan projektor raksasa lalu mendapati diriku sendiri berada di Planetarium? Atau di rumah, di #Kawio?

 

Jurus Rayuan #2: Tarian Siluet Pantai

Pertanyaan retorisku terjawab sendiri ketika wajahku diganggu sorotan senter dari kejauhan, dari arah pantai. Disitu aku merinding, aku bisa lihat siluet-siluet manusia yang duduk-duduk di atas pasir. Sekitar dua meter dari jarak jangkauan ombak membasahi lekuk bibir pulau kami. Tambangan kami semakin mendekat ke arah cahaya, sekali-sekali membelok ke kanan atau ke kiri, menghindari karang pantai. Dari arah cahaya, sebentar-sebentar siluet tubuh mungil lari kesana kemari.

Seperti menari-menari mereka itu, lompat kesana-kemari menyambut kedatanganku kembali.

Malam berakhir dengan hujan. Pagi datang.

 

Jurus Rayuan #3: Cakrawala cemerlang,

dan bumi diliputi terang. Gelap lari tunggang langgang. Aku dan anak-anakku,

bersandar pada tari warna pelangi

 

Jurus Rayuan #4: Renungan Harian

Pagi itu kami hanya menghabiskan waktu di Pantai Daratu, sebelah timur pulau, yang bagi aku dan anak-anak ini cukuplah. Hangatnya pasir ini, diatasnya kami diam rasa terbang. Atau mungkin cuma lamunanku saja, pikirku~

Perhitungan ilmiah menunjukkan bahwa kita bergerak meski sedang berada dalam posisi diam. Permukaan bumi pada garis khatulistiwa berotasi dengan kecepatan sekitar 1609 km/jam. Kecepatan bumi berevolusi mengelilingi matahari adalah 107.23km/jam, sementara melintas dengan kecepatan 69.199km/jam menuju bintang Vega dalam konstelasi Lyra. Sedangkan Galaksi Bimasakti kita ini melintasi anggkasa raya dengan kecepatan 2jt km/jam. Lagi aku, di pantai itu duduk diam.

Setidak-tidaknya aku merasa seolah-olah seluruh waktu dan gerakan berhenti di bawah teriknya sinar matahari siang itu. Sambil mengawasi anak-anakmu lepas tertawa diajak bercanda oleh ombak dan air masin (laut).

Nyatanya kan salah, karena dari fakta yang ada kita bergerak melintasi cakrawala dengan kecepatan luarbiasa! Bukankah begitu juga kita bergerak melintasi hari demi hari menuju tua? Jika direnungkan; apalah yang akan kubuat seraya bergerak menuju tuaku, adakah hariku memanusiakan manusia lain atau sia-sia bahkan untuk diri sendiri? Adakah kedamaian yang aku bagikan dari segala jam di bangun & jalanku? Adakah mimpiku memberi terang bagi mimpi mereka? Saat ini adalah saat ini, akan lalu & tidak akan terulang lagi. Aku pandangi anak-anakku basah kuyup, berlari kearahku.

 

Jurus Rayuan #5: Nyanyian Alam

"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, agar kami beroleh hati bijaksana," lamunku membuncah mencari cara terlafal lidah jadi doa.

 “Lagu alam memang sunyi, sayang," tapi coba duduk diam & tinggal tenang.

Simfoni lambaian nyiur, alunan suara ombak, dan bisik pasir sepakat dalam amin. Sepakat bernyanyi mengiringi mimpiku dengan nada² mimpimu. 

Setidaknya satu, mencerdaskan anak-anak masa depan yang sembunyi di pulau berlimpah rayu.

Kami basah kuyup berpelukan. Wajah mereka menempel di wajahku. Kami berbagi pasir di rambut

Entah mana yang lebih merdu, nyanyian alam atau gelak tawa kami

Entah mana yang lebih bersinar, matahari atau binar mata bahagia anak-anak ini


Cerita Lainnya

Lihat Semua