Ibu, aku kak jadi Penulis!

Erni Yunita Sari 7 Februari 2015

Di desa penempatan para Pengajar Muda Indonesia Mengajar, salah satu cara agar bisa terhubung dengan dunia luar adalah dengan menjalin hubungan lewat Surat. Dan para Pengajar muda pun memfasilitasi anak didik untuk terhubung dengan para Sahabat Pena. Melalui sahabat pena, anak-anak bisa mengenal kakak-kakak yang ada di kota. Begitu pula dengan anak-anak di SD N 09 nanga lungu, kabupaten Kapuas Hulu. Anak-anak menjalin hubungan dengan saling berkirim surat dengan kakak-kakak di Jawa. Kakak-kakak sahabat pena pun berasal dari berbagai profesi. Seperti dokter, guru, wartawan, penulis dan lain sebagainya.

            Setiap surat dari sahabat pena sering kami sebut dengan surat cinta. Awal tahun ini, anak-anak beruntung mendapatkan surat cinta dari seorang kakak pena. Surat cinta itupun di sambut dengan sorak sorai dan suka cita dari anak-anak. Kenapa? Karena mereka tau dengan datangnya surat cinta, pasti ada banyak kabar yang akan didapat tentang ‘dunia luar’ nan jauh disana. Dan itu berarti bahwa akan ada banyak ilmu baru yang bisa dipelajari. Karena ilmu itu tidak hanya dari buku matapelajaran saja.

            Nah kali ini, anak-anak mendapatkan surat cinta dari seorang dokter cantik di jawa barat dan seorang penulis dari Solo, Jawa Tengah. Seperti biasanya, mereka pun selalu antusias menerima surat tersebut dan kadang mereka berebut ingin membacanya keras-keras di depan kelas. Aku pun akhirnya menunjuk dua orang siswa untuk membaca surat tersebut. Satu siswa bernama elen untuk membaca surat dari kakak Dokter Tita, dan Joni untuk membaca surat dari Kakak Diah. Mereka pun bergantian membacakan surat tersebut didepan kelas.

Usai joni membacakan surat dari Dokter Tita, anak-anak pun saling bersahutan menyampaikan banyak pertanyaan. Tentang profesinya, tentang kota hujan asal sang dokter, tentang sekolahnya, dan lain sebagainya. Dan aku pun memberikan penjelasan sesuai dengan pertanyaan yang mereka lontarkan meski saling bersahutan. Kemudian si elen pun membacakan surat dari kak diah, seorang penulis dongeng anak. Selain membaca surat cinta tersebut, kakak diah juga mengirimkan buku karyanya.

Dan inspirasi itupun kembali menguap. Aku seperti menyaksikan pemikiran dan bayangan mereka tentang masa depan seolah beterbangan memenuhi sekeliling kepala mereka. Mereka membaca buku-buku kiriman dari kakak sahabat pena, yang disertakan juga saat menuliskan surat cinta. Dan akupun tersenyum bahagia melihat senyum indah mereka.

Dan sore harinya, ketika aku sedang asik membaca buku diteras depan rumah. Ada seorang muridku yang berlari-lari dari hulu kampung menuju rumahku. Dia adalah Joni, siswa kelas V SD N 09 nangalungu. Sambil terengah-engah dia mengatur nafas dan mendekat padaku.

“Ibu, bila nuan kak milir ke putussibau?” (Ibu, kapan kamu turun ke putussibau?)

“Nanak bah, bulan depan ibu milir. Pencak teh?” (Nanti, bulan depan ibu turun ke kota. Ada apa?)

“Aku kak nitip sesuatu, tau?” (Aku mau nitip sesuatu, boleh?)

“Aok meh. Kak nitip apa Joni?” (iya, mau nitip apa Joni?)

“Aku kak nitip Buku Diary. Aku kak jadi penulis baka kakak Diah. Tau ibuk?” (Aku mau nitip buku Diary. Aku mau jadi penulis seperti kakak Diah! Boleh ibuk?)

“Aok. Tau meh.” (iya, boleh lah)

Sambil tersenyum berbinar aku pun menjawab sama antusiaanya dengan Joni, “Nanak ibu belikan bah dinun” (nanti ibu belikan ya disana)

Dan kemudian Joni pun mengucapkan terimakasih dengan menunjukkan wajah yang sangat bahagia. Dan aku, sepertinya jauh lebih bahagia lagi, dengan perasaan yang entahlah. Aku ingin menjadi penyambung mimpi mereka. Terima kasih kakak-kakak sahabat pena. Terimakasih atas semua Inspirasinya. Terimakasih Indonesia. Kelak aku ingin menjadi saksi atas keberhasilan anak-anak dari pelosok yang berkarya untuk Indonesia. ^_^

 

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10200450029729568&set=pcb.10200450030689592&type=1&theater


Cerita Lainnya

Lihat Semua