Pelajaran dan Ujian di Pagi Hari

Erma Purwantini 12 Maret 2012

Hari ketiga kuawali dengan mengenakan vest berwarna oranye bekal dari kantor. Pagi ini, aku berangkat bersama-sama dari rumah Ibu Kepala Sekolah bersama Bu Dian dan Bu Nur dan juga rombongan ‘ketek’ dari Dusun Saga. Hari sebelumnya aku sengaja ikut menumpang ‘ketek’ karena berniat menemui SekDes yang bertempat tinggal di Dusun Saga, dekat rumah Ibu Kepala Sekolah.  setelah seluruh penumpang lengkap dan siap, Pak Sastra mulai menghidupkan mesin perahu yang berbunyi “ketek...ketek....ketek....ketek...ketek” ketika berjalan menghantarkan penumpangnya menuju tempat tujuan. Dari bunyi perahu inilah penyebutan moda transportasi di Muara Medak disebut.

Perjalanan Dusun Saga hingga SDN Muara Medak memiliki waktu tempuh kurang lebih setengah jam. Dalam waktu perjalanan tersebut, aku sangat menikmati suguhan alam berupa pemandangan semak-semak di kanan kiri sungai. Duduk di pangkal ‘ketek’ sambil mengobrol dengan Bu Dian tentang kondisi transportasi di sungai ini, sesekali hewan air seperti ular melintas di pandangan mata. Satu, dua rumah ada di sebelah kanan sungai dengan aktivitas warga di pagi harinya. Kulihat ‘ketek’ berpenumpang  anak sekolah tampak di depan mata. Ternyata Ibu Nur, sebagai nahkoda mengambil jalur kiri dengan kecepatan yang lebih tinggi. Anak-anak tampak khusyuk dengan ‘ketek’ nya. Satu orang tampak serius mengemudikan, dan yang di tengah khusyuk juga dengan bukunya. Sepertinya anak ini sedang berusaha menyelesaikan PR dari ibu guru di atas perahu. Aku tertegun melihat pemandangan ini. dalam keadaan gelombang sungai mengayun-ayunkan badan mereka, namun konsentrasi pada buku tetap tinggi. Kalau mungkin di kota-kota besar banyak anak-anak para pejabat yang pagi-pagi sudah antre jalan di dalam mobil pribadi sambil sarapan pagi bekal dari mami.

Dermaga sekolah sudah tampak tak jauh lagi. seragam merah-putih ramai menuruni angkutan sungainya. Dan sekarang giliran kami rombongan dari Dusun Saga mulai menepi. Satu persatu kami turun dari ‘ketek’. Aku mendapat giliran terakhir setelah ransel ku dibawakan Pak Sastra. Yup, pendaratan sempurna. Rumah kayu di tepi sungai ini merupakan dermaga anak sekolah untuk memarkirkan moda transportasinya. Semakin menambah semangatku sudah mendarat dengan sempurna, kulangkahkan kaki kanan dan BYUURRRRRRR....!!!

Tak bisa kuelakkan lagi. badanku tertelan air sungai. Balok kayu yang aku kira pijakan kuat, ternyata hanya tipu belaka. Ya...aku tercebur bersama HP dan kameraku. Aku tak takut bisa berenang atau tidak. Pikiranku langsung tertuju pada tas selempang kecil yang setia menemani perjalananku. Posisi tas sudah berenang-renang di dalam air. Bu Nur dan Bu Dian sekuat tenaga berusaha menarik tubuhku. Alhamdulillah...aku tak lama berendam di air sungai ini dengan pakaian rapiku. Segera ku bergegas melepas baterai barang-barang elektronik ini, berusaha menyelamatkannya. Hingga pukul 10.00 aku masih berkutat dengan pengeringan dua barang elektronik ini, sebelum masuk ke kelas 6 karena sudah berjanji akan memutarkan video tentang alam dari leptop mungilku.

Sungguh, aku ini warga baru di pinggiran sungai. Yang mendapatkan pelajaran berharga di pagi hari agar tak salah melangkah sehingga tepat pada pijakan yang sebenarnya. Dan, hidup di air itu penuh dengan antisipasi dan hati-hati. Sedia payung sebelum hujan, sedia kantong plastik sebelum tercebur.  Dalam hidup, hal yang terlihat sempurna mungkin juga tak seindah hasilnya.  Aku belajar...dan terus belajar pada hari-hari ku ke depan.

9 Maret 2012 pukul 22.01 WIB saat diesel hidup dan masih diselimuti rasa cemas memikirkan nasib kamera yang belum berani kuhidupkan_________________________________________________

Salam Optimis!!!

Erma_Pengajar Muda Kabupaten Musi Banyuasin


Cerita Lainnya

Lihat Semua