Kecil-Kecil itu Siaga

Erma Purwantini 15 Juni 2012

“Bagaimana kalau kita kemah Bu?!” celetukku kepada ibu Kepala Sekolah siang itu saat break jam mengajar. “wah seru itu, mau....mau....” sambung celetukan guru yang lainnya. Rupanya guru-guru yang lain juga menyambut antusias usulan perkemahan. Cukup singkat, mulai surat ijin hingga meminjam tenda di sekolah lain sangat diupayakan oleh Kepala Sekolah dalam mempersiapkan acara persami yang diadakan tanggal 2-3 Juni 2012.

Ekstrakurikuler Pramuka sudah diadakan rutin setiap minggunya sejak kedatanganku kurang lebih 3 bulan yang lalu. Bukan aku yang mengadakan, namun aku hanya mengaktifkan kembali karena selama ini Ibu Nur yang mengampu ekstrakurikuler Pramuka hanya sendirian.

Akhirnya, keinginan untuk mendirikan tenda di halaman sekolah terwujud juga, yang sebelumnya saat penempatan di Aceh Utara aku sangat menginginkannya. Dan...Let’s GO!!!

Cancut tali wondo, mulai dari Kepala Sekolah, guru hingga murid bahu-membahu mempersiapkan demi suksesnya kegiatan perkemahan Sabtu dan Minggu ini. aku pun tak mau rugi, mengambil berbagai peran dalam upaya persiapan yang cukup kilat ini. ini pendirian tenda alias kemah perdana bagi SDN Muara Medak. Wajar jika masih banyak kekurangpahaman guru-guru tentang apa yang akan dilakukan saat acara nanti. lain hal dengan anak-anak, sepertinya mereka jauh lebih paham apa itu kemah.

“Payo bu kita dirikan tenda!!” ucap salah seorang siswa di Sabtu siang yang sangat terik itu. dan wow. Entah itu guru atau murid berhamburan di halaman sekolah menyingsingkan baju untuk mendirikan dua buah tenda yang dipinjam dari SD desa lain. Ya, hanya dua buah tenda yang akan dipergunakan untuk  persami ini. satu tenda untuk Siaga Putri dan satu tenda untuk Siaga Putra. Anak-anak akan dikenalkan pada kondisi yang minimum, tidur beralaskan tikar dan tempat yang terbatas. Namun, tak ada raut wajah yang ketakutan dari mereka. nampaknya mereka sudah mempersiapkan mental untuk perkemahan ini. hmm....atau mungkin memang dasar mereka anak alam kali’ ya?!

Jelajah Alam

Siang yang sungguh terik itu terbayar oleh semangat sore hari para siaga yang akan melaksanakan Jelajah Alam untuk membuka rangkaian acara awal persami. 6 regu secara bergiliran berjalan melewati pos-pos yang telah disiapkan oleh guru. Ada dua pos yang dijaga oleh 2 orang guru. Pos Satu yaitu tentang Sandi Kotak. Setiap Siaga diminta untuk menyebutkan Dasa Dharma Pramuka. Inilah saatnya mereka diuji sebagai anggota Pramuka. Ternyata para Siaga belum hafal, dan punishment pun segera diberikan. Siaga yang tidak bisa menyebutkan Dasa Dharma diberikan tanda di wajah. Dan alhasil, mereka seperti tentara dalam pertempuran. Muka corang-coreng warna hitam. Punishment bagi yang salah tak menyurutkan semangat untuk terus melaju pada perjalanan selanjutnya. Jelajah alam kali ini mengambil tema “Pramuka itu sahabat alam dan masyarakat”. Setelah melewati pos I mereka diberikan amanah untuk melebur bersama masyarakat. Mendatangi salah satu rumah warga yang dilewati,berinteraksi dengan warga tersebut. Mulai dari bertanya nama kepala keluarga, hingga berapa orang cucu nya. Seru, masih itu yang dirasakan mereka. tidak dengan tangan hampa tentunya, anak-anak mendapatkan buah tangan dari warga yang diwawancarai yaitu seperti singkong, ubi, daun singkong bahkan buah pepaya yang semuanya adalah hasil kebun sendiri para warga.  Para Siaga mengeluarkan kemampuan bersosialiasi nya sehingga menemukan sensasi mewawancarai masyarakat. Juga, memberikan pelajaran pada anak sekolah dasar untuk mengenal lingkungan masyarakatnya.

Dengan membawa buah tangan, di pos II mereka berhenti untuk beristirahat sejenak makan bekal yang mereka bawa. Bu Wiwin sebagai penjaga pos segera menginstruksikan untuk mengaplikasikan alam sebagai bagian dari seni. Disini, para Siaga diberikan hak penuh dalam berkreasi membuat tpi dari bahan daun. Memang anak alam, para Siaga menunjukkan jiwa seni alam yang luar biasa. Dari daun pisang, daun singkong , daun “kladi” hingga rumput-rumputan. Menambah cantik dan ganteng saja daun-daun hasil karya mereka ini. sehingga dalam sepanjang perjalanan akhir sebelum menuju camp mereka percaya diri bernyanyi menyuarakan yel-yel penyemangat hasil karya masing-masing egu/barung. “Merah...Semangat!!Ayolah Semangat!!Ayo Kita Pramuka” (lagu Helly) menggema sepanjang jalan depan rumah warga sebelum menuju camp.

Jeritan Malam

Senja mulai mewarnai area camp kami seusai perjalanan seru mereka lakukan. Wajarlah suara perut sudah mulai berdemo. Bersih-bersih diri, ibadah, dilanjutkan dengan makan malam. “Simpan energi!!!” itu sinyal pengingat yang selalu aku ulang-ulang pada para Siaga.

Apel malam yang dipimpin ibu Kepala Sekolah menambah suasana hangat malam minggu kali ini. Para Siaga diberikan arahan-arahan untuk kegiatan Pramuka yang mengedepankan kedisiplinan dan kemandirian. “Kalian bisa merasakan bagaimana perut sudah lapar, namun harus berjuang memasak terlebih dahulu bahkan untuk satu kelompok” ujar ibu Kepala Sekolah setelah sebelumnya ikut melebur di dapur bersama-sama menikmati hasil masakan para Siaga. Baju Pramuka lengkap dengan sepatu dan atribut lainnya masih mewarnai malam ini. secara berkelompok para Siaga dipandu oleh pembina merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan hingga sore itu. dan hampir semua menuliskan “Aku senang dan ingin lebih lama lagi kemah seperti ini lagi”

Seusai refleksi oleh pembina, diiringi nyanyian “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” para Siaga dan pembina membentuk deretan kereta api mengelilingi api unggun yang sukses dinyalakan sesuai dengan rencana. Kemudian, suasana diarahkan kepada rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memejamkan mata menghadap api unggun. Merasakan syukur atas panas api yang masih diciptakan dan atas nikmat alam raya yang menunjukkan Kuasa-Nya. Yah, aku sendiri yang justru ikut melebur pada suasana renungan ini. aku pun ikut merenungi, waktuku tak lama lagi berdiri bersama anak-anak muridku disini. arghhh....sudahlah, optimisme dan semangat itu akan tertinggal disini. Aku yakin itu!!!

Malam ini sungguh menjerit. Jeritan bahagia yang tak henti-hentinya. Bulan yang sepertinya tau suasana para Siaga, menerangi tenda kami dalam lelapnya malam bertabur bintang. Membuat aku tak was-was lagi memikirkan anak-anak atas indahnya paduan langit, bulan dan bintang malam ini. aku pun terlarut dalam pejaman mata.

Mentari Pagi

Seragam warna kuning menghiasi halaman sekolah seiring dengan hangatnya mentari pagi ini. Satu...dua...tiga...empat...tubuh para Siaga mulai digerakkan. Melemaskan otot-otot yang telah mengencang dari aktivitas hari sebelumnya. Pak Sastra memimpin senam pagi kali ini. Tiga kali putaran halaman sekolah pun dilakukan. Tak ada rasa lelah, itu yang kulihat dari raut wajah para Siaga.

Seusai menggerakkan badan, saatnya para Siaga mengisi energi dengan sarapan pagi. Masing-masing regu mulai mempersiapkan diri dengan menyalakan api. Hmm...memang jiwa mandiri tak bisa dipungkiri. Bak chef restoran terkenal mereka melenggak-lenggokkan alat masak di atas kompor. Tak sabar lidah ini segera mencicipi satu per satu hasil masakan nasi goreng para Siaga. Telur, daun seledri, bahkan teri mewarnai piring saji di meja juri. Seluruh guru pendamping segera mendekati piring-piring saji dan nyyuummmyyy...

Perut sudah terisi, waktunya unjuk gigi. Pagi ini merupakan rangkaian akhir dari acara persami. Untuk membuat irama yang memuncak, para Siaga digiring ke belakang sekolah yang dipandu oleh Ibu Nur. Aku dan Pak Sastra sibuk mempersiapkan arena pemacu keberanian mereka. Sebut saja arena “cinta tanah air”. Peluit pertama kutiup dan satu anggota Siaga mendatangiku. Segera saja, merebahkan badan dan byuurr!!!Pak Sastra memberikan air segar di badannya. Bayu, ketua regu Hijau kali itu yang mendapat giliran pertama. Merangkak melewati rintangan tali yang dipancangkan dengan tiang-tiang dari kayu. Priiiittt!!!tanda anggota lainnya siap melewati arena keberanian ini. secara bergiliran mulai dari Siaga Putra hingga Siaga Putri. Merayap, merasakan air dan tanah di tubuh mereka. shock adalah raut wajah mereka ketika pertama melihat arena. Namun, tawa riang bahkan justru malah menikmati lumuran lumpur yang menempel di tubuh mereka.

Sudah puas dengan lulur alami tanah itu, berlarian lah mereka ke sungai untuk meluapkan kesegaran pagi ini. Mulai dari yang hanya mengambil air sungai dengan gayung bagi yang tak bisa berenang, hingga gaya salto bak atlet renang internasional. Kagum, ya aku sungguh kagum dengan murid-muridku. Alam memberikan banyak pelajaran bagi kehidupannya. Alam memberikan ketrampilan dalam mengolah tubuhnya.

Tinggal beberapa hari lagi disini, fyuuhh....aku ingin tersenyum melihat canda tawa riang mereka.

 

Ditemani tenangnya air sungai siang ini.

Muara Medak, enam juni dua ribu dua belas pukul tiga belas empat sembilan

Erma Dwi Purwantini


Cerita Lainnya

Lihat Semua