Inspektur Upacara Memasuki Lapangan Upacara

Erma Purwantini 3 Agustus 2011
Kembali saya mengalami “Upacara Hari Senin Tanggal 25 Bulan Juli Tahun 2011 siap dimulai”. “Inspektur Upacara memasuki lapangan upacara”, begitu kalimat itu diucapkan oleh protokoler kecil, aku segera mengambil sekitar 5 langkah ke depan dari barisan guru-guru. Kali ini saya menjadi pangkat tertinggi di barisan merah-putih pagi ini, Ibu Inspektur Upacara. Sejenak saya membayangkan suasana khidmat yang ada di Gedung Agung Jogjakarta. Bagaimana hening dan mengharu biru suasana Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang tahun sebelum-sebelumnya saya merasakannya. haha khayalan yang terlalu mengada-ada. Ini di Aceh Utara Erma!!! Saya berhadapan dengan pasukan harapan bangsa. Mereka tampak berdiri tidak sempurna melihat Inspektur Upacara memasuki lapangannya. Kulihat dengan senyuman haru bangga, rangkaian upacara satu demi satu dapat dilaksanakan dengan baik. Memang, tak adil jika membandingkan dengan upacara yang diharapkan yang ada di aturan. Jauh dari itu semua, mereka sangat luar biasa. Dengan kondisi keberadaan mereka yang jauh dari akses kemudahan informasi di luar sana, mereka sangat antusia untuk melaksanakan salah satu cara penanaman ke-Indonesia-an di tingkat Sekolah Dasar ini. Laporan dari masing-masing pemimpin barisan terdengar lucu memang, pemimpin barisan kelas 1 masih sangat susah untuk berucap dengan Bahasa Indonesia yang benar. Jangankan untuk bisa sesuai dengan logat militer yang tegas, untuk berucap saja masih dituntun oleh ibu guru yang lain demi melaporkan pasukannya yang sudah siap sepenuh jiwa melaksanakann upacara bendera. inti dari upacara yang saya tunggu-tunggu akhirnya tiba. Satu anak perempuan yang diapit dua anak laki-laki mulai melangkahkan kakinya menuju tiang bendera. Mungkin terlalu jauh jika saya membayangkan jaman SD saya dulu yang juga pernah menjadi seperti mereka. Saya mencoba merefleksikan diri saya kembali pada tanggal 17 Agustus 2004, dimana tugas mulia sebagai Pembawa Baki/Bendera saya laksanakan dengan sepenuh hati. Begitu pula pagi ini, saya berusaha menjadi Inspektur Upacara yang dengan penuh sungguh-sungguh menjalankan amanah. Namun, saya merasa gagal. Ketika bendera direntangkan dan perempuan kecil di tengah mengucapkan dengan nada lirih matanya tertuju padaku “Bendera Siap!!”, semua peserta terdiam. Saya menunggu pemimpin upacara menyuruh semua komponen upacara untuk memberikan penghormatan kepada Bendera Merah-Putih. Namun, cukup lama suara itu tak terdengar. Akhirnya saya mengambil alih tugasnya, dan mengangkat tangan memberikan penghormatan dengan sepenuh jiwa. Dan lagi-lagi, saya merasa gagal menjadi Inspektur Upacara. Ibu Fitri yang berada di jajaran guru berkata “Ibu Erma yang menyanyikan Lagu Indonesia Raya”. Oppsss...okay. Saya beralih tugas menjadi tim paduan suara yang seolah-olah merdu suaranya. Hingga Merah-Putih berada di tempat kehormatannya di ujung tiang melambai-lambai anggun namun tetap kokoh tertiup angin gunung di dusun ini. Setelah prosesi upacara ini sukses, saya kembali menjalankan tugas ku dengan sesungguhnya. Saya dipercaya untuk dapat menyampaikan amanah kepada sahabat-sahabat kecilku ini. Saya berusaha mencurahkan isi hatiku mengenai mimpi Indonesia Mengajar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tentunya dengan belajar. Tak banyak yang saya sampaikan di pagi ini, namun saya menaruh harapan besar apa yang saya sampaikan mampu ditangkap dengan baik dan benar oleh anak-anak. Ya, terkendala bahasa yang cukup asing dengan Bahasa Indonesia. Saya mengakhiri prosesi upacara ini dengan mendengarkan doa yang dipanjatkan agar kami semua mendapatkan keselamatan baik di dunia dan di akhirat. Seluruh pasukan membubarkan diri, dan diakhiri dengan memungut sampah tanda kecintaan pada lingkungannya. Saya pun berakhir dengan senyum bahagia dapat menjadi bagian dari pagi yang khidmat ini. Salam “Merah-Putih” dari  Pengajar Muda Aceh Utara Garda Depan Peta Indonesia, Erma Dwi Purwantini

Cerita Lainnya

Lihat Semua