Dua Dimensi Indonesia
Erma Purwantini 3 Agustus 2011
Pagi ini aku terbangun oleh suara alarm mini yang tak begitu keras. Tak lama kemudian kudengar suara panggilan masuk dari HP ku, hmm....apa boleh buat. Aku hanya bisa melihat siapa yang memanggilku masuk hingga nada dering itu berhenti sendiri. Sinyal di dalam kamarku tak cukup untuk menangkap suara penelepon. Sengaja aku tak beranjak keluar untuk menuju kumpulan sinyal di depan rumah karena terlihat pukul 05.00 di dusunku masih gelap gulita dan baru saja adzan subuh sepertinya (karena tak pernah kudengar adzan subuh kudengar disini) sudah berkumandang. Aku segera menuju ke kamar mandi dan mengambil air wudhu. Setelah salam kedua kulakukan, aku mencoba melakukan diskusi vertikal denganNya agar apa yang saya lakukan bisa memberikan manfaat bagi orang lain.
Aku segera menuju kamar mandi dan memulai menyegarkan diri. Aktivitas pagiku tak boleh melebihi pukul enam lagi. Aku tidak mau berebut kamar mandi yang bukan milik pribadi. Ya, Kak Fitri selalu memakai kamar mandi di jam itu. Aku pun menyesuaikan diri dengan belajar menahan diri tidak mengesampingkan hak pribadi. Membersihkan diri dan rumah sudah aku lakukan, barulah aku mulai mempersiapkan amunisi ku bertempur bersama sahabat merah-putih.
Pagi ini aku mendapat jadwal jam ketiga setelah Bahasa Indonesia dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial. Malamnya pun aku sudah mempersiapkan materi apa yang harus ku sampaikan kepada anak-anak kelas enam ini. Saatnya aku mengeluarkan ilmu kuliahku tentang Geografi. Tentu sudahtak asing lagi apa yang terfikir setelah mendengar jurusan kuliahku itu. Yang terfikir adalah film kartun yang selalu setia membawa ransel dan berucap “Peta”. Aku mengenalkan 33 provinsi yang ada di negara tercinta Indonesia.
Awal memasuki kelas, aku langsung memasang Peta Indonesia berukuran cukup besar yang sengaja aku beli di kota. Anak-anak pun tertuju pandangannya pada kertas berukuran A0 ini. Diawali dengan menyanyikan lagu “Dari Sabang Sampai Merauke” aku mencoba mensugestikan ke otak mereka bahwa pagi ini kita akan belajar tentang negara kita. Kali ini, pandanganku tertuju pada laki-laki berambut jambul yang duduk tepat di depan meja guru. Tak biasanya dia ada di garda terdepan kelas, biasanya dia ada di kursi nomor 3 dan bersebelahan dengan Saiful yang cukup hiperaktif itu. Aku mulai memainkan kelas dengan membagi kelompok-kelompok kecil. Mereka ditugaskan untuk mengetahui provinsi yang ada di Indonesia dengan melihat peta. Belum guru berucap, masing-masing perwakilan dari kelompok langsung bergegas menuju papan tulis. Mungkin yang ada di benak mereka, ingin cepat selesai tugasnya ataukah tertarik dengan dua dimensi negaranya. Kulihat laki-laki yang mencuri perhatianku ini, panggilannya Basri, langsung mengangkat kursi dan mengambil strategic posisi. Tak biasanya dia tertarik untuk belajar, yang hanya ngobrol dengan teman atau justru mengganggunya. Namun, kali ini dia menunjukkan semangatnya. Basri menunjukkan kepadaku bahwa dia suka dengan gambar. Tak bisa aku samakan dia dengan Tia Sarnanda yang juga duduk di barisan depan dengan penuh perhatian di setiap pelajaran. Ataupun dengan Munazar sang ketua kelas yang selalu aktif dalam menjawab pertanyaan.
Kali ini, anak yang tak biasanya bergairah belajar tampak antusias dengan peta yang kutempel di depan kelas. Bahkan, sesekali “kita disini ya Bu?!” sambil menunjuk paling atas Peta Sumatera itu. Ya, mereka terus memperhatikan kertas yang menggambarkan negeri mereka tercinta.
Hingga pelajaran usai, aku kewalahan untuk permisi melepaskan Peta Indonesia yang hanya ku tempel dengan lakban putih itu. Anak-anak masih berkumpul di depan kelas tak menghiraukan bel berbunyi tanda istirahat sudah dipersilahkan.
Basri menunjukkan kepadaku bahwa Indonesia sangat bangga mempunyai beraneka ragam kekayaannya. Dari situlah dua dimensi Indonesia sangat menarik untuk mereka pelajari sebelum mereka mengenal dunia yang lebih luas.
Karena peta, kami melihat Indonesia................
Salam “merah-putih” dari Pengajar Muda Aceh Utara Garda Depan Peta Indonesia,
Erma Dwi Purwantini
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda