Ranup Lampuan

Elvira Rosanty 28 Agustus 2013

Dalam bahasa Aceh, Ranup Lampuan artinya sirih dalam puan. Puan itu sendiri adalah tempat sirih khas Aceh. Ranup Lampuan merupakan tarian tradisional Aceh yang biasanya ditarikan oleh wanita sebagai bentuk penghormatan dan penyambutan tetamu secara resmi. Berdasarkan cerita yang saya baca, tarian ini diciptakan oleh Yuslizar pada tahun 1959. Dimulai dari kota Banda Aceh, sampai akhirnya tersebar luas di seluruh Nanggroe.

Tari Ranup Lampuan pun memiliki kearifan lokalnya tersendiri. Masyarakat Aceh terkenal dengan kebiasaannya yang sangat memuliakan tamu. Kata piyôh yang artinya mampir, seringkali bukan sekedar gurauan atau formalitas yang diucapkan tetangga ketika kita lewat di depan rumahnya. Ketika mereka berteriak piyôh, maka mereka betul-betul mengundang kita masuk ke dalam rumahnya. Dan ketika kita memasuki rumahnya, jangan berharap kita akan dibiarkan duduk di lantai. Walaupun tidak ada sofa empuk di rumahnya, maka tamu harus duduk di atas tikar yang biasanya baru mereka keluarkan ketika ada tamu datang. Ditambah lagi, tidak ada minuman yang tak manis yang dihidangkan oleh si empunya rumah. Kurang sopan rasanya jika tamu tidak disuguhi minuman manis. Dan biasanya, tetamu pasti akan disuguhi lagi makanan, bukan makanan ringan, tapi nasi dan lauk pauknya.

Kembali ke Tari Ranup Lampuan, keanekaragaman gerakan di dalamnya merupakan simbol kebiasaan masyarakat Aceh dalam menyambut dan menghidangkan sirih kepada tamu yang datang. Jadi, sirih dalam puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu kehormatan. Gerakannya menyeritakan proses menghidangkan sirih kepada tamu, dimulai dari salam sembah dengan mengayunkan tangan sebagai perlambang mempersilakan tamu untuk duduk, memetik sirih, membuang tangkainya, menyapukan kapur, memberi gambir dan pinang, membungkusnya, meletakkannya dalam puan, sampai menyuguhkan sirih kepada tamu.

Ranup itu sendiri berperan penting dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh, dan umumnya selalu ada dalam berbagai macam prosesi penting, seperti pernikahan, khitanan, dan menguburkan jenazah. Dan alasan mengapa Tari Ranup Lampuan biasanya ditarikan oleh ureueng inong atau perempuan adalah karena pekerjaan menyuguhkan sirih adalah pekerjaan kaum perempuan.

Di Kabupaten Aceh Utara tempat kami bertugas, Tari Ranup Lampuan sangat lazim ditampilkan ketika ada acara resmi maupun tidak. Terutama di desa saya, Gampông Geudumbak, tarian ini seringkali dipertunjukkan ketika ada kanduri pernikahan, sirih disuguhkan kepada pasangan pengantin yang baru datang. Siapa penarinya? Ah, tentu saja anak-anak dara hebat SD 2 Langkahan. Ketika pertama kali saya sampai di desa ini dan mengajar disana, anak-anak ini sudah bisa beberapa tarian khas Aceh, salah satunya, ya Tari Ranup Lampuan ini yang paling sering ditampilkan. Dan Ibu Gurunya pun pernah kebagian jadi manajer para penari cilik ini sekaligus merangkap jabatan tukang make-up, hehehe.

Kalau kata anak zaman sekarang, tarian ini sedang “nge-hits” di Aceh Utara. Mungkin beda seperti di Jakarta atau di tempat lain dimana tarian Saman atau Rapa’i Geleng sangat digandrungi mulai dari level anak-anak sampai dewasa. Di sini, anak-anak ini sudah bisa menarikan setidaknya empat buah tarian khas Aceh, yang mereka sangat bangga menarikannya, walaupun hanya di depan kelas dan dilihat seisi sekolah. Mereka belajar ketika masih duduk di bangku kelas 2, ketika ada mahasiswi KKN yang datang ke desa ini untuk mengabdi. Dan sekarang mereka sudah kelas 5, baju Tari Ranup Lampuan pun mulai sempit dan memudar warnanya. Dengan inisiatif Ibu Yuni, salah satu guru di SD kami, para penari cilik yang sudah kelas 5 ini diamanatkan untuk mentransfer ilmu menarinya kepada adik-adik di kelas 3 dan 4 dengan harapan mereka dapat melanjutkan “tugas” menari dengan baju tari yang ada.

Semoga Tari Ranup Lampuan tidak termakan zaman dan terus dapat merefleksikan kehidupan masyarakat Aceh yang senang memuliakan tamu. Dan semoga para penari cilikku tetap menghargai budayanya sampai dapat menghasilkan penari-penari cilik lainnya di masa depan. Tari Ranup Lampuan, lambang kehidupan masyarakat Aceh, sangat boleh dicoba untuk dipelajari masyarakat di luar Aceh. Karena kebudayaan adalah harta, dan menari adalah bahasa.


Cerita Lainnya

Lihat Semua