Lalu, Menarilah Mereka....

Elvira Rosanty 28 Agustus 2013

Kebudayaan adalah harta dan menari adalah bahasa. Menari adalah bahasa tubuh yang dihasilkan para penarinya, cara berkomunikasi lewat alunan musik dan gerakan kepada penontonnya, gerakan yang sarat makna akan kehidupan masyarakatnya. Tak heran bila banyak orang yang hobi menari, bahkan mungkin mencintainya, mungkin termasuk saya. Termasuk juga anak-anak di SD 2 Langkahan, saya mengartikan kata “mencintai” bukan hanya teruntuk si penarinya, tapi juga penikmatnya. Ada anak-anak yang suka sekali menari sampai setiap jam istirahat minta diputarkan lagunya dan menari di luar ruang guru, ada juga anak-anak yang suka menonton kawan-kawannya menari bahkan sampai meniru-niru gerakannya.

Ada juga saya, yang punya keinginan mengajarkan tari kepada anak-anak di sekolahnya. Keinginan yang sudah ada bahkan sejak sebelum saya tahu akan ditempatkan di Aceh Utara. Ketika pertama kali saya sampai di sini, ada beberapa anak-anak yang sudah bisa menari tarian Aceh sejak di kelas 2. Cukup banyak juga tarian yang mereka bisa, mulai dari Ranup Lampuan, Top Padé, Dara Baro, sampai ke tarian India pun mereka bisa.

Melihat kesempatan itu, bahwa ada anak-anak yang sangat gemar menari membuat saya semakin ingin belajar menari bersama mereka. Saya yang belajar tarian Aceh melalui mereka, dan saya juga yang akan mengenalkan mereka kepada tarian selain tarian Aceh. Mengapa tarian selain Aceh? Saya hanya ingin mengenalkan mereka kepada tenun kebangsaan. Mereka sudah kenal pasti dan bisa menarikan tarian Aceh walaupun mungkin tidak seberapa. Tetapi kalau ditanya tinggal dimana, mereka jawabnya negara Aceh. Jika disebut Malaysia, mereka kira itu satu provinsi di Indonesia. Ditanya pulau-pulau besar di Indonesia, mereka hanya tahu Pulau Jawa dan Pulau Weh.

Nah, maka sekarang gilirannya mereka untuk membuka cakrawala, melihat dunia lain melalui tariannya. Sejak awal saya sudah ingin menari bersama mereka, bahkan itu adalah kegiatan pertama yang terlintas di pikiran saya saat itu untuk dilakukan di sekolah. Saya ingin mengajak anak-anak sebanyak-banyaknya untuk belajar menari saat pulang sekolah. Namun pada akhirnya sempat terkendala beberapa hal prinsipil pihak sekolah dan masyarakat yang berkaitan dengan kultur di sini.

Terkadang, lebih baik minta maaf daripada minta izin. Baru pada sekitar bulan kelima saya memberanikan diri untuk menari bersama anak-anak. Saya tunjuki mereka video-video tarian dari berbagai macam daerah, yang nyatanya mereka sangat tertarik untuk melihatnya berulang-ulang. Ketika saya mulai mengajari satu tarian baru, saya selalu membawa peta Indonesia, saya perlihatkan dimana letak daerah yang sekarang tariannya sedang mereka pelajari. Saya cari tahu sejarah tarian tersebut, saya ceritakan mengapa tarian itu ada, dan untuk apa tarian itu ditarikan. Dan latihan itu pun berlangsung terus tanpa mereka memikirkan apakah tarian tersebut akan mereka tampillkan atau tidak. Sampai terlihatlah seorang penari cilik, Nazira namanya, yang  paling cepat menangkap dan menghafal gerakan baru. Maka saya utus dia untuk menjadi asisten saya untuk membantu mengajari kawan-kawannya menari.

Sampai datanglah waktunya mereka diminta tampil di Kantor Kecamatan saat hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2013. Dukungan dari sekolah pun akhirnya datang, bahkan orang tua mereka rela mengantar ke Kantor Kecamatan dan menunggu sampai prosesi upacara kemerdekaan selesai, menunggu anak-anaknya untuk tampil. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, menari di Kantor Kecamatan, disaksikan beratus pasang mata. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, menarikan Tari Yapong, sebuah tarian khas betawi yang sedikit saya modifikasi agar pas ditarikan oleh mereka. Guru mana yang tidak bangga melihatnya, ketika di bulan kesembilan baru berhasil membuat anak-anaknya menari di depan orang banyak.

Pada akhirnya pun mereka, penari-penari cilikku, yang selalu mengingatkan atau bahkan memburu saya untuk latihan tari. Sampai sekarang, setiap akan latihan, mereka yang langsung membawakan tas saya, mengambil speaker di meja saya, mengambil kunci perpustakaan dan membukanya untuk kami, di sanalah kami biasa berlatih menari. Dan sampai sekarang juga, mereka sudah paham bagaimana menghidupkan laptop saya, mengaktifkan speaker, tahu dimana saya menyimpan file lagu-lagu tari dan memainkannya. Lalu, menarilah mereka....


Cerita Lainnya

Lihat Semua