Hormatku di Zona Merah

Elrizky Jazwan Komri 19 November 2016

“Bapak Guru….. upacarakah tidak?” kata Luki Pairie, sambil mengeraskan suaranya. “Kalian sabar e, Hujan su tipis, baru bapak Guru bicara dengan Ibu Emy ya.” Saat itu, langit sangat gelap, hujan tiba-tiba sangat deras, cuaca di daerah pesisir, memang susah untuk ditebak. Pukul 06.30, kami sudah berkumpul di Sekolah, tepat pukul 07.15, hujan langsung turun, kami menunggu di kelas, untuk melaksanakan kegiatan upacara. Hari itu, Luki Pairie direncanakan menjadi pemimpin upacara dan Ibu Emy Wombaibabo menjadi Pembina upacara. Saat, menunggu hujan, terlintas di gelapnya langit itu ada keceriaan anak-anak walaupun menunggu upacara, “benarkah ini zona merah?” sesaat sebelum aku bertugas di sekolah ini, akupun selalu mendengar burung-burung bernyanyi, “Marau?! Hati-hati ya, banyak merah disana” kata-kata itu seakan menjadi baliho raksasa di langit Yapen. Akupun langsung meng-iyakan kicauan burung yang terbang di langit, karena memang aku orang baru dan belum pernah datang ke bumi Papua. Namun, semenjak hari itu, pandanganku berubah, aku melihat sebuah optimisme kebangsaan yang sangat baik untuk Indonesia, RAKYAT PAPUA CINTA DAN BANGGA DENGAN INDONESIA! aku hanyalah guru di pedalaman Papua, namun murid-muridku sama bahkan lebih hebat dari anak-anak yang berkesempatan mendapatkan fasilitas listrik,jaringan, ketersediaan guru dan kelengkapan buku-buku nun jauuuuuuhhhh disana. Kalian bisa melihat, kami (guru-guru dan murid) tetap melaksanakan upacara, walaupun kondisi banjir, kami tetap melaksanakan upacara. Zona merah, zona merah….aku tidak akan bersentuhan dengan kepentingan politik merah itu, sampai hari ini, akupun masih heran dan bingung, apa yang dinyanyikan burung-burung tentang “Merah” di langit Yapen. “Pak Guru Rizky, kabarkan ke Jawa sana, kami Indonesia!” Kata Ibu Emy dalam amanatnya saat upacara Senin itu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua