Kisah Pak Siregar : Pengabdian Tak Berujung
EkoAndik Saputro 24 Maret 2015Kali ini saya akan mengisahkan seseorang yang mempunyai pengabdian tak berujung di pelosok negeri ini.
H. Djamil Tua Siregar, atau yang akrab disapa Pak Siregar merupakan orang yang akan saya kisahkan. Pensiunan kepala sekolah ini telah mengabdikan dirinya selama 38 tahun di dunia pendidikan, khususnya pendidikan Sekolah Dasar.
Bapak keturunan Batak Toba ini hanyalah lulusan SMP yang pernah mencoba peruntungan di Jakarta dan Papua dengan pekerjaan serabutan. Kemudian, tahun 1975, beliau hijrah ke Banggai. Satu tahun di Banggai, beliau belum menemukan pekerjaan yang pasti. Hingga akhirnya lowongan menjadi tenaga pengajar dalam rangka mengisi kekosongan guru dibuka oleh pemerintah. Dengan rasa optimis, beliau mencoba mendaftar program tersebut.
Singkat cerita, beliau lolos sebagai guru PNS saat itu. SD Inpres Masing merupakan tempat pengabdian pertama beliau hingga akhirnya menjabat kepala SD Batui Kayoa SPA dan kemudian beliau pensiun.
Saat ini umur beliau sudah menginjak angka 66 tahun. Umur yang tidak muda lagi bukan menjadi penghalang untuk tetap mengabdi. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Ikhlas merupakan bukti nyata pengabdian beliau hingga saat ini meskipun sudah menyandang status pensiunan kepala sekolah. Latar belakang pendirian sekolah ini didasari keprihatinan beliau terhadap kurangnya pendidikan agama.
Tahun 2010, MI Al Ikhlas berdiri di tanah milik istri beliau yang telah diwakafkan. Dengan bangunan seadanya, beliau memulai membuka sekolah tersebut. MI Al Ikhlas terletak di Desa Ombolu, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, sekitar 1 jam dari desa penempatan saya. Sekolah yang baru mempunyai siswa sampai kelas V ini memiliki 6 bangunan kelas dengan kondisi 3 kelas masih dalam proses renovasi dan 3 bangunan lainnya masih seadanya. Ketiga bangunan yang sedang dalam proses renovasi tersebut merupakan hasil advokasi beliau ke pemerintah.
Guru MI Al Ikhlas berjumlah 7 orang, bisa dikatakan sangat cukup untuk ukuran sekolah di Batui Selatan, kecamatan penempatan saya. Lulusan mereka rata-rata Sekolah Menengah Atas. Hebatnya, Pak Siregar berhasil mendorong para guru ini untuk mengambil gelar sarjana. Beliau juga berhasil mengajak salah satu orang yang sangat kompeten di bidang agama untuk ikut mengabdi menjadi guru, menularkan ilmunya ke anak-anak Ombolu.
Kalimat semangat itu menular, sepertinya benar adanya. Semangat Pak Siregar sangat menular ke semua guru. Pak Siregar dan guru-guru hampir setiap hari datang ke sekolah untuk mengajar kecuali sakit atau ada keperluan yang memang tidak dapat ditinggalkan. Mereka juga semangat dalam peningkatan kompetensi sebagai guru dengan mengajak Pengajar Muda angkatan pertama hingga sekarang untuk berdikusi terkait metode mengajar, manajemen kelas, dan lain-lain.
Saat saya datang ke MI Al Ikhlas untuk berdiskusi dengan Pak Siregar dan para guru, saya mendapatkan sambutan yang hangat dari mereka. Setiap harinya, Pak Siregar selalu menggunakan baju koko, sarung dan peci hitam.
Saat itu, saya langsung menyaksikan semangat pengabdian beliau. Pak Siregar mengantar pulang anak-anak yang jauh dari sekolah dengan mobil pick up pribadi beliau. Ketika saya bertanya terkait hal tersebut kepada guru-guru, mereka menjawab bahwa Pak Siregar selalu menjemput dan mengantar anak-anak setiap hari kecuali beliau sakit atau ada urusan ke kabupaten. Luar biasa, bukan?
Pak Siregar juga tak henti-hentinya berusaha melakukan advokasi ke pemerintah untuk kembali mendapatkan bantuan renovasi tiga bangunan kelas lain yang saat ini hanya berdinding kayu dan beralas tanah.
“Anak-anak kalau diatas jam 10.00 sudah tidak fokus belajar. Soalnya atap bangunan ini terbuat dari seng, jadi panas.” tutur beliau.
Demi anak-anak nyaman dalam proses pembelajaran, itulah yang akan selalu beliau perjuangkan.
Bertemu dengan Pak Siregar menjadi suntikan semangat bagi saya dalam menjalankan amanah sebagai Pengajar Muda. Saya kembali dihadapkan oleh bukti bahwa ternyata masih banyak orang baik yang peduli dengan pendidikan di negeri ini.
“Saya akan selalu bergerak untuk memajukan pendidikan sampai Allah-lah yang menyuruh saya berhenti." tutur beliau.
Semoga di luar sana, banyak Pak Siregar lainnya. Seseorang yang tak pernah berhenti mengabdi untuk negeri.
Saya mewakili anak negeri mengucapkan, “Terima kasih atas pengabdian tak berujung Anda, Pak Siregar.”
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda