info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Ngariung dan Sebatang Rokok

Eko Budi Wibowo 7 Agustus 2011

Ngariung berarti berkumpul, tetapi masyarakat kampung ini mengkhususkan kata ngariung adalah  untuk berkumpul untuk memanjatkan doa-doa. Awal kedatangan saya langsung diajak untuk ngariung, waktu itu ketika saya di kampung Ciangin masih tinggal bersama Kepala Sekolah saya kemudian diajak ngariung dirumah tokoh masyarakat, ketika saya datang semua isi dan halaman rumah sudah penuh, akhirnya saya duduk di jalan depan rumah itu. Saya duduk bersama kumpulan anak-anak remaja. Doa langsung dipanjatkan dan beberapa menit kemudian langsung ada orang yang menghampiri saya dengan membagikan sebatang rokok, rokok itu dilemparkan begitu saja disarung saya tanpa saya tahu apa maksudnya, kemudian orang itu melemparkan rokok ke orang-orang lain, semua lelaki dewasa yang datang semua mendapatkan sebatang rokok. Selang beberapa hari kemudian saya diundang untuk ngariung lagi, ngariung kali ini dalam rangka menempati rumah baru. Selepas doa langsung ada lelaki yang melemparkan sebungkus rokok, ya kali ini sebungkus rokok. Dalam hati saya berkata, ini sebuah peningkatan penghasilan yang drastis. Saya membayangkan jika setiap hari ada ngariung dan mendapat sebungkus rokok, maka dalam waktu sebulan saya bisa mengumpulkan 3 pack rokok yang saya bisa jual. Kebetulan saya sendiri tidak merokok, biasanya hasil dari ngariung saya berikan ke orang lain. Lain halnya ketika sudah tinggal di Kampung Sitoko, kampung ini terkenal dengan tradisinya yang masih terjaga. Tradisi ngariung sendiri banyak sekali jenisnya, mulai dari ngariung selamatan, ngariung kematian, ngariung congcot, dan ngariung tolak bala. Ngariung sama halnya dengan memanjatkan doa, semakin banyak yang datang menandakan semakin besar pengaruh orang yang mengundang itu dan semakin banyak orang yang datang berarti semakin banyak makanan yang harus disiapkan. Makanannya terdiri dari jajanan tradisional khas Kampung Sitoko, ada yang namanya papais, kue cincin, wajik, semua mereka buat sendiri. Minuman yang disajikan juga khas, biasanya masyarakat sini sehari-hari meminum kopi hitam, maka ketika ngariung minuman yang menjadi suguhannya adalah susu putih. Setelah doa dipanjatkan makanan dan minuman kemudian disuguhkan kepada para tamu. Tidak lupa biasanya anak-anak akan banyak sekali diluar rumah penunggu si punya hajat membagikan makanan kepada anak-anak tersebut. Anak-anak akan berkumpul, ketika pembawa makanana datang biasanya anak-anak itu langsung berebut untuk mendapatkan kue, kadang mereka juga mendapat nasi berkat yang dibagi-bagi dengan teman-temannya. Sebelum pulang para tamu mendapat satu lagi buah tangan yang mereka harus bawa pulang, namanya berkat. Didalam sana ada nasi akeul, daging atau telur dan sebungkus mie instan. Itulah tradisi ngariung, hampir setiap bulan pasti beberapa kali ada yang menyelenggarakan ngariung untuk berbagai macam kepentingan. Saat-saat inilah biasanya yang saya nantikan, karena dengan ngariung saya bisa dapat tambahan asupan makanan yang enak. Apalagi sekarang saya menjadi peserta tetap dari ngariung yang diselenggarakan tiap malam bulan purnama yang diselenggarakan oleh olot narah, nenek-nenek tertua dikampung ini. (Bersambung ke Judul Ngariung Tolak Bala)


Cerita Lainnya

Lihat Semua