Pak Wid, guruku yang hebat
Daniel Naek Chrisendo 16 Januari 2012Saya adalah seorang Sarjana Sains yang semenjak SMA kelas 2 tahun 2004 sampai lulus kuliah tahun 2011 selalu berkutat dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Alam. Saat ini, di SD Negeri 04 Indraloka II pun saya mejadi guru Sains di sekolah dan memberikan pelajaran tambahan untuk siswa-siswa yang akan mengikuti Olimpiade Sains Kuark 2012. Lalu apakah saya ahli dalam Sains? Apakah saya jago menyelesaikan soal-soal Sains yang sulit? Hmm.. Saya mungkin punya kemampuan yang cukup baik dalam hal ini, sampai akhirnya saya bertemu dengan seorang guru di sekolah saya.
Namanya Widodo, panggilan kecilnya Dodo, tapi para siswa dan masyarakat sekitar sering memanggilnya Pak Wid. Saat ini umurnya 41 tahun tapi semangat jiwa mudanya belum hilang. Orangnya cukup terbuka dan tidak pernah menganggap remeh saya yang berumur setengah dari umurnya. Terkadang saya menganggapnya seperti ayah saya sendiri, dimana beliau selalu menjaga dan memastikan bahwa saya baik-baik saja hidup di Kampung Indraloka II ini.
Pak Wid merupakan lulusan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) dan akhirnya benar-benar menjadi guru pada tahun 2003, kurang lebih 14 tahun setelah kelulusannya. Saat itu beliau ditugaskan menjadi guru bantu dan diangkat menjadi PNS pada tahun 2006. Perjalanan hidupnya sebelum menjadi guru, menurut saya, sangat luar biasa. Mungkin tidak bisa saya ceritakan secara detail, tapi sering membuat saya menyeletuk “masa sih?”, “ya ampun”, “yang bener?” dan kalimat-kalimat lainnya ketika Pak Wid bercerita tentang dirinya. Bagi saya kehidupannya cukup keras, banyak kepahitan, sakit, dan derita yang beliau alami dalam memperjuangkan hidupnya, dan semakin membuat saya kagum akan dirinya. Satu hal lagi yang mungkin cukup mengherankan bahwa umur, agama, latar belakang, pengalaman, budaya, suku, dan agama kami yang sama sekali berbeda tidak membuat adanya gap di antara kami.
Dalam peristiwa yang lain, saat ini semua guru diharapkan bisa membuat perangkat pembelajarannya sendiri; Program Tahunan, Program Semester, Silabus, Pemetaan, KKM, dan RPP. Tidak banyak guru di tempat saya yang bisa membuat dokumen-dokumen ini. Saya kebetulan dapat kesempatan untuk lebih dahulu belajar mengenai semua itu dalam pelatihan intensif pengajar muda, sehingga saya cukup bisa membuatnya. Di suatu sore Pak Wid pun meminta saya untuk membantunya membuat dokumen-dokumen tersebut. Pak Wid dalam candaannya sempat berkata “Semenjak ada kamu profesi saya dipertaruhkan. Saya sudah menjadi guru bertahun-tahun dan sekarang saya belajar tentang perangkat pembelajaran sama kamu yang masih muda, yang baru beberapa bulan menjadi guru.. hahaha...”
Sayapun jadi berpikir, hari-hari saya bersama Pak Wid dipenuhi dengan hal-hal yang cukup menarik yang sebelumnya belum pernah saya lakukan. Saya melihat Pak Wid turun ke dalam sumur untuk membetulkan pompa air dan beliau sendirilah yang membangun sumur itu. Pak Wid mengajak saya untuk mencari rebung di dalam hutan untuk makan malam dan tau bagian bambu mana yang bisa dipilih dan yang mana yang bisa membuat gatal. Pak Wid berjanji mengajak saya untuk mencari jamur kelapa sawit ketika musimnya telah tiba. Dan masih banyak kegiatan lain yang menarik.
Mungkin bagi Pak Wid dan masyarakat di kampung ini, hal tersebut adalah hal yang biasa. Tapi menurut saya hal-hal tersebut merupakan aplikasi dari pelajaran sains yang saya dapatkan di bangku sekolah. Bukankah kita belajar Fisika untuk bisa membangun sumur yang baik dan kokoh? Bukankah kita belajar Biologi untuk mampu mengidentifikasi bagian mana bambu yang menyebabkan gatal? Dan bukankah munculnya jamur kelapa sawit merupakan gejala alam sebagai penanda musim yang saya pelajari dalam ilmu meteorologi?
Selama ini mungkin saya mendapatkan nilai yang baik untuk pelajaran sains saya. Tapi Pak Wid berhasil mengaplikasikan pelajaran sains ke dalam kehidupannya sehari-hari. Dan itu jauh lebih hebat.
Suatu sore, ketika saya dari atas melihat Pak Wid sedang ada di dalam sumur membetulkan sumur tetangga, Pak Wid berkata “beginilah Nil, kalau jadi guru di kampung, kamu dianggap harus bisa segala-galanya, bukan hanya bisa mengajari anak mereka di sekolah”
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda