info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Demi Sebuah Upacara

Dwi Gelegar 23 Januari 2011
Demi sebuah upacara 29/12/2010 Hari ini adalah aku berangkat ke sekolah lebih pagi karena ada sebuah upacara yang kemarin diinformasikan oleh salah satu guru sekolah. Upacara bendera kali ini diadakan di kantor kecamatan daerah tanjung harapan yang cukup jauh dari tempatku maupun sekolah. Namun aku dan temanku belum pernah sama sekali ke sana. Tepat pukul setengah 8 kami berangkat dari rumah dimana sebelumnya kami sarapan nasi kuning dengan lauk ikan tongkol yang telah disediakan oleh ibu asuhku disini. Nasi kuning adalah sarapanku setiap pagi dengan porsi nasi yang sangat banyak setara dengan porsi 1 nasi warteg dekat trans tv. Kadang aku tak sanggup menghabiskanya namun kali ini aku memiliih untuk mengabiskanya mengingat perjalanan jauh yang akan kami tempuh. Kami berdua berjalan kaki menuju sekolah sambil bercerita dan berdiskusi tentang kapan akan bagi rapot dan apa rencana kegiatan ke depan untuk memberi semangat belajar kepada anak-anak. Dari rumah ke sekolah kami ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit berjalan kaki menyusuri jalanan yang sudah mulai di semen beton. Sesampainya di sekolah anak-anak sudah menyambut di depan pagar sekolah dengan berkata, “ Pak aku bawa tanamanya di tempat bekas aqua aja ya. Nda apa-apa kan?walapun kecil kan tapi lucu pak bunganya” sambil menunjukan bunga warna kuning yang ada di tanaman tersebut. Namun tiba-tiba salah seorang anak berkata dengan lantangnya “ Pak, dia curang kan itu bunganya di tempelin ke tanamanya pake paku”, akupun tertawa dan sambil tersenyum sedikit. Aku mencoba menjawab dengan kata-kata yang lebih tenang “ Iya tidak apa-apa itu tandanya dia kreatif supaya dia bisa tetap bisa terus melihat bunga it walau belum saatnya tumbuh”. Lalu kemudian aku melanjutkan untuk menuju ke kantor guru. Anak-anak hari ini membawa tanaman masing-masing satu orang satu sebagai tambahan nilai IPA agar nilai mereka tidak jelek di rapot. Sesampainya aku di kantor guru seperti biasa belum ada satupun guru yang datang dan beberapa jendela masih tertutup kordennya. Kamipun membukanya satu-persatu sambil kemudian duduk di sofa menunggu guru-guru lainnya datang. Tak lama satu per satu guru datang dan mereka langsung duduk-duduk dan bercerita dengan guru yang lainnya. Pak kepala sekolah juga turut datang setelah sekitar 1 bulan tidak kembali dari Tanah Grogot dengan alasan banyak urusan yang penting sehingga tidak bisa ke sekolah dan baru sekarang ini bisa kembali. Kamipun bertanya kepada beliau tentang upacara akan dilaksanakan jam berapa dan bagaimana dengan anak-anak yang ada di sekolah apakah dipulangkan atau tetap di sekolah. Beliau pun meminta kami memberitahu bahwa anak-anak sebaiknya dipulangkan karena tidak ada yang mengawasi. Kamipun kemudian segera menuju ruang kelas kami untuk memberitahu anak-anak untuk pulang kecuali 10 orang anak yang telah kami pilih untuk ikut serta dalam upacara. Sesampainya di kelas anak-anak langsung menyambut dengan ajakan untuk bermain bola, “Pak nda usah remedial ya pak, aku belum hafalin doa-doa sholat nah (remedial agama), apalagi hafalan perkalian dan pembagian pak sampai sekarang aku masih pusing karena semalem hafalin tapi nda bisa-bisa (remedial Matematika), mendingan kita maen bola aja pak.Gimana?” . Akupun hanya menjawab dengan “ Iya nanti main bolanya, sekarang masuk kelas dulu ya karena ada pengumuman penting” Mereka pun segera masuk kelas dengan segera sambil duduk rapi. Seperti biasa ketika aku mengumumnkan tentang pulang lebih cepat mereka akan sangat girang sekali. Tak ada yang merasa sedih tidak sekolah karena ini berarti mereka bisa main lebih lama bersama teman-temanya di rumah. Beberapa anak-anak yang telah kami pilih sangat senang ikut upacara ini walaupun selama mereka sekolah di SD tersebut hanya pernah merasakan upacara sebanyak 3x mulai dari ketika mereka SD kelas 1 hingga kelas 6 saat ini, namun ini tak menyurutkan mereka untuk mengikuti upacara kecil ini. Setelah aku pulangkan anak-anak kemudian aku segera menuju ke kantor guru lagi untuk bersiap-siap berangkat mengikuti upacara di kantor kecamatan dalam rangka Hut Kota Paser. Aku dan temanku sesama pengajar muda memilih untuk berjalan kaki bersama sahabat-sahabat kecil kami. Ada salah satu anak yang membawa kendaaran dan satu orang lagi membawa sepeda.  Akhirnya 4 orang berangkat menggunakan satu sepeda dan satu motor sedangkan guru-guru lain menggunakan sepeda motor pula. Hanya kami dan beberapa anak-anak kami yang berjalan kaki. Para guru sempat mengajak kami untuk ikut bersama mereka naik motor namun dikarenakan kondisnya tidak mencukupi jadi kamilebih memilih untuk jalan kaki bersama anak-anak. Para muridku pun sempat mengingatkan bahwa perjalanan ke kantor kecamatan sangat jauh sekali jika ditempuh dengan jalan kaki. Namun kami akhirnya bilang bahwa tidak apa-apa karena ini sekaligus olahraga pagi. Maka kamipun dengan sedikit nekat berjalan kaki yang entah berapa jauh perjalanannya. Cuaca cukup cerah untuk sedikit menghitamkan diri lagi hari ini. Beberapa guru sempat mengajak kami untuk ikut naik motor namun kami memilih untuk anak-anak murid kami saja yang ikut dan kami tetap jalan kaki. Walau hampir sebagian besar dari mereka tidak mau ikut naik motor karena ingin berjalan bersama kami tapi kami tetap memaksa mereka. Kami hanya berpikir bahwa perjalanan ini akan sangat jauh dan lebih baik mereka naik motor. Setelah sekitar 1 km kami berjalan kaki bersama 5 orang murid yang tersisa dari seharusnya 10 orang, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menanyakan akan kemana berjalan kaki bersama anak-anak di pagi hari ini. Kemudian saya menjawab bahwa kami akan menuju ke kantor kecamatan bersama mereka karena ada upacara. Orang tersebut sempat kaget dan kemudian mengeraskan suaranya sambil sedikit berteriak karena kami menjawab pertanyaan sambil berjalan menjauh, “ Pak kantor kecamatan itu jauh sekali, sekitar 5 km. Bapak yakin jalan kaki? Apa mau saya antar naik motor?” Kemudian untuk ke sekian kalinya kami menolak demi berjalan kaki bersama anak-anak.  Tapi tak lama kami terdiam sejenak dan saling memandang dengan mengerutkan dahi dan bertanya, “Perjalanan ke kecamatan 5 km? Yakin kita jalan kaki?” kamipun mulai ragu karena perjalanan tersebut terlalu jauh tapi kami terus mencoba berjalan kaki dan sedikit berharap bahwa akan ada guru-guru yang tadi naik motor kembali lagi untuk menjemput kami. Tak lama kemudian tepat di depan SMP dan SMA Tanjung Harapan, para guru yang menggunakan motor kembali untuk menjemput kami dan murid kami. Mereka mengatakan hal yang sama bahwa perjalanan ke kantor kecamatan sangat jauh sekali. Akhirnya kami memilih untuk naik kendaraan bersama beberapa anak murid agar segera sampat di kantor kecamatan. Setelah berjalan sekitar 10 menit menggunakan motor kami sampai di suatu jalan yang sudah tidak bisa dilewati lagi karena jalanan rusak dan ada truk yang tersangkut disana. Kendaraanpun tidak bisa lewat sehingga ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan dan kami semua memilih untuk melanjutkan dengan berjalan kaki dimana perjalananya masih sekitar 1,5 km lagi. Sungguh perjalanan yang sangat panjang dan panas. Langit terlihat begitu cerah dengan warna biru menghiasinya tanda awan pun tak menampakan diri sehingga sinar matahari menemani perajalanan kami secara langsung  tanpa penghalang apapun. Demi sebuah upacara kecil ini kami bersama anak-anak kami dan para guru berjalan bersama. Menelusuri jalan-jalan yang becek dan berlumpur dan terdapat bekas roda ban truk yang selalu lewat sini karena sedang tahap pembuatan jalan baru. Di kanan kiri kami adalah tambak dan hutan bakau, disertai beberapa hutan yang masih asli pula. Jika kami berjalan di sore hari kami bisa menemukan kumpulan monyet bekantan yang sedang bergerombol dalam kelompoknya. Sesekali anak-anak bilang bahwa kami harus berhati-hati jika berjalan disini sendirian karena masih ada beruang yang cukup besar di dalam hutan dan sering keluar untuk mencari makan. Biasanya mereka makan kelapa dengan memanjat pohon kelapa yang ada disini dan memakan daun serta buahnya. Pantesan saja ada beberapa pohon kelapa yang daunnya di atas sudah rusak dan buah kelapanya sudah tidak ada. Bukan seperti diambil oleh orang namun entah oleh apa. Setelah berjalan sekitar setengah jam menyusuri jalan yang rusak parah dan udara panas di daerahku akhirnya kami sampai juga di kantor kecamatan. Ini pertama kalinya kami sampai di kantor kecamatan yang ternyata sangat besar dan bersih ini. Jelas bersih karena tidak ada para pegawainya yang rajin datang kesini. Kondisinya yang sangat jauh dari rumah dinas para pegawai kecamatan serta jalan yang tidak bisa dilewati oleh kendaraan terutama ketika hujan telah membuat para pegawai kantor ini sulit melayani masyarakat di kantor kecamatan. Beberapa dari mereka memilih untuk melayani masyarakat dengan langsung ke rumahnya saja atau warga tersebut yang pergi ke rumah dinas mereka.Sesampainy disana para pegawai kecamatan telah berkumpul, anak-anak smp dan sma juga telah ada ditemani pula oleh perwakilan beberapa staf pengurus desa kecuali kepala desa yang entah kemana selama ini. Sekedar informasi bahwa selama 2 bulan kami disini kami hanya pernah bertemu dengan kepala desa 1x kali saja. Itupun karena ada ketua dinas pariwisata yang sedang berkunjung ke Tanjung aru. Selebihya kepala desa atau biasa disebut lurah ini selalu berada di kota Tanah Grogot selama yang dia mau. Tak ada yang menegur ataupun dapat membuatnya menetap lebih lama di desaku. Kembali pada upacara bendera tadi dimana kami semua mulai disiapkan oleh beberapa anggota TNI yang datang untuk memimpin upacara ini. Beliau menjelaskan terlbih dahulu cara baris berbaris kepada para perwakilan warga, tokoh masyarakat, pengurus kecamatan, pengurus puskesmas, siswa-siswi SD, SMP dan SMA. Hal ini dilakukan karena warga sini tidak pernah mengikuti upacara dan tidak mengetahui dengan baik aturan baris berbaris. Sempat beberapa kali anggota TNI ini menjelaskan kepada kami semua namun masih saja ada yang tidak mengerti. Mereka memandanga hal ini tidak penting dan lebih baik segera saja upacara. Sebelum memulai upacara anggota TNI ini meminta dengan hormat kepada kami semua untuk mematikan HP agar nantinya tidak mengganggu khidmatnya upacara bendera. Pasukan paskibraka dari SMA Tanjung Harapan telah bersiap-siap pula dengan pakaian lengkap warna putih. Para siswa dan siswi pun mulai dibariskan, begitu pula dengan siswa dari SD kami. Mereka dipisahkan dari anak-anak SMP dan SMA sehingga mereka membuat barisan kecil yang terdiri dari 10 orang.Upacara pun dimulai ketika protokol membacakan susunan acara. Ada yang berbeda dari upacara-upacara pada umumnya. Pada upacara ini ada pembacaan teks sejarah kota Paser dari mulai awal berdiri hingga saat ini. Upacara ini berjalan dalam waktu kurang lebih satu jam, sungguh waktu yang sangat lama bagi anak-anak disini. Banyak peristiwa yang unik saat berlangsungnya upacara. Kejadian pertama adalah saat terdapat para pengurus desa yang baru saja datang di pertengahan upacara. Mereka segera mengambil posisi di belakang kami semua. Namun tiba-tiba suara musik Cinta Satu Malam terdengar sangat nyaring dari HP salah seorang diantara mereka. Karena panik akhirnya mereka kebingungan bagaimana cara mematikan HP tersebut. Bunyi lagu itu terus menggema di upacara yang sangat hening itu,sehingga tak pelak membuat banyak peserta upacara tertawa-tawa. Akhirnya HP itu berhasil dimatikan dengan usaha yang sangat keras sekali.Sepertinya itu bukan HP mereka atau mungkin hanya meminjam sehingga mereka tidak tahu bagaimana mematikannya.Selain itu ada beberap peserta upacara yang terus mengeluh karena upacara sangat lama. Hal ini telah membuat mereka kemudian duduk-duduk di belakang kami tepat di bawah pohon rindang. Cukup lama mereka duduk disitu sambil sesekali bergosip. Aneh dalam upacara seperti ini para ibu-ibu malah sibuk membicarakan yang lain. Inilah budaya yang ada di desaku dimana memang mereka tidak biasa upacara jadi jika bosan maka mereka melakukan apapun yang mereka mau. Beberapa anak-anak dari SD ku pun mulai bertumbangan ketika upacara tersebut, ada yang muntah, pusing, lemas, dll. Mereka semua ternyata belum makan sehingga tidak kuat terlalu lama berdiri di bawah sinar matahari yang sangat panas ini. Setelah upacara selesai anak-anak dari SD kami meminta segera pulang karena mereka lelah sekali. Mreka belum bisa langsung istirahat lagi karena harus berjalan lagi sejauh 1,5 km untuk mencapai tempat kami meninggalkan kendaraan kami disana. Tak ada minuman atau makanan yang disediakan bagi kami sehingga anak-anak ini mulai kehausan plus kelaparan. Ada 2 orang yang segera berlari mencari tebu untuk mereka makan dalam perjalanan pulang. Akhirnya kamu mulai berjalan lagi bersama guru-guru yang lain sejauh 1,5 km ke arah tempat kami meninggalkan motor kami yang tidak bisa melewati jalan yang rusak ini. Semakin siang semakin panas pula udara disini. Semakin hitam pula kami dibuatnya, semakin basah pula baju kami dipenuhi keringat. Namun anak-anak ini tidak mengeluh, mereka tetap semangat dengan membawa beberapa tebu untuk dimakan. Mereka ingin capek sama-sama dan senang sama-sama kami semua. Sungguh sikap yang paling aku suka. Selama perjalanan panjang ini mereka terus bercerita agar tidak begitu terasa capek. Sesampainya disekolah kami kemudian membelikan mereka sirup dingin yang sangat segar. Sungguh nikmat sekali rasanya di udara super panas dan kondisi super capek kami mendapatkan kesegaran ini. Luar biasa mensyukuri adanya air dingin kami semua. Beberapa anak-anak kami masih terus menikmati tebu yang tadi mereka ambil di kebun dekat kantor kecamatan. Demi sebuah upacara sederhana dalam Hut Kota mereka, mereka rela berjalan sejauh ini. Tak mengeluh, tak membantah walau mereka bisa saja bilang tidak ketika tahu tempat tujuannya sangat jauh. Demi sebuah upacara mereka rela terjerembab dalam kubangan lumpur di jalan yang rusak. Demi sebuah upacara mereka rela menemani gurunya yang tidak tahu jalan ini agar sampai disana dengan gembira pula. Demi sebuah upacara mereka menjadikan kulit mereka lebih hitam dan lebih kotor, menjadikan baju mereka semua dibanjiri keringat yang tak kunjung berhenti, menjadikan dahaga mereka akan air jadi semangat untuk tetap terus berjalan jauh hingga tujuan tercapai. Berbeda sekali dengan beberapa guru yang ikut dalam upacara ini dimana mereka selalu mengeluh dan mengatakan bahwa upacara ini tidak penting dan tidak perlu berjalan sejauh ini. Mengeluh ketika upacara berajalan sangat lama sekali, mengeluh saat tidak disediakan makan dan minum setelah upacara,mengeluh karena jalanan yang rusak dan belum diperbaiki.Demi sebuah upacara anak-anakku lebih bisa menghargai keadaan yang ada di sekitar mereka dibandingkan orang lain.

Cerita Lainnya

Lihat Semua