Bocah Ajaib Oi Marai

Doni Purnawi Hardiyanto 7 Juni 2015

Dua minggu terakhir sebelum masa penugasan berakhir,  di desa kami sedang bersiap untuk kegiatan simponi untuk bunda dan ujian semester genap. Bersama anak-anak membuat surat cinta untuk sang bunda agar bisa hadir saat malam seni nanti disela-sela ujian yang masih berlangsung beberapa hari kedepan. Disuatu sudut serange saat anak-anak sedang mewarnai amplop untuk surat cinta pada bunda, terlihat ada seorang anak laki-laki yang cukup berbeda dan aku baru pertama kali melihatnya di desa ini. Berlari-lari mengejar teman-temannya meskipun sedikit ada yang berbeda saat melihatnya. Saat dia mulai diam dan melihat teman-temannya mengambar dan mewarnai amplop terlihat kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Meskipun aku pada awalnya belum menganal terlalu jauh dari anak ini, aku merasa ada ikatan yang dalam olehhnya. Aku berikan sebuah amplop untuk dia mengambar dan mewarnai amplop sama halnya dengan anak-anak yang lain untuk mengundang orang tuanya di malam seni. Sempat aku berfikir kenapa anak ini tidak ke sekolah saja dan ikut belajar bersama teman-teman yang lainnya.

Arif Munandar adalah salah satu bocah ajaib yang aku temui disisa waktuku di desa. Pertemuan yang diluar skenarioku saat aku mulai merasa sedih saat akan harus meninggalkan desa yang satu tahun ini sudah memberikan banyak cerita, tentang keluarga, sekolah dan anak-anak. Salah satu anak-anak yang membuat mataku terbuka lebar adalah Arif Munandar. Arif Munandar dan lebih akrab disapa oleh teman-temannya dengan Arif adalah siswa kelas dua yang baru beberapa hari datang ketika ujian sekolah. Bangku sekolah yang awalnya hanya diset untuk delapan siswa sekarang bertambah satu saat ujian berlangsung. Senyuman dan tawa Arif di tengah-tengah teman yang lain menjadi warna tersendiri karena kebanyakan siswa menggunakan sepatu, Arif dengan bahagianya tanpa alas kaki belajar dan ikut ujian di sekolah. Jika ada siswa tidak menggunakan sepatu dikarenakan basah atau rusak, disini Arif tidak menggunakan sepatu bukan karena alasan itu namun Arif tidak bisa menggunakan alas kaki yang normal seperti teman-teman sebayanya.

Kelainan yang terjadi pada kaki Arif,  tidak membuatnya merasa sedih dan menyendiri. Justru Arif dengan aktif dan bebasnya bergerak untuk mengejar teman-temanya dan bermain bersama saat ujian selesai Ia kerjakan. Saat ujian selesai aku menemui Arif yang sedang asik bermain dengan teman-temannya. Aku penasaran apakah kakinya sakit saat berjalan, aku menghampirinya dan duduk disampingnya. Saat aku menanyakannya, Arif dengan tertawa dan menjawabnya “tidak sakit pak” . Aku merasa legah, dan akhirya aku berpesan untuk Arif agar tetap rajin ke sekolah dan Arifpun langsung bertanya padaku. “Pak pergi ke sekolah ngak harus pakai sepatu kan?”, aku tersenyum dan memegang tanganya dan menyakinkannya untuk tidak takut ke sekolah hanya karena kelengkapan sekolah saja.  Arif kembali tertawa dan tersenyum  dan kembali bermain dengan teman-temanya sambil berlari.

Kali ini Arif didua minggu terakhirku berada di desa, membuat aku belajar tentang sebuah semangat, kesederhanaan dan keyakinan bahwa semuanya akan berjalan dengan baik selama kita percaya dengan setiap janji tuhan. Arif dengan semangat belajar dan mengejar ketinggalan belajar membaca dengan teman-temannya, untungnya teman-teman sekelasnya membantu Arif untuk membaca ketika ujian. Aku hanya bisa berdoa, Arif akan terus bisa belajar dan mencapai impiannya, dan akan selalu berada di desa. Kali ini aku benar-benar yakin untuk beranjak melihat impian anak-anak lain dibelahan bumi yang lain, sakura impian di Oi Marai sudah kuat dan akan terus mengalir layaknya sungai yang selalu mengalir meskipun dimusim kemarau. Terima kasih Arif pertemuan singkat ini menjadi perjalanan dan kenangan panjang untukku. Kesuksesan di depan mata menantimu, Nak! Salam Hangat Arif Munandar, bocah aktif dengan sejuta impian.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua