info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Mia dan Nova, Persahabatan Beda 'Bahasa'

DithaCahya Kristiena 13 Oktober 2015

“Bu Itaaaaaa..”, setiap pagi selalu ada teriakan itu dari mulut bocah lugu bernama Mia. Mia Meliawati namanya, namun dirinya sendiri menyebut namanya Mia Mati. Entahlah, aku belum tahu apa sebutan ketidakmampuan mengucapkan artikulasi dengan jelas itu. Mia Meliawati menjadi Mia Mati. Bu Ditha menjadi Bu Ita, kadang Bu Nita. Pak Angga menjadi Naga. Pancasila menjadi Macang Silat. Dan banyak lagi kata yang tidak diucapkan dengan jelas. Berhitung? Dia bisa berhitung 1-10 saja rasanya saya bahagia. Ah, terserahlah. Bagi saya, anak ini spesial untukku. Dia bersama sahabat karibnya, Nova, sering kali mengganggu tidur siang saya sekaligus paling sering membuat saya tertawa.

Persahabatan mereka memang unik. Kadang logika saya tidak sampai memahami bagaimana mereka. Nova, gadis cantik yang tuna rungu dan wicara, serta Mia yang belum lancar berbicara, belum mampu berbicara lebih dari 2 kata (S-P-O minimal), tapi mereka bisa menemukan frekuensi yang sama jika berkomunikasi. Kadang kebersamaan mereka tanpa kata-kata, tapi yang luar biasa, mereka saling memahami. Seperti jika mereka menuju rumahku dengan berboncengan sepeda. Gowesan sepeda itu selalu diiringi gelak tawa. Hanya mereka yang paham apa yang mereka tertawakan.

Sering masing-masing dari mereka mengadu kepadaku. Mia mengadu tentang Nova yang menurutnya nakal, begitu pun sebaliknya. Tapi ketika saya mau mendamaikan, mereka sudah saling berbagi tawa lagi. Atau ketika mereka sama-sama saling kehilangan. Saat Mia diajak pergi oleh ibunya ketika berbeda paham dengan ayahnya. Hampir 2 minggu saya dan Nova tidak bertemu Mia. Hampir setiap hari Nova bercerita kepadaku dengan menempelkan kelingking kanan di sebelah ibu jari kiri (bahasa isyarat Nova untuk menyebut Mia, karena jarinya Mia juga spesial) dan kemudian menggerakkan tangan kanan ke arah luar menunjukkan kata “pergi jauh”. Wajah Nova pun tertunduk lesu. Begitu pun dengan Mia ketika Nova liburan di Jakarta bersama ibunya atau saat Nova sakit, kulihat Mia hanya terduduk, cemberut, dan menopang dagunya dengan tangan. Atau ketika Nova curhat mengenai keluarganya, Mia? Mengikuti gerakan Nova. Ceritanya memang memilukan, tapi menjadi sumber gelak karena adanya Mia. Ah, persahabatan mereka memang spesial. Indah walau sama-sama memiliki keterbatasan dan perbedaan 'bahasa'.

Terima kasih duo spesialku, kalian mengajarkan ibu banyak hal, terutama tentang persahabatan yang terjalin antara kalian. Maafkan, Ibu baru bisa menjadi telinga buat segala cerita-cerita kalian.


Cerita Lainnya

Lihat Semua