Guruku adalah Perawatku

Dita Juwitasari 6 Maret 2015

Desa Kepayang, rumahku dan kampung halaman keduaku. Menjadi Pengajar Muda mengantarkanku singgah disini. Melihat Indonesia lebih dekat, menciptakan kisah di sisi lain Indonesia. Desa yang ada di sepanjang laut lalan, membutuhkan waktu 3 jam menggunakan sepit (perahu kayu bermesin) dari kecamatan. Desa dengan penduduk kurang lebih 2000 orang, menggunakan air sungai sebagai sumber kehidupan. Di keliling kebun karet dan kebun sawit.

Desa dengan langit sore yang indah, senja yang selalu menampakkan hadirnya dengan begitu gagah. Jeramba di sepanjang sungai, tempat mencipta tawa dan bahagia.Menemukan mutiara-mutiara Kepayang seperti menemukan harta karun. Mereka sederhana namun istimewa. Anak-anak yang seperti kotak kado, penuh kejutan yang tidak dapat di tebak.

Di sini aku tak hanya menjadi guru tempat bertanya ,tapi menjadi ibu tempat melepas lelah dan menjadi perawat tempat meminta pertolongan. Kadang pertanyaan mereka tak bisa ku jawab, lalu kita akan mencari bersama-sama jawabannya di perpustakaan atau aku akan meminta anakku untuk menunggu ibu gurunya mendapatkan sinyal dan mencari jawabannya di mbah google. Atau tiba-tiba mereka datang lalu menceritakan tentang masalah mereka, menggenggam tanganku dengan erat atau bersandar di bahuku.

Tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Bahkan sebuah kebetulan yang amat kebetulan adalah tetap rencana Tuhan yang tidak pernah meleset walau sepersejuta mili. -Tere Liye-

Aku adalah lulusan dari Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad. Saat memutuskan menjadi Pengajar Muda banyak yang mempertanyakan dan meragukan. Bagi mereka harusnya aku tetap ada di jalurku. Tapi takdir Allah memang tidak salah, aku ada di sini karena aku pun di berikan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang aku miliki. Menjadi konsultan kesehatan, tempat bertanya tentang obat-obatan atau melakukan tindakan medis.  

Di suatu Sabtu ada anak yang terjatuh dan daging kupingnya menempel di ujung lantai, bercucuran darah sangat banyak, baju pramuka berubah menjadi warna darah. Anak-anak menjerit histerit, memanggil-manggil namaku. Lalu entah kenapa, aku merasa begitu tenang menenangkan anak itu. Jiwa perawatku seperti muncul kembali, ku ambilkan minum agar anak itu tenang dan ku ambil kotak P3K. Lalu kuobati, ku bersihkan, ku hentikan perdarahannya dan ku perban lukanya. Bagi anak-anak kejadian itu begitu membekas, hingga setiap ada kejadian yang berhubungan dengan luka-lukaan maka anak-anak akan melaporkan padaku untuk minta di obati.Atau tiba-tiba di kelas ada anak yang diare, lalu kubuatkan oralit dengan gula dan garam dan ajaibnya sakit perut dan diarenya reda dalam 30 menit. Dan anak-anak sangat bersemangat untuk mencoba membat oralit.

 Di minta mengobati anak yang jatuh dari sepeda, tertabrak motor atau jatuh dari motor. Atau ada orang yang datang ke rumah untuk diperiksa karena ada benjolan di payudaranya tapi tidak percaya itu berbahaya. Lalu saya periksa dan benjolan itu ternyata sudah sebesar jempol kaki. Lalu saya menyarankan untuk memeriksa ke rumah sakit, dan ternyata memang betul itu tumor jinak. Lalu harus di operasi dan sekarang sudah sembuh, alhamdulillah. Seperti kembali pada waktu Profesi di Rumah Sakit, tapi sekarang benar-benar di aplikasikan di dunia nyata.

Semakin meyakini bahwa Allah tidak pernah salah memilihkan jalan bukan? Mungkin sekarang saatnya aku belajar dan mengaplikasikan apa yang aku pelajari. Dimanapun kita berada yang terpenting adalaha seberapa besar kita bisa memberikan manfaat yang baik untuk orang-orang di sekeliling kita. Mungkin sekarang aku tidak menjadi perawat di Rumah Sakit tapi menjadi perawat bagi anak-anakku di Desa Kepayang.


Cerita Lainnya

Lihat Semua