Masyarakat yang Tulus di Ujung Pegunungan Meratus

Dika Setiagraha 27 Agustus 2016

Desa Haratai 3, Dusun Kadayang adalah sebuah tempat tinggal masyarakat suku Dayak Meratus di Kalimantan Selatan dengan penduduk berjumlah 47 Kepala Keluarga yang mana rata-rata 1 keluarga terdiri dari 3-4 orang yang semuanya rata-rata berprofesi sebagai petani Kayu Manis, Cabai, Kemiri, dan Cengkeh kecamatan Loksado memang sangat terkenal dengan pesona wisata alam dan hasil buminya. Hampir dari setiap rumah di Desa Haratai 3 terbuat dari papan kayu namun beberapa teras rumah menggunakan keramik ini karena teras rumah biasa digunakan untuk beristirahat sambil ngobrol santai. Mungkin sudah menjadi budaya masyarakat disini ketika di waktu senggang tidak berkebun mereka berkumpul di teras rumah untuk berbincang santai entah itu keluarga ataupun tetangga di sekitar rumah ketika melihat kerumunan di depan teras rumah yang lain juga ikut berkumpul sambil minum teh atau kopi ala masyarakat sini yang terkenal dengan selera manis gulanya. Kondisi rumah yang tersusun rapi di sisi kanan kiri jalan yang tidaklah rata bahkan cenderung menaik karena memang dusun kami adalah dusun paling ujung sampai tidak ada lagi dusun lain di ujung gunung ini. Dibalik gunung yang dekat dari dusun ini adalah perbatasan antara kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan Hulu Sungai Tengah, Jangan heran jika terlihat banyak pohon dan suara merdu arus air sungai sepanjang perjalanan pegunungan Meratus. Tak begitu jauh dari dusun Kadayang adalagi dusun yang terletak sekitar 3 Km sebelum desa kadayang bernama Dusun Landoyan yang hanya dihuni sebanyak 5 Kepala keluarga anak-anak di desa ini juga merupakan murid-muridku di SDN Haratai 3 dimana 3 orang di antaranya adalah murid kelas 5 yang saya diamanahkan menjadi wali kelasnya.

Jika bertanya soal hidup dengan fasilitas seperti di perkotaan yang ada disini hanyalah Listrik yang menggunakan micro hidro dengan biaya pemasangan yang tidak cukup murah, oleh sebab itulah hanya beberapa rumah saja yang dapat menggunakan fasilitas ini. Sinyal jaringan telepon selular pun tidak ada, jika memang ingin mendapatkan sinyal jaringan tersebut butuh perjuangan mendaki gunung terlebih dahulu itu pun hanya operator tertentu yang memiliki sinyal yang stabil selebihnya tidak stabil. Medan jalan menuju desa terasa sangat sulit dilewati karena kondisi jalan yang tidak begitu lebar dimana hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Sang pengendara sepeda motor pun paling tidak harus sudah pengalaman di medan jalan yang memuncak dan jenis tanah berwarna coklat kemerahan karena jika tidak sang pengendara dan penumpang mungkin akan kesusahan untuk sampai di lokasi tujuan. 

Hidup di sekitar pegunungan Meratus ini jangan pernah khawatir kelaparan sampai mati ataupun stress bosan sendirian karena masyarakat disini sangat ramah dalam berinteraksi dan rajin memberi hasil bumi terutama beras di saat hari Raya, mereka adalah penganut keyakinan agama Kaharingan dimana setiap warga akan saling memberi beras atau lamang (lemang, nasi yang dimasak di dalam bambu) yang artinya merupakan wujud rasa syukur mereka setelah peristiwa panen raya, tak heran jika sering ada wisatawan lokal maupun mancanegara yang rela jauh-jauh berkunjung ke desa Haratai 3. Tumbuhan sayuran yang ada di sekitar desa pun sangat banyak, namun sayangnya jumlah variasi sayuran tersebut masih sangat sedikit, belum begitu beragam. Antusiasme warga untuk meningkatkan kualitas pendidikan disini sangat baik dilihat ketika kepala sekolah mengumumankan akan ada guru baru di SDN Harati 3, beliau menghimbau semua warga untuk memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini dengan menjaga baik-baik mulai dari awal Pengajar Muda datang di tahun pertama ini sampai angkatan terakhir di desa tersebut.

Indonesia Mengajar mengirimkan Pengajar Muda di 1 desa selama 5 tahun yang mana setiap tahunnya akan ada pergantian Pengajar Muda. Tak sampai seminggu dari pengumuman itu ketua komite sekolah beserta masyarakat gotong royong memperbaiki rumah dinas yang ada persis di hadapan sekolah. Hebatnya ketua komite sekolah yang merangkap sekaligus ketua RT di dusun Kadayang ini punya inisiatif baik, terlihat saat saya bercerita kepada beliau bahwa anak-anak sedikit kesulitan belajar di malam hari karena tidak ada penerangan. Sehari setelah saya bercerita beliau langsung berbicara kepada masyarakat dan memberikan tanggapan dengan berbicara ke saya bahwa nanti akan di pasangkan listrik saya dipersilahkan untuk menunggu orang yang biasa memasang listrik di desa. Di Desa Ini memiliki sebuah sekolah dasar negeri yang sejak diresmikan sekolah ini belum ada perubahan total pada bangunannya, hanya bagian jendela saja yang tadinya menggunakan kaca diganti menggunakan kawat karena faktor keamanan dan kenyamanan siswa yang dekat dengan halaman olahraga Voli yang juga biasa digunakan masyarakat untuk bermain. Bicara tentang olahraga Voli beberapa alumnus dari Sekolah Dasar Negeri Haratai 3 sering sekali mewakili kecamatan Loksado untuk bertanding di tingkat Kabupaten bahkan tingkat Nasional, suatu kebanggan memang remaja yang tinggal di desa terpelosok Kalimantan Selatan bisa mengenal kota metropolitan dan atlit olahraga Voli dari provinsi lain di  Indonesia.

Anak-anak di desa Haratai 3 sangat bersemangat untuk menuntut ilmu meskipun terkadang kehadiran mereka tidak ada di sekolah karena alasan membantu orang tuanya berkebun. Tekad dan semangat positif ini dibuktikan ketika guru menjelaskan mereka selalu mencatat apa yang ada di papan tulis, kehadiran Pengajar Muda dari Gerakan Indonesia Mengajar sejak Juni 2016 yang tinggal di antara masyarakat Desa membuat mereka hampir setiap hari singgah di rumah sang guru baru tersebut untuk belajar. Saat ingin masuk rumah untuk belajar bersama mereka selalu izin mengucapkan “Pak permisi umpat (ikut) masuk” dan setelah belajar pun ucapan terima kasih hampir selalu mereka sampaikan ketika selesai belajar, sebuah perilaku yang sering kita lupakan namun tanpa sadar itu membuat kebiasaan yang santun dalam proses belajar mengajar. Tak hanya itu sebagai wujud terima kasih dan rasa hormat kepada guru-guru di sekolah mereka sering memberikan hasil panen kebunnya tanpa pamrih, kata mereka “tanpa guru mungkin kami sudah ketinggalan sama orang-orang kota terutama ilmu tentang baca, tulis, dan hitung”.


Cerita Lainnya

Lihat Semua