WAJIB :MASAK, DATANG, SANTAP DAN ANTAR...

Dika Purnamasari 23 Maret 2012

 

DIKA PURNAMASARI   WAJIB:MASAK, DATANG, SANTAP DAN ANTAR Desa Muara Telake, 20 Maret  2012   Setiap budaya memiliki cara yang unik dalam mengekpresikan kecintaan dan rasa hormat pada “holy day “ yang mereka yakini. Keunikan dan keberagaman budaya itulah yang menyebabkan di Indonesia ada berbagai cara untuk  merayakan hari dimana setiap umat Muhammad SAW diminta untuk mengorbankan sedikit harta yang dimiliki  dalam bentuk penyembilahan hewan. Hewan  bernilai jual tinggi yang artinya setiap orang dalam kategori mampu harus menyisihkan sebagian harta yang dimiliki.  Juga sebagai bentuk napak tilas Bapak para Anbiya yaitu Nabi Ibrahim a.s yang rela mengorbankan anaknya ( lalu ALLAH SWT ganti dengan seekor Domba ), bentuk ketaatan kepada Rabb juga bukti cinta kasih dan kepedulian kepada sesama.    Kepedulian memiliki kata dasar peduli yang menurut saya memiliki arti berbagi dalam berbagai bentuk. Perhatian, kasih sayang, cinta, prasangka baik  juga yang bersifat materi. Itulah yang kurasakan di Desa Muara Telake. Pada hari ini semua orang peduli. Entah peduli karena merek harus peduli, terpaksa peduli, sampai pada keihlasan untuk  untuk peduli. Semuanya beragam. Semuanya belajar untuk peduli.   Desa Muara Telake membentang  mulai dari Desa Hulu sampai Desa Hilir sepanjang 2 km yang di pisahkan oleh jembatan lebar 1,5 meter dan memiliki panjang yang sama. Pada hari raya ini setiap rumah diwajibkan membuat makanan  baik nasi, wadek ( kue), buras ( lontong ), sokkok (ketan)  dan bergama aneka minuman sebanyak jumlah masyarakat yang ada di desa ini ( Bisa dibayangkan betapa banyaknya makan yang harus dibuat ???).    Pada hari Idul Adha pertama masyarakat yang ada di Desa Hilir akan berkunjung ke setiap rumah yang ada di Desa Hulu untuk menjalin ukhuwah Islamiyah juga mencicipi kudapan yang disajikan. Acara berlangsung mulai dari Jam 08.00- 14.00 WITA. Hari Kedua sebaliknya, giliran Desa Hulu yang berkunjung ke Desa Hilir. Bisa dibayangkan, betapa kita harus mengosongkan perut  sebelum beraksi.  Ditambah dengan mitos yang berkembang di suku Bugis, Bajau  maupun Dayak bahwa ketika seseorang berkunjung ke suatu tempat , disuguhkan dan ditawarkan makan atau minum maka kita wajib tidak menolak, bahkan uniknya untuk menghindari penolakan maka  cukup dengan  menyentuh saja makanan yang disajikan lalu di dicicipi  dan kewajiban itu selesai. Kalau tidak,  maka seseorang itu  akan tiba-tiba sakit atau ada kejadian yang ganjil alias aneh ( hem.... kejadian apa ya : ). Setelah selesai maka setiap rumah mengantarkan makanan kepada tetangga dan kerabat. Tentu saja wadah harus kembali terisi penuh dengan berbagai kudapan yang tidak kalah menarik.        Satu hal yang membuat saya tersenyum  adalah setiap orang baik dewasa, remaja sampai anak-anak memiliki hak yang sama untuk bisa menyantap dengan duduk bersama. Tapi ada pengecualian, untuk kaum hawa ketika masuk, silakan langsung menuju ke ruang belakang alias dapur untuk menyantap menu makanan yang sama. Mungkin itulah bentuk penghortan kepada kaum hawa, right?:p Bentuk perayaan seperti ini hanya ada di Desa Muara Telake ( ucap salah satu tokoh masyarakat ). Untuk itu, saya sepakat karena memang belum menemukan hal yang serupa di daerah lain.    Perayaan dua hari ini tentunya akan menambah tanggal merah baru di kalender pendidikan Muara Telake. Berdampak berkurangnya jatah minggu ideal untuk jam pelajaran di sekolah.  Sehingga akan menambah konsentrasi  guru untuk memberikan pelajaran lebih cepat dari PROSEM atau PROTA yang mungkin sudah dibuat     ( semoga di SDN tempat saya mengajar merasakan hal sama dengan yang saya pikirkan :p ).

Cerita Lainnya

Lihat Semua