Antara Jakarta dan Bibinoi (Part 1)

Diera Gala Paksi 30 November 2011

      Jakarta, pukul 02.00 WIB, roda bus mulai bergerak, mendorong bus yang mengangkut kami para pengajar muda meninggalkan kota jakarta sekaligus meninggalkan semua kenangan selama kita mengikuti masa pelatihan dua bulan di jakarta, bogor dan bandung. Kenangan-kenangan indah bersama orang-orang hebat yang menginspirasi, program-program yang bermutu, para pengajar yang berkualitas dan yang tak kalah pentingnya teman-teman pengajar muda yang merupakan orang-orang pilihan dan sukses di bidangnya masing-masing. Melewati seleksi yang ketat dan juga pelatihan yang tidak kalah disiplinnya dengan kopassus (korps pasukan khusus), akhirnya kita dapat menyelesaikan semuanya. Sungguh, pertemuan yang sangat singkat seakan baru saja kita bertemu di Galuh (kantor Indonesia Mengajar), dan saling berkenalan satu sama lain, bercanda, menanyakan asal daerah, kerja dimana dan lain-lain. Akan tetapi waktu jugalah yang memisahkan kita semua.      

  Jakarta, pukul 03.30 WIB, bus mulai melambatkan lajunya, kemudian berhenti tepat di depan terminal domestik bandara Soekarno-Hatta. Satu per satu para pengajar muda mulai turun dan membawa barangnya masing-masing. Prosedur rutin dijalankan seperti pengecekan tiket, bagasi, dan lain-lain. Setelah semuanya berjalan dengan lancar, sebelum berangkat dan berpisah dengan kelompok penempatan yang lain (para pengajar muda dibagi ke dalam lima kelompok penempatan, yaitu halmahera selatan, paser, bengkalis, majene dan tulang bawang barat), maka diadakanlah upacara pelepasan untuk para pengajar muda. Walaupun cuma sebentar tetapi acara berlangsung sangat khidmat, diiringi doa dari pendiri Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) yakni Anies Baswedan, seluruh jajaran staf GIM dan orang tua para pengajar muda yang memang sengaja hadir untuk melepas anak-anak mereka. Derai air mata pun tak dapat dibendung, begitu upacara usai kita saling berpelukan untuk terakhir kalinya. Kebetulan pada saat itu kelompok penempatan Halmahera selatan (Halsel) yang berangkat pertama kali.      

    Jakarta, pukul 05.40 WIB, 10 pengajar muda halsel telah bersiap di seat-nya masing-masing sekaligus merapikan barang bawaan di bagasi yang memang banyak sekali, sampai-sampai karena keterbatasan tempat kita meletakkannya di bawah seat hingga kaki kita sulit sekali untuk bergerak. Ternyata tanpa kita sadari, khususnya saya pribadi mendapatkan sedikit bonus, apakah itu?. Ternyata saya duduk tepat di samping lula kamal (yah, itung-itung sebagai penyemangat sebelum penempatan, he..he..he..). pembahasan mengenai lula kamal nanti kita bisa lanjutkan di sesi yang lain. Kembali ke pesawat, roda pesawat pun mulai melaju kencang pertanda pesawat akan segera take off. Tak lama kita merasakan pesawat sudah mulai mengudara meninggalkan hingar bingar dan segala macam keruwetan kota jakarta.      

    Manado, 10.40 WITA, perjalanan empat jam di langit nusantara untuk sementara berakhir di bandara Samratulangi, untuk sekedar transit selama 20 menit. Waktu yang singkat tersebut kami gunakan untuk mengganti ketua koordinator, mengapa?, karena ketua koordintor kita yang pertama mendapatkan tempat penempatan yang paling jauh dari kota, oleh karena itu kita mencari ketua koordinator yang dekat dengan kota. Maka, dipilihlah Nino sebagai ketua koordinator karena dia mengajar di papaloang, dimana daerah tersebut sangat dekat sekali dengan kota, dekat dengan base camp kita, di mandaong. Diharapkan nantinya, nino yang lebih banyak berurusan dengan dinas dan instansi terkait khusus untuk masalah advokasi pendidikan dan sebagainya, tentunya dia juga mendapatkan hak untuk merekrut anggota yang dapat membantunya dalam hal itu. Yup..tanpa terasa waktu transit pun usai, lantas kita pun bergegas menaiki pesawat kembali dengan tujuan akhir kami yakni “Ternate”.  Semua pengajar muda telah duduk di tempatnya masing-masing, mengenakan kembali sabuk pengaman dan duduk dengan rapi laksana siswa siap melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Pesawat pun mulai bergerak perlahan yang semakin lama semakin cepat dan tanpa terasa kita semua sudah take off, jauh meninggalkan kota manado yang dari atas terlihat sangat indah hingga yang tersisa cuma awan saja. Hari sudah mulai terik, hal itu terasa di kaca pesawat yang sudah mulai panas. Lalu kita istirahat sejenak untuk menghilangkan penat.      

   Ternate, 12.40 WIT, tanpa terasa kita sudah berada di atas langit kota tujuan akhir kami. Yang kami rasakan saat itu, takjub sekali, bagaimana tidak yang kita lihat di bawah adalah hamparan laut yang indah bak permadani biru yang dihiasi warna eksotis yakni pulau-pulau yang berjejer sangat rapi, persis seperti yang saya lihat di majalah traveling ataupun mencoba mencari tahu di google. Pulau yang sedari awal kecil, lambat laun terlihat begitu besar dan lama kelamaan kita dapat melihat dengan jelas apa yang ada di dalamnya, mulai dari jalan atap rumah sampai di kejauhan kita sudah dapat melihat jelas landasan udara, yang artinya tidak lama lagi kita akan landing.      

    Sultan Baabullah Airport, 13.00 WIT (kurang lebih), pintu pesawat sudah mulai terbuka, semua penumpang pun berjejal antri untuk turun dari pesawat, kita?. Sengaja turun terakhir karena barang kita jumlahnya paling banyak jadi berasa naik angkot,hahaha..,oke lantas kita lihat depan dan belakang sekiranya tempat sudah agak lengang, lalu..hap..hap..hap..dengan sigap kita turunkan barang-barang yang kita bawa satu persatu mulai dari pelampung, bahan makanan, baju sampai pada hal yang sebenarnya agak sedikit mengganggu kita yakni pigura yang berisi foto-foto pengajar muda angkatan satu yang jelas-jelas beratnya gak ketulungan. Singkat kata kita telah menginjakkan kaki di kota yang memiliki ikatan batin dengan artis senior di negeri ini, siapa lagi kalo bukan ”Dorce Gamalama”. Loh kok bisa???.  Pasti semua penasaran apa hubungan “Dorce” dengan “Ternate”. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena nama belakang yang dipakai oleh dorce sampai saat ini diambil dari nama gunung berapi (yang masih aktif sampai sekarang) yang terkenal di Ternate yakni gunung Gamalama. Next, setelah kita mengemasi semua barang, di luar, pengajar muda angkatan pertama sudah menunggu kita dengan membawa mobil carteran. Tanpa perlu menunggu lama kita telah disiapkan dengan berbagai agenda yang cukup padat. (bersambung)


Cerita Lainnya

Lihat Semua