Siomay Ima dan Kakak Diah
Diah Setiawaty 17 Desember 2010
“Saya ingin buka usaha untuk bekal anak di masa depan, tapi usaha apa ya?”
Tanya Ibu angkat saya suatu malam. Saya yang selalu ingin punya usaha sendiri langsung mengajukan beberapa alternatif usaha yang mungkin akan lahir. Tapi usaha pertama yang muncul dalam benak saya adalah usaha makanan. Selain karena saya hobi jajan makanan dan berwisata kuliner ria, saya juga ingin sekali belajar masak, serta membuka usaha makanan. Beberapa orang bilang masakan saya enak hanya saja saya tidak pernah punya cukup waktu untuk mempraktikkannya sehingga varian masakan yang bisa saya buat sangat terbatas. Akan tetapi bakat memasak tampaknya mengalir dari Ibu saya yang memang sangat jago memasak.
Akhirnya terdorong oleh hasrat terpendam saya, saya berhasil meyakinkan Ibu Kades lewat cerita-cerita sukses singkat, analisis pasar sederhana, dan motivasi mengenai betapa mudahnya membuat bisnis ini. Saya tidak menyangka kalau Ibu benar-benar berhasil saya “racuni” dan pilihan jatuh di antara membuat bakso dan siomay karena memang mudah pembuatannya dan mudah sumber dayanya. Selain itu makanan ini terbilang diminati masyarakat tetapi jarang sekali ada penjual yang lewat atau menjual makanan ini kios makanan pun di daerah saya bisa dibilang tidak ada.. Sesuai dengan hukum ekonomi, dimana ada permintaan di situ ada penawaran, gayung pun bersambut. Kebetulan saya memiliki sahabat yang jago membuat siomay ikan tenggiri dan pernah beberapa kali menjualnya dalam acara-acara Bazaar. Mendengar keberhasilannya dan cerita tentang lezatnya siomay buatan teman saya Ibu angkat saya pun akhirnya ingin mempraktikkan usaha tersebut. Saya langsung menelpon sahabat saya yang kebetulan sedang studi di salah satu universitas di Bogor. Ia pun dengan antusias mendukung dan memberikan resepnya. Ia langsung menulisnya di notes face book dan men-tag saya. Sayangnya saya sulit mendapat sinyal internet sehingga ia pun akhirnya haru me-sms saya semua resepnya.
Akhirnya saya membantu membuat dan menjual siomay yang kelak dinamakan siomay Ima dan Kakak Diah oleh Ibu angkat saya. Ima nama panggilan anak perempuannya dan saya nama anak perempuan angkatnya, hal ini merupakan sebuah penghargaan tak terkira bagi saya. Saya pun belajar banyak, belajar bagaimana mengelola keuangan dalam sebuah bisnis kecil-kecilan, bagaimana melakukan penyesuaian di pasar sebagai contoh karena lidah orang Kalimantan lebih familiar dengan udang maka kami pun mengganti siomay tenggiri menjadi siomay udang, dan setelah melalui beberapa eksperimen maka kami berhasil membuat satu formulasi yang tepat untuk siomay udang tersebut. Selain itu kami juga melakukan beberapa eksperimen untuk membuat bakso yang di Kalimantan sering disebut pentol.
Alhamdulillah dagangan kami berjalan lancar sampai hari ini, Ibu bahkan sudah menarik pelanggan dari hulu yang letaknya di seberang sungai. Di seberang sungai yang desanya masih begitu terpencil tidak ada orang yang menjual jajanan seperti ini sehingga bahkan beberapa orang rela mendayung perahu menyebrangi sungai yang relatif besar dan cukup deras airnya untuk membeli siomay Ibu saya. Baru-baru ini bahkan seluruh staf di sekolah yang saya ajar bahkan memesan siomay dari Ibu. Di waktu-waktu lain, di saat cuaca sangat panas sehingga peminat bakso dan siomay jarang, Ibu membuat alternatif lain yaitu gado-gado, bubur kacang ijo, kue donat, sanggar(pisang goreng), sampai pisang keju. Ibu juga menjual minuman permen-permen dan aneka jajanan anak-anak serta yang tidak kalah menyenangkannya Ibu menjual es dan minuman dingin instant. Hal ini termasuk langka mengingat tidak ada listrik sehingga tidak ada yang memiliki kulkas di desa kami. Ibu pun akhirnya membeli es dari tukang es keliling yang terkadang lewat, tentunya ini sangat menggembirakan pelanggan dan ternyata jajanan inilah yang paling laku dibandingkan jajanan lainnya. Ayah angkat saya yang tadinya meragukan apakah ada yang mau membeli dagangan kami sampai-sampai membangunkan kios makanan yang terbuat dari kayu di depan rumah. Bayangkan bagaimana bahagianya saya dan Ibu? Rasanya bagai tutup bertemu tumbuk. Selain karena pasar yang menyambut baik dan support dari Ayah, saya juga sangat bahagia karena saya berhasil memfasilitasi dan memotivasi Ibu angkat saya untuk membuka dan menjalankan bisnisnya. Di samping itu selain mengajar saya juga mendapat pelajaran berharga tentang bisnis dan juga memasak, saya juga belajar membuat kue-kue yang orang Bugis seringkali menyebutnya Wade, beberapa dari kue buatan saya bahkan di jual oleh Ibu. Ini adalah salah satu usaha pemberdayaan masyarakat yang saya lakukan di luar bidang pendidikan, tentunya saya atur sebisa mungkin agar aktivitas ini tidak mengganggu tujuan utama saya yaitu mengajar walaupun saya masih turut membantu Ibu membuat dan menjual dagangannya, seraya menjaga cita-cita saya untuk membuka bisnis sendiri. Seringkali saya berkata kepada Ibu
“InsyaAllah kalau bisnis ini sukses, yang saya sangat yakin atasnya, saya akan membuka cabang bisnis ini di Jakarta kalau saya kembali nanti.”
Semoga Tuhan senantiasa merahmati dan memberkati keluarga angkat saya dalam menjalankan bisnis ini...Aamiin
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda