info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Hari Pendidikan Nasional (Part 1)

Diah Setiawaty 8 Mei 2011
Menjelang hari pendidikan, saya menggagas dua kegiatan di sekolah kami. Pertama kegiatan membuat kartu ucapan selamat hari pendidikan nasional. Ini terinspirasi dari salah satu majalah Fashion ternama yang dikirimkan teman saya. Ya, karena tahu saya menyukai majalah-majalah fashion ia mengirimkan majalah Bazaar edisi April ke pelosok hutan rimba Kalimantan. Sebuah tindakan yang mengharukan sekaligus menggelikan, karena betapapun saya berada di lokasi terpencil hidup saya tidak bisa terlepas dari fashion dan konsumerisme (Oops!). Di majalah edisi tersebut ada bonus edisi anak-anak dimana pelanggan mendapat bonus Blank Cards karya 8 seniman cilik. Ya majalah tersebut mengadakan lomba gambar untuk anak-anak dan karya pemenang dicetak menjadi kartu-kartu kosong yang menggemaskan. Kartu-kartu ini dapat digunakan untuk acara apa saja seperti kartu ucapan selamat ulang tahun,kartu selamat hari ibu,  kartu ucapan semoga lekas sembuh, dll. Saya pikir ini ide yang sangat brilian, setiap anak dapat membuat kartu seperti ini dengan cara memotong kertas atau kertas karton, melukis cover depannya, menulisi cover belakang dengan nama mereka dan judul gambar diatas, serta menulis isi kartu tersebut dengan ucapan “Selamat hari pendidikan Nasional, semoga Bapak dan Ibu guru......” diisi sendiri sesuai kreativitas anak. Ya saya memang meminta murid-murid untuk menulis kartu ucapan tersebut untuk Bapak dan Ibu guru di sekolah. Setelah saya menunjukkan contoh kartu-kartu tersebut kepada anak-anak,  ya kartu-kartu dengan gambar dan warna-warna menarik tersebut memang agak timpang ketika saya tunjukkan. Mereka terlihat antusias meskipun saya menyaksikan ketimpangan yang ironis karena Gambar-gambar lucu tersebut berjudul “Mama berbelanja di Hongkong” atau “Mommy di Shopping Centre”, “Atau Mommy and books” beberapa anak bertanya “Apa itu shopping centre Bu?” tanyanya polos Saya hanya menjawab “Plasa” “Mommy and books artinya apa?”tanya mereka lagi “oo...Mommy artinya ibu, book artinya ibu jadi ibunya suka baca” Sekali lagi satir mencekat tenggorokan saya, mengingat kebanyakan orang tua mereka tidak sekolah dan tidak bisa membaca, tetapi semua perasaan campur aduk yang saya rasakan dan saya tutupi dengan senyuman melihat fenomena itu terhapus kembali dengan celetukan murid lain “Waah mobilnya lebih besar dari orangnya” kata mereka tertawa-tawa. Ya kesederhanaan dan kepolosan khas anak-anak memang sangat menghibur dan membantu saya melepaskan segala stres yang menjangkiti saya. Siang itu semua anak dari kelas dua sampai kelas enam saya undang untuk membuat kartu tersebut di perpusatakaan. Hari itu saya menyulap perpustakaan menjadi bengkel kreasi mereka, menyediakan kertas karton dan spidol, membimbing mereka satu persatu untuk membuat kartu-kartu tersebut. Hasilnya mencengangkan, mereka sangat kreatif dalam menggambar dan membuat ucapan. Kartu-kartu tersebut bergambar gunung, rumah, ada yang menggambar kaligrafi, dan ada satu anak yang menggambar Menara Eiffel full colour dengan krayon yang saya bawa, mencengangkan. Belum lagi isi kartu-kartu mereka. Semua diawali dengan kalimat yang sama yaitu “Selamat Hari Pendidikan Nasional” lalu selanjutnya “Semoga Bapak dan Ibu sehat-sehat selalu”, “Semoga Bapak dan Ibu tambah sehat dan baik”, ada yang lucu “Semoga Bapak dan Ibu guru menyukai gambar ini” ya gambar yang dibuatnya dengan susah payah adalah hadiahnya kepada Ibu dan Bapak Guru. Adik angkat saya Ima menulis “Semoga Bapak dan Ibu Guru selalu ikhlas dalam mengajar kami”  lalu saya tercenung membaca tulisan Ardan murid saya yang sakit-sakitan dan berasal dari keluarga kalangan ekonomi ke bawah (seperti mayoritas anak-anak sekolah kami) ia menulis “Semoga Bapak dan Ibu mendapatkan uang”. Sebuah do’a yang indah dan sangat spesifik. Saya terharu hampir menangis, tetapi juga mengamini dengan bangga. Bayangkan ia tidak menulis semoga Bapak dan Ibu murah rejeki atau tambah banyak rejekinya tetapi langsung kepada pokok pikiran “uang”.  Otak saya yang berputar dengan spekulasi dan analisis diperparah dengan perasaan yang berkecamuk tiba-tiba sangat mendambakan kebijaksanaan. Mungkin saja uang adalah isu sehari-hari dalam kehidupan murid saya ini; ia melihat orang tuanya yang sulit, guru-guru dengan gaji minimal, teman-teman yang bekerja sepulang sekolah dan kakak-kakaknya yang berhenti sekolah karena harus bekerja menafkahi keluarga.  Mungkin uang baginya sangat penting sehingga merupakan hadiah yang terbaik untuk guru-gurunya. Ardan yang kurus, kecil, dan sakit-sakitan tetapi memiliki otak yang encer. Tulang-tulangnya menonjol, wajahnya tirus dengan binar matanya yang sendu menatap saya dengan senyum tulus ketika saya memintanya berpose memamerkan karyanya. Saya yakin tidak ada yang sia-sia dalam hidup, terbukti segala pengorbanan setelah seharian terbayar ketika melihat senyum guru-guru pada saat saya memberikan kartu-kartu tersebut. Mereka mengakui bahwa anak-anak mereka kreatif. Komentar-komentar negatif pun tidak terdengar sama sekali ketika membaca kartu-kartu tersebut. Saya sangat bersyukur. Agenda kedua yang  saya adakan dalam rangka hari pendidikan nasional adalah lomba dekorasi kelas. Setelah saya meminta ijin kepada Kepala Sekolah dan mendapatkan dukungan untuk mengadakan lomba tersebut maka saya mengumkan pada hari kamis, 28 april 2011. Anak-anak terlihat sangat antusias dan semangat menghias kelas-kelas mereka. Kelas enam misalnya sudah menghias kelasnya sejak hari kamis padahal penjurian dilakukan pada hari senin tepat pada tanggal 2 Mei. Pada hari sabtu yang biasa digunakan untuk kegiatan Pramuka, justru digunakan untuk gotong royong setiap kelas menghias kelasnya. Saya tidak membayangkan kegiatan ini akan menjadi sesemarak ini. Setiap kelas dari kelas 1 s.d kelas 6 bersaing mempercantik kelas mereka. Mulai dari menghias langit-langit dengan balon dan hiasan dari pita-pita dan kertas, dekorasi dinding dengan karya-karya mereka yang berupa gambar-gambar, hingga lukisan dan tulisan-tulisan berhias di papan tulis bertuliskan Selamat Hari Pendidikan Nasional. Saya benar-benar tidak menyangka sekolah akan menjadi semeriah itu. Atun salah satu murid terpintar di kelas VI bertanya “Di Jakarta di rayakan juga kah Bu Hari Pendidikan Nasional?” Saya menjawab, “Ada yang merayakannya ada yang tidak” walaupun seringnya tidak dirayakan lanjut saya dalam hati. Melihat segala usaha mereka saya merasa tidak enak jika memberikan hadiah yang biasa-biasa saja. Akhirnya saya hunting piala di kota, dua hari berturut-turut berkeliling kota dengan sepeda bersama Ale, putra dari Ibu angkat seluruh pengajar Muda Passer, Ibu Hera yang sebetunya adalah fasilitator tidak resmi kami. Beliau sangat baik dan sangat supportif terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan Pengajar Muda. Tidak jarang di akhir minggu sebulan sekali kami menginap di rumahnya untuk rapat bulanan dan berkonsolidasi. Kebetulan minggu tersebut adalah jadwal kami bertemu untuk rapat. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mencari bahan-bahan yang saya butuhkan di sekolah. Bersama Ale kami bersepeda hingga senja. Hari pertama untuk survey harga dan percetakan yang bisa mencetak tulisan di Piala. Hari kedua untuk benar-benar membeli piala-piala tersebut dan menyerahkannya ke percetakan. Berkat Ale sang pemandu, semua rencana saya terkait kegiatan Hardiknas di sekolah berjalan dengan lancar. Ale juga berkata “ Kalau saya kak, lebih baik diberi hadiah piala kalau ada lomba-lomba dibandingkan dengan makanan. Karena kalau piala bisa diingat-ingat terus sedangkan kalau makanan setelah habis ya sudah, tidak bisa diingat.” Ya di daerah ini guru-guru memang lebih senang memberikan hadiah makanan seperti snack, cokelat, dan permen karena selain harganya murah, anak-anak juga senang menerimanya. Hadiah hanya sebagai penyemarak acara sedangkan kegiatan intinya adalah lomba-lomba itu sendiri. PS: OK saya akui saya banyak membuat cerita bersambung di Blog ini, tenang saja saya pasti akan menyelesaikan semuanya. Untuk itu saya juga berjanji akan menyelesaikan tulisan ini. Promise!

Cerita Lainnya

Lihat Semua