info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Belajar Bahasa Inggris di Atas Passer

Diah Setiawaty 17 Desember 2010
One, Two, Three, four, five.... Begitu celotehan anak-anak di sekitar rumah saya ketika mereka bermain di atas tumpukan pasir. Saya mendengarnya ketika saya sedang jogging sore di depan rumah sehabis memberi les Bahasa Inggris untuk anak-anak kelas 3,4, dan 5 SD secara maraton sejak pukul dua sampai setengah lima sore. Rupa-rupanya yang sedang bermain adalah salah satu murid saya Syifa (kelas tiga SD) beserta adik dan teman-teman lainnya yang lebih kecil. Ia mengajarkan anak-anak itu bahasa inggris di atas tumpukan pasir. Saat itu saya terenyuh, betul-betul terharu sekaligus bangga. Saya berhasil membuat anak-anak di pedalaman Kalimantan Timur, di Passer, yang bahkan belum masuk listrik,bermain sambil menggunakan Bahasa Inggris. Di dalam hati kecil saya memanjatkan do’a agar anak didik saya benar-benar dapat menggunakan ilmunya sebaik-baiknya di masa depan. Menjadi pemimpin-pemimpin bangsa bahkan dunia. Saat ini siswa yang ikut les Bahasa Inggris kepada saya semakin banyak, mulai dari kelas 2 SD sampai dengan kelas 2 SMP.Mereka dengan antusias belajar walau lidah mereka masih belum bisa sepenuhnya menyesuaikan diri. Rasa-rasa frustasi saya di awal-awal ketika saya merasa belum bisa memasukkan kosa kata ke dalam memori jangka panjang mereka kini mulai terbayar. Meski tidak semuanya tetapi beberapa anak setidaknya mulai mengerti dan hapal beberapa kosa kata lewat berbagai permainan dan nyanyian yang saya buat (yang terkadang tidak konsisten dari waktu ke waktu) Beberapa waktu lalu saya sempat frustasi karena anak-anak kelas 2 SMP yang saya ajar mulai tidak mmenepati jadwal les. Ketika saya tanyakan alasannya salah satu dari murid saya berkata “Bisakah lesnya di ganti dengan matematika Bu? Kalau Bahasa Inggris terus pusing kita” Saya menjawab “Mudah-mudahan Ibu bisa ya, soalnya sudah lama tidak belajar Matematika. Coba saja bawa buku matematikanya nanti ketika les Bahasa Inggris.” Pada titik itu saya sebenarnya merasa agak terpukul. Bukan saja karena mereka tidak begitu menyukai les Bahasa Inggris yang saya rasa penting dikuasai tidak semata-mata untuk mendapatkan nilai bagus di Raport. Ekspektasi saya lebih untuk membantu mereka bertahan hidup, memperbaiki kehidupan mereka di masa depan, serta meraih cita-cita mereka terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi. Rasa terpukul  juga muncul karena fakta bahwa saya tidak begitu ahli dalam matematika. Akan tetapi seingat saya masa-masa traumatis  terhadap pelajaran itu baru dimulai pada saat SMA dan sampai sekarang pun saya masih penasaran, jadi saya harap saya masih bisa mengajar pelajaran ini di SMP. Menariknya,di  tengah perjalanan ketika saya berpikir mungkin les Bahasa Inggris ini tidak akan bertahan lama bermunculan murid-murid lainnya. Akhirnya hari ini dari yang tadinya hanya empat orang yang belajar sekarang sudah mencapai sembilan orang. Hati saya pun kembali berbunga ketika mengetahui kenyataan tersebut. Walau demikian saya masih berusaha mengakomodir semua keinginan mereka. Termasuk untuk les mata pelajaran lainnya. Kuis Satu Milyar Rupiah Sewaktu saya mengajar murid kelas IV saya membuat permainan kuis satu milyar rupiah. Mereka yang bisa menulis ejaan dalam bahasa Inggris yang saya bacakan akan mendapat uang sampai sebesar satu milyar rupiah. Saya pun membawakan quiz tersebut dengan gaya Tantowi Yahya tentunya tanpa menawarkan tiga macam bantuan yang terkenal itu, phone a friend, 50-50, or ask the audience karena ini adalah kuis massal yang diikuti seluruh kelas. “Selamat datang ke kursi panas, untuk pertanyaan pertama anda akan mendapatkan hadiah Rp.500.000” Segera setelah saya bacakan bahasa Inggrisnya anak-anak pun segera berlarian ke arah saya untuk memberikan jawabannya. Saya melihat cahaya antusiasme di mata mereka. Mereka pun bertahan sampai ke hadiah utama sebesar satu milyar rupiah. Beberapa anak melonjak-lonjak girang ketika tahu mereka bisa membeli apa saja dengan uang satu milyar rupiah. “Kita kaya! Kita kaya!” “Ibu mana hadiahnya?” tanya mereka dengan nada bercanda “Hadiahnya bisa diambil sekitar 20 tahun lagi, yang penting kalian harus percaya kalian bisa dan bekerja keras. Percayalah bahwa detik ini uang tersebut sedang dicetak untuk kalian. Siapa yang percayaaaa...?” “Saya....!!!!!!” tunjuk mereka semua sambil mengacungkan jari-jari mereka ke angkasa. “Sekarang jangan pernah lupakan ini, kalian semua bisa berhasil di masa depan nanti, ingat untuk menjemput hadiah kalian 20 tahun lagi ya!” Seru saya dengan bersemangat “Iya Bu!!” Mereka pun tertawa-tawa dengan takjub. Saya berdo’a dalam hati agar Tuhan mendengarkan do’a kami siang hari ini. Saya bukan mengajarkan mereka untuk menjadi orang-orang yang materialis. Tidak sama sekali tidak. Saya hanya ingin mereka memiliki impian yang tinggi dan percaya mereka dapat meraih semua impian itu. Saya sungguh berharap mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup mereka dan keluarga mereka serta menjadi seorang pemimpin yang berbudi luhur kelak.

Cerita Lainnya

Lihat Semua