Cita-cita Setinggi Langit (Langit)

Dhini Hidayati 28 Agustus 2012

Senin, 18 Juni 2012 - Desa Pangkalan Nyirih, Pulau Rupat.

Ujian smester genap baru saja berlalu, kegiatan belajar mengajar pun telah berakhir. Senin ini adalah hari pertama class meeting di sekolah sebelum hari pembagian rapot di akhir minggu. Minggu ini juga merupakan minggu terakhir siswa kelas V bisa bertatap muka dengan saya di dalam kelas sekolah darat. Ya, sekolah darat---karena letaknya yang cukup jauh di tengah pulau maka demikianlah kami  dan warga desa menyebutnya. SD N 28 Pangkalan Nyirih tempat saya bertugas merupakan lokal jauh yang baru di negerikan 2 tahun yang lalu, sebagian besar siswa di sekolah darat merupakan siswa dari sekolah laut, sebutan bagi SD induk yang terletak di tepi Selat Morong . Siswa kelas III, IV dan V belajar di sekolah darat merupakan siswa sekolah laut. Karena keterbatasan ruang belajar yang hanya terdiri dari 3 kelas maka siswa kelas V yang menjadi kelas bimbingan saya selama 6 bulan terakhir harus pindah ke sekolah induk, sekolah laut.

Hari ini setelah olah raga dan kegiatan bebas, saya mengajak anak-anak kelas V untuk membuat origami bintang sebagai hiasan kelas yang divariasikan dengan biji getah karet sisa bahan belajar metematika kami selama satu smester lalu. Anak-anak begitu antusias ketika saya mengajak mereka untuk membuat 'bintang impian'---origami bintang yang di dalamnya dituliskan mimpi dan cita-cita masing masing anak.

Setiap anak bebas membuat sebanyak-banyak bintang impiannya, menuliskan segala mimpi dan harapannya dalam 5-10 tahun ke depan. Pagi ini mereka menjadi arsitek hidupnya sendiri. Wajah mereka berseri, mata mereka berbinar, senyum mereka bertebar.

Pagi tadi kelas kami yang sederhana sungguh benderang karena gemerlap mimpi Kiradi Si (calon) Astronot dan riuh kemilau harapan Suhaslina Si (calon) Menteri Kesehatan. Kelas kami riuh ramai oleh suara Karisma Si (calon) Pramugari yang berbincang hangat dengan Mamat Si (calon) Polisi yang gagah beriring dengan canda tawa para calon guru dan professor! Anak-anak itu sungguh menyajikan pemandangan yang jauh lebih indah dari sekedar hamparan laut biru maupun lekuk indah lembah gunung.

Selesai menyusun bintang impian dalam beberapa utas tali yang di rangkaikan dengan biji getah karet, kami menyusun meja kursi menjadi tangga darurat. Secara bergiliran satu per satu anak naik memanjat susunan meja dan kursi, teman lainnya bergotong royong saling membantu mengamankan akan meja-kursi tetap kokoh dan tidak bergeser. Beberapa anak terlihat takut, sebagian lagi berjinjit agar bisa memasangkan tali dan paku di langit-langit kelas.

Setelah hampir setengah jam berlalu, bintang-bintang itu tergantung cantik, berputar tertiup angin menghiasi kelas kami. Senyum puas menghiasi wajah polos mereka.

Pagi ini kami belajar melakukan visualisasi mimpi melalui 'bintang impian'. Menikmati proses dan menarik kesimpulan.

"Bu, kalau saya malas belajar nanti tengok langit-langit saja, langsung ingat Ibu Dhini dan cita-cita. Kalau tak bisa Matematika, tinggal ambil biji karet buat bantu hitungan, macam yang digantung itu ya bu.." ujar Mamat sembari tersenyum lebar.

"Berarti cita-cita itu digantung di langit-langit bu, kalau di langit payah (sulit, melayu) tak ada pakunya!" sambar Berti dengan suara nyaring dari ujung kelas. Semua anak tertawa, saya pun ikut tertawa.

Hari ini saya mendapat pelajaran lain dari anak-anak dan 'bintang impian' mereka, sebuah kenyataan menarik yang baru saya sadari. Cita-cita tidak bisa digantung di langit karena tidak ada paku tempat menggantung, sebuah analogi sederhana dari sebuah paku tentang kesadaran diri untuk mengukur kemampuan dan usaha yang dilakukan.

Mimpi tidak bisa diraih sendiri, setiap orang selalu membutuhkan banyak orang untuk bisa meraihnya, layaknya anak-anak yang pagi tadi saling membantu agar teman lainnya bisa menggantung bintang impiannya.

Semoga bintang impian itu bisa selalu mengingatkan saya dan mereka, bahwa cita-cita dan mimpi tidak perlu setinggi langit. Cukup digantung di langit-langit, tidak mudah dijangkau namun tetap bisa diraih. Selamat menggantung mimpi setinggi (langit) langit! :)

Semoga Tuhan selalu memberkati anak-anak yang penuh usaha mewujudkan mimpi. Menjamah setiap doa, membimbing dan mengangkatnya hingga ke langit.

Amin allahumma amin.


Cerita Lainnya

Lihat Semua