Satu Tahun yang Luar Biasa #part 3

Desi Yani Harahap 28 Februari 2015

Perpustakaan

Sudah 8 bulan saya menjadi seorang Pengajar Muda di SDN 1 Margaluyu, tak terasa 4 purnama lagi akan purna tugas. Rasa yang bercampur senang dan sedih kadang kala hadir secara bergantian, senang akan bertemu orang terkasih yang telah lama tak bertemu dan melepas rindu menguntai banyak pemahaman baru sebagai bekal kehidupan yang lebih baik mendatang (InsyaAllah), sedih karena sadar menjelang bulan juni mendatang adalah saat tak akan terlupakan dalam bagian satu tahun yang luar biasa, menjadi bagian mereka para jawara pelipur lara di SDN 1 Margaluyu Kampung Cilaketan, sekolah yang berada di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Sekolah yang hanya memiliki 6 ruang, dengan 153 orang siswa, dengan 8 orang guru berserta kepala Sekolah yang luar biasa.

Kala itu seminggu menjelang pembagian raport saya hadir menjadi seorang guru yang akan mengabdikan diri selama satu tahun menjadi pengajar, namun saya lebih nyaman jika satu tahun ini saya katakan dengan satu tahun saya yang luar biasa, dimana saya belajar untuk mengajar, dimana saya bermain untuk bersama mendalami karakter anak bangsa yang juga sangat luar biasa, dan bersenang – senang karena disini saya menemukan hal baru yang luar biasa dalam kehidupan saya.

 

Sebuah Pintu Lemari yang Menari

Saya memasuki ruangan dimana terdapat plank kecil diatas pintu bertuliskan “Ruang Guru” namun apa yang saya temukan, ruangan yang berukuran 5 X 6 m itu tak hanya ruang guru, namun terdapat banyak sekat pemisah, ada ruang kepala sekolah, UKS, Musola, dapur, sofa tempat menerima tamu dan beberapa lemari. Salah satu lemari tersebut bertuliskan lemari perpustakaan. Ya sebuah lemari yang diibaratkan perpustakaan, saya membuka lemari yang sebagian engsel pintu sebelah kanannya sudah hampir putus menari – nari jika sudah dibuka, namun masih berfungsi sebagaimana mestinya apabila tertutup. Saya yang sangat kagum pada buku mulai menjamah satu persatu buku yang telah usang itu, dengan susunan buku tak beraturan, saya menemukan majalah sains, buku teknik menggambar, buku panduan guru, buku cerita anak sampai akhir nya saya menyadari ternyata ini benar lemari perpustakaa SDN 1 Margaluyu. Saya asyik membongkar buku dengan mengamati judul buku yang hendak saya baca, sampai akhirnya Pak Eman berkata “buku – bukunya sudah terbitan lama bu” saya hanya mengangguk dengan senyuman. oh ya Pak Eman adalah seorang Kepala sekolah dimana saya mengajar, Kepala Sekolah yang telah mengabdikan hampir 50 tahun hidupnya untuk mengajar, seorang yang juga pendatang dari jogja ketanah Sunda. Mendengar kata – kata Pak Eman saya langsung membuktikan kebenarannya, ternyata benar tahun terbit 2004, 2005, dan yang paling terbaru adalah 2011.

 

Keesekon harinya saya berniat membersihkan buku – buku yang ada dilemari tersebut. Saya mengeluarkan semua buku dan membagi jenis buku sesuai dengan peruntukan pembacanya yang ada beberapa buku yang tidak sesuai dengan usia pembacanya. Satu persatu anak berseragam merah putih mendekati saya dan membolak balik buku yang ada dilantai. Saya asik sendiri, beberapa guru juga sesekali menyapa memberi semangat kepada saya yang sedang focus membersihkan tumpukan debu diatas buku dan lemari yang berpintu menari tersebut. Ketika saya sadar ruangan tersebut dipenuhi anak anak yang telah mengambil buku dan ada yang membaca dengan nada keras, sambil tiduran dilantai, duduk menyender, berdiri, dan ketika saya keluar ruang guru saya kaget menemukan anak – anak sudah berhamburan dengan buku bacaannya masing – masing dikoridor sekolah. Semakin kagetnya saya ketika mendapati anak – anak membaca dengan cara yang berbeda yakni membaca diatas pohon jambu yang berada disamping sekolah. Saya hanya tersenyum dan semakin bersemangat untuk merapikan buku- buku tersebut. Saya menyapa seorang anak bernama gugum “hai gugum, buku apa yang sedang kamu baca?” gugum menunjukkan sebuah buku bergambar dengan tulisan bahasa inggris “My Father is Great” saya mendekat dan bertanya lagi “gugum tau artinya???” gugum menggeleng dan saya sadari gambar pada buku membuat anak tertarik untuk membuka buku, setelah itu melihat tulisan yang ada, terlepas ia mengerti atau tidak saya sangat senang kala itu. Saya membacakan cerita dalam buku bergambar itu, dan anak – anak mendekat sambil mengelilingi saya seperti sedang melihat pendogeng. Akhir cerita saya mengarang sebuah kata “Anak Yang Hebat Gemar Membaca J“ bernada menggema,  dengan senyuman anak anak membalas senyuman saya, dan kemudian saya mengajak anak – anak untuk turut merapikan lemari perpustakaan dan buku – buku yang ada. Anak – anak berebut memberi saya buku, walaupun dengan bantuan mereka proses saya mensortir buku sesuai jenisnya menjadi semakin lambat namun saya senang melihat anak – anak dapat bekerja sama, setidaknya akrab dengan buku.

Perpustakaan Kejujuran

Setelah kejadian itu anak – anak sering membuka lemari, secara pasti buku – buku berantakan dan merapikan buku menjadi agenda sabtu setiap minggunya. Menjelang akreditasi sekolah, saya ikut membantu mempersiapkan segala berkas administrasi, saya menemukan buku administrasi perpustakaan yang baru hanya terisi satu lembar, melihat buku tersebut saya bertanya dalam benak saya “apakah buku – buku diperpustakaan ini tidak pernah dipinjam? Atau mungkin anak – anak lupa menulis buku kunjungan perpustakaan?”. Saya mencari sumber terpercaya, dan dari rekan guru saya menemukan jawabannya, guru perpustakaan jelas tidak ada di sekolah saya, selain itu meminjam buku juga tidak dibiasakan karena takut buku – buku akan hilang. Untuk kebutuhan akreditasi juga saya ditunjuk menjadi guru perpustakaan, sudah jelas saya menanggungjawabi sebuah lemari  yang pintunya menari saat dibuka. Dari sanalah saya mulai mempromosikan lemari perpustakaan untuk dibuka dan membaca buku didalamnya. Setiap saya masuk kedalam kelas, saya selalu mengingatkan siswa untuk membaca buku saat istirahat, kemudian perlahan saya memperbolehkan anak – anak untuk meminjam buku dengan persyaratan yang mudah “jujur”. Anak – anak sangat antusias mendatangi lemari perpustakaan hingga ruangan guru penuh dengan anak – anak yang membaca sambil tiduran dilantai, setelah itu mendatangi saya meminta izin untuk meminjam buku. Saya mulai kelabakan J“baik sekarang kita berada dalam perpustakaan kejujuran, anak – anak ibu yang tersayang boleh membaca buku dan meminjam buku, tetapi selalu diingat untuk mengisi buku kunjungan perpustakaan dan bagi yang meminjam mengisi buku pinjaman, ditulis tanggal peminjaman dan tanggal pengembalian, bias dipahami???” anak – anak berteriak “bias bu” hal tersebut baru bagi mereka, dan mereka dengan semangat meminjam buku. Beberapa waktu kemudian  saya melakukan pemantauan buku peminjaman ternyata anak – anak memberikan lebih dari yang saya bayangkan, mereka saling mengingatkan dan mereka menjaga kepercayan yang saya berikan dengan kejujuran. Bukan tidak ada anak yang lupa menulis buku kunjungan atau lupa mengembalikan buku, namun mereka dengan berani mengatakan “maaaf ibu, kami mah pohok (lupa)”. Program perpustakaan kejujuran itu sudah memasuki semester kedua, dan semakin senang hati melihat guru –guru lainnya tak bosan mengingatkan siswa untuk membaca, “urang kudu rajin maca” nasehat para guru. Tak jadi masalah bila ruang guru penuh dengan anak – anak yang membaca, dan masih tetap saya temukan anak – anak yang gemar membaca di atas pohon.

 

Seiring berjalannya waktu lemari perpustakaan mulai rapi, karena anak – anak kelas besar yang mulai inisiatif merapikan buku yang berantakan dan terdengar anak- anak menirukan kata – kata saya “bukunya disusun rapi ya nak”  

Pada suatu waktu teman saya mengirimkan buku pengetahuan berjudul “Tahukah Kamu? Dan satu buku baru itu menjadi daya tarik bagi anak untuk membaca, tak genap sehari bahkan sampurnya sudah copot karena anak – anak berebut untuk membaca. Luar Biasa “terimakasih Ibu Ayu buku nya kami suka”

 

Bersyukur

Selama satu tahun yang luat biasa ini mungkin secara teori saya terlihat sebagai sosok yang menginspirasi, namun lebih dari itu saya lah yang terinspirasi dengan mengajar saya belajar banyak hal. Sepenggal kisah dari perpustakaan SDN 1 Margaluyu mengajarkan saya bersyukur. Awalnya saya menganggap sebuah lemari dengan buku usang penuh debu didalamnya adalah sebuah lemari biasa. Namun ketika saya menemukan banyak anak yang bersemangat membuka – buka buku bahkan membacanya saya menyadari “tak perlu mencari apa yang tak ada, melainkan manfaatkanlah apa yang ada” dan dari sana saya menyaksikan hanya butuh sedikit usaha nyata untuk melahirkan sesuatu yang luar biasa, senang bertemu mereka yang luar biasa. Alhamdulillah


Cerita Lainnya

Lihat Semua