Pak Eman, Jasamu Tiada Tara ....

Desi Yani Harahap 20 Mei 2015

Masih terbayang jelas sosok tua, mengenakan baju olahraga dengan bawahan sarung berwarna biru menyambut kedatangan saya, sore pertama di Kampung Cilaketan, salah satu diantara angkatan guru impres ditahun pertama. Tahun 1976 Pak Eman berangkat dari Jogjakarta merantau bersama teman seperjuangan, datang sebagai guru dan ditempatkan tersebar di seluruh Provinsi Jawa Barat. Pak Eman ditugaskan di SDN 1 Margaluyu, Kecamatan Sajira, Provinsi Banten saat ini. Dahulu  kondisi jalan menuju kampung  tak lah seperti sekarang, bahkan bangunan sekolah hanya berwujud 3 ruang kelas yang terbuat dari bambu hasil swadaya masyarakat, selain itu di sekolah hanya ada Kepala Sekolah dan satu orang guru. Bagi pak Eman mengajar kelas rangkap sudahlah biasa. Pak Eman menceritakan kisah perantauannya dengan semangat yang sangat positif membuatku yakin bahwa ia adalah sosok pemimpin yang luar biasa.

Sore itu pak Eman melanjutkan cerita perjuangannya, saat pertama kali ditempatkan di Lebak, dalam ceritanya ada raut kebanggaan akan sebuah proses perjuangan tampa pamrih, dari menjadi guru rangkap, merintis pembangunan sekolah menjadi layak, menjadi sosok pengajar yang berdedikasi, hingga merintis sekolah Satap, yakni SMPN 7 Satap Sajira yang berlokasi tepat di depan SDN 1 Marguluyu, dan kini pak Eman hendak merintis Sekolah PAUD dikampung kelahiran istri dan anak – anaknya ini. Cerita punya cerita mak (sapaan akrab saya kepada seluruh ibu – ibu dikampung ini, termasuk istri Pak Eman) adalah salah satu peserta didik pak Eman, dimana selepas lulus SD, pak Eman menikahi emak. “guruku menjadi suamiku ya pak” kata saya sambil tertawa lepas bersama pak Eman yang ternyata memiliki senyuman khas penuh keramahan.

Saat di Sekolah, Pak Eman adalah seorang sosok yang tak hanya hadir sebagai seorang pemimpin namun juga sebagai seorang ayah bagi anak – anaknya. Dikala ada guru yang tak dapat hadir kesekolah, pak Eman dengan siap sedia untuk mengajar di kelas. Bernyanyi, bermain, melakukan percobaan dan semua itu merupakan wujud dari metode pembelajaran kreatif yang berpusat kepada siswa, “kurtilas mah sarua jeung kurikulum – kurikulum lama bu, siswa kudu aktif, guru kudu kreatif...” kata – kata pak Eman saat berdiskusi ringan bersama saya dan rekan – rekan guru saat marak pembahasan kurtilas yang terkesan memberatkan, namun pak Eman dengan nada positif memaparkan bahwa sesungguhnya kurikulum tidak sulit untuk diterapkan melainkan aktor pelakunya dan siswa sasarannya yang harus dipersiapkan dengan matang dan penuh perencanaan. Meski raga tak lagi muda, namun pak Eman tetap terbuka dengan hal – hal baru. Sosok yang tak biasa dengan segala hal yang luar biasaannya, dimana ia telah mendedikasikan dirinya kurang lebih 39  tahun untuk pendidikan. Ia terbuka dengan pengetahuan baru dan aktif bersosialisasi dengan masyarakat sehingga ia menjadi sosok guru yang dekat dengan masyarakat, meski ia hanyalah seorang pendatang. Saat ini peserta didik pak eman adalah anak dari peserta didik yang telah menjadi wali murid, sudah dua generasi, jelas saja pak Eman menjadi sosok yang dihormati dalam masyarakat,  selain tutur katanya yang lemah lembut, pak Eman juga terkenal dengan memiliki hati yang baik kepada semua orang dan seorang pekerja keras. Dahulu meski harus menerobos hutan untuk menuju kecamatan tetap dilakukan demi mencari informasi terbaru, berjalan berjam – jam untuk membawa anak – anak berlomba tetap dilakukan, hingga sekarang hal tersebutpun tak berkurang, pak Eman tak segan ikut berjalan naik turun, melewati sawah bersama anak – anak. Pak Eman selalu hadir penuh setiap hari disekolah, bahkan sering sekali menutup pintu kantor dan pintu kelas yang masih terbuka saat pulang sekolah. “Saya mah sok teu tenang, lamun teu datang kesekolah, sok kepikiran barudak” tutur pak Eman saat bercerita bersama saya, ya hal tersebut adalah salah satu wujud nyata dedikasi pak Eman.

Pernah suatu siang saat semua guru dan anak – anak telah pulang, saya dan pak eman masih dikantor sambil berbincang tentang cerita masa perjuangannya. Kali itu saya menemukan sosok Pengajar Muda ada didiri pak Eman, dimana hari – hari pertama adalah hari yang begitu banyak tantangan, khususnya bagi diri sendiri, dari adaptasi bahasa, kebiasaan, hingga dalam mengelola ekspektasi logika dan perasaaan. Disuatu hari dibulan ketiga perantauannya pak eman dan teman seperjuangan, pernah memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, dimana ia merasa kesel (bosan = sunda), namun tak beberapa lama kemudian kembali lagi dan sekembalinya pak Eman, seakan mendapat hidayah, pak Eman menemukan sebuah makna mendalam pada dirinya bahwa ia  menyukai proses pengabdiannya sebagai seorang guru. “mangkana bapak mah sok paham bagaimana ibu, lamun ibu kesel mah ulin bae bu” kata – kata pak Eman yang membuat saya merasa nyaman dalam memposisikan diri, pak Eman mampu memperlakukan saya, rekan guru, dan anak – anak seperti seorang anak. Itulah alasan mengapa saya menyebut pak Eman sebagai kepala sekolah yang luar biasa, disamping menjadi seorang pemimpin ia juga mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan menjadi seorang ayah pada saat yang tepat, dimana ketegasan akan muncul untuk mengarahkan hal baik dengan pembawaan yang santai dan penuh kebijaksanaan.

Pak Eman mah sok galak, tapinya mah resep diajar ku Pak Eman bu” kata  anak – anak yang saya Tanya pendapatnya tentang pak Eman. Di bulan April 2015 pak Eman resmi pensiun.  “lamun disekolah mah waktu teu terasa, waktu terasa cepat, teu kesel ada anak – anak” jawaban pak Eman saat saya bertanya tentang pensiun. Raga  menua tapi semangatnya pada pendidikan tidak menyurut. “menjadi guru adalah pengabdian dunia sebagai bekal akhirat” sambung pak Eman yang memperjelas bahwa perjuangannya menjadi seorang perantau ditanah sunda bukan hal yang mudah atau profesi semata tetapi sebagai wujud pengabdian pada bangsa, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Saya  bertemu dengan sosok yang luar biasa di kampung Cilaketan. Saya  mengucapankan selamat pensiun dan doa terbaik bagi pak Eman atas dedikasi dan  perjuangannya. Jasa yang tak terbalas dengan sebuah ucapan ataupun kado semata, namun sungguh dedikasinya membuat saya yakin bahwa Indonesia, khususnya di Lebak masih memiliki banyak sosok seperti pak Eman, yang akan bersama mewujudkan Lebak Cerdas 2019, 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua