info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Satu Tahun Yang Luar Biasa #Part 1

Desi Yani Harahap 13 September 2014

Menjadi Lebih Baik adalah Perjuangan Kawan!

Satu nyala lilin mungkin tak cukup menerangi mereka mengaji, namun semangat  mereka mampu melebihi nyala lilin menemani ibadah mereka untuk belajar membaca Al – Qur’an malam itu.

Kisah ini dimulai 15 Juni 2014, ketika malam pertama saya disebuah tempat baru, tempat dimana saya akan mengabdi selama satu tahun kedepan, disebuah kampung bernama Cilaketan yang berada di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Masih teringat jelas diingatan, kedatangan saya disambut beberapa anak yang menatap saya penuh makna, hal yang sama juga saya alami ketika saya tiba didepan sebuah rumah sederhana namun begitu mewah diantara rumah lainnya yang hanya terbuat dari bilik bambu. Rumah pasangan kak Didin dan Teh Bai adalah rumah yang akan saya tumpangi selama masa pengabdian saya, menjadi bagian dari perjuangan saya. Rumah Anyar (Baru ; bahasa sunda) berdinding Batu dan berlantai keramik, terletak didekat sawah dipinggir jalan kampung dan dan tak jauh dari SDN 1 Margaluyu tempat saya akan mengajar.

Kakak dan Teteh saya adalah seorang guru mengaji yang telah dikaruniai seorang anak yang cantik bernama Salsa Tanziah. Setiap magrib sebagian anak-anak kampung Cilaketan datang kerumah untuk mengaji. Kebiasaan yang sangat menyentuh hati saya, sehabis salat magrib anak laki laki berada di ruang depan rumah dan anak perempuan mengisi bagian tengah rumah membaca Al – Qur’an. Setelah teh Bai dan kak Didin selesai salat magrib, Teteh dan kak Didin mengajar mengaji. Malam kedatangan saya adalah malam senin, dan setiap malam senin anak-anak membaca Salawat. Kali pertama aku mengikuti Marhaba, dan nada bacaanku tak sama dengan anak – anak yang kala itu menatapku sambil tersenyum. Lampu pun kala itu padam, namun semangat anak-anak kampung Cilakatan, anak – anakku menyalakan cahaya semangat dibenak saya, ibu guru mereka. Dengan satu nyala lilin mereka membentuk lingkaran melanjutkan pelajaran mengaji yang rutin dilakukan setiap hari.

Kini adalah hari menjelang tiga bulan masa penugasan menjadi seorang pengajar muda, masih ada 7 bulan mendatang perjuangan saya untuk menebar kebaikan menjadi lebih baik. Namun saya semakin menyadari bahwa tanggung jawab saya memanglah mengajar namun lebih dari itu kewajiban saya adalah belajar. Saya diminta bantuan oleh kepala sekolah, Pak Sulaeman namanya untuk menjadi guru bidang studi Pendidikan Agama Islam. Awalnya batin dan  pikiran saya seolah melakukan perdebatan yang tak berujung. Hati saya mempertanyakan sudah pantaskah saya menjadi seorang guru yang mengajarkan Pendidikan Agama Islam bagi anak-anak murid saya, pada hal ilmu agama saya tidaklah seberapa. Pikiran saya menjelaskan bahwa ini adalah sebuah kesematan, jika saya menyia-nyiakan kesempatan ini maka saya menyia-nyiakan kesempatan saya belajar. Butuh waktu hampir satu bulan bagi saya untuk menemukan keyakinan bahwa ini adalah sebuah rancang Allah SWT dimana ini adalah kesempatan saya untuk memperbaiki diri khususnya dalam segi agama. Bermodal bekal ilmu agama yang saya dapat di bangku sekolah umum, sekolah agama, ajaran agama dari kedua orang tua, dan niat tulus sayapun memberanikan diri menerima tanggung jawab sebagai guru PAI, “Basmalah”.

Saya sadar bahwa anak – anak saya jauh lebih hebat soal ilmu agama ketimbang melebihi yang gurunya duga. Karena sedari kecil anak – anak dikampung saya sudah diajarkan mengaji, dimana mereka berlajar membaca Al – Qur’an, dan pengetahuan agama lainnya seperti Rukun salat, rukun wudhu, rukun Islam, rukum Iman dan pengetahuan agama lainnya. Pengetahuan itu jugalah yang akan mereka pelajari saat di sekolah. Sebagai seorang guru PAI saya sangat terbantu dengan pengetahuan dasar agama yang dimiliki anak-anak saya. “Alhamdulillah” tak jarang saya belajar dari pengetahuan mereka. Sampai pada suatu ketika saya membaca sebuah pojok “Tahukah Kamu” dibuku paket PAI yang bertuliskan :

“Sebaik – baiknya di antara kamu yaitu yang mau belajar Al – Qur’an dan mengajarkannya”

Hati dan pikiran saya menantang diri saya untuk jauh lebih baik, belajar dan mengajarkan segala kebaikan termasuk mengajarkan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam pedoman umat Islam    yakni Al – Qur’an. Menjadi Guru agama membuat saya lebih bebas mengajarkan segala jenis pengetahuan dari CALISTUNG, IPA, IPS, PPKN, Kerajianan, Bahasa, Olahraga, dan ilmu kebaikan lainnya karna sesungguhnya segala ilmu pengetahuan yang baik adalah hal yang terkadung dalam    Al – Qur’an.

Saat dirumah ingin sekali saya kembali belajar, memantapkan ilmu yang sudah saya miliki dan membenarkan apa apa yang kurang tepat dari segi ilmu agama yang saya miliki, belajar kepada kakak dan teteh saya. Sebelumnya saya merasa gengsi untuk berdiskusi soal hal – hal yang terkait agama, atau bahkan belajar mengaji kepada teteh saya. Namun saya yakin bahwa sesuatu yang dimulai dengan niat baik sudah seharusnya disegerakan. Sudah seminggu saya mulai pagahan membaca Al – Qur’an kepada teh Bai bersama anak-anak. Saya mengabaikan rasa gengsi sebagai seorang guru.

Menjadi seorang manusia yang tak pernah sempurna bukan menjadi hal yang membatasi, melainkan suatu pertanda bahwa untuk mendekati kesempurnaan, manusia harus terus belajar, belajar, dan belajar dalam kebaiakan. Saya belajar makhraj huruf hijaiyah, dan saya masih sering keliru, tak jarang saya disuruh membenarkan berulang kali bacaan Al – Qur’an yang saya baca. Teh Bai memperlakukan saya selayaknya muridnya, mengajarkan saya dengan penuh kesabaran dan begitu lemah lembut. Saya seorang guru namun saya juga seorang murid, dan itu sangat menyenangkan. Subhanallah.

Dalam sepenggal kisah ini saya tidak bercerita tentang suatu hal luar biasa, atau lain sebagainya, namun saya ingin berbagi tentang sebuah hikmah yang saya dapatkan dalam proses “Setahun Mengajar, Seumur Hidup Menginspirasi” saya menjadi seorang pengajar muda. Sejatinya manusia yang berpendidikan memiliki tanggung jawab mendidik (mengajar) , minimal mendidik (mengajar) anak-anaknya kelak, bagi umat Islam pendidikan Agama merupakan pendidikan dasar yang harus dimiliki dan ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya kelak. Dari sanalah akan tumbuh anak yang bertakwa, cerdas dan berkarakter. Saya mengajar maka saya juga harus belajar, Saya bukan guru yang sempurna selayaknya kita bukan manusia yang sempurna, namun saya datang untuk mengabdikan waktu, niat tulus saya, kemampuan saya, dan semangat saya dengan sebaik – baiknya. Manusia lahir kedunia untuk suatu saat meninggalkan dunia, namun dalam proses kehidupan ada sebuah proses perjuangan dimana manusia melaksanakan kewajibanuntuk beribadah, untuk belajar, untuk berusaha, untuk menebar kebaikan dimanapun berada. Saya disini sedang menebar kebaikan, kebaikan untuk sesama manusia, kebaikan bagi diri saya sendiri, di Kampung ini, di satu tahun ini saya tak hanya mengajar namun saya belajar, saya tak hanya menjadi guru namun saya menjadi murid, dan saya tak hanya menginspirasi namun saya terinspirasi. dan Bagi kamu yang sedang berjuang dimanapun berada, jangan pernah merasa sendiri, jangan pernah merasa  perjuangan kamu sia-sia. Perjuangkanlah, menjadi lebih baik adalah sebuah perjuangan ketulusan. Semangat untuk kamu, semangat untuk menjadi lebih baik kawan!


Cerita Lainnya

Lihat Semua