Professional Development for Math Teachers (Kerjasama PM VII dengan SDS Gula Putih Mataram)

Sani Novika 12 September 2014

Tugas formal yang diemban pengajar muda di tahun keempat masih sama dengan pengajar muda di tahun pertama, yaitu menjadi guru di sekolah dasar. Lalu apa mandat yang dibawa sebagai arahan tugas? Keberlanjutan. Keberlanjutan berarti menggerakkan berbagai pihak, baik swasta, pemerintah ataupun masyarakat umum untuk peduli pendidikan (Yanthi Charolina Simanulang dalam Lampung Mengajar: Satu Langkah untuk Keberlanjutan)

            Sejak awal, kami PM VII TBB sudah berkomitmen untuk mengajak seluas mungkin pihak-pihak untuk peduli pendidikan. Tidak hanya bergerak bersama dinas pendidikan atau dinas-dinas lainnya. Melainkan juga pihak swasta. Ide pertama muncul dari Miss Wei Lin Han, trainer pedagogis kami saat pelatihan di camp Purwakarta. Beliau memberitahu bahwa ada komplek sekolah swasta berstandar internasional mulai dari SD, SMP sampai politeknik dekat penempatan kami yang mungkin bisa diajak bekerja sama. Tambahan info lainnya, bahwa ada alumni PM 1 Majene yang menjadi guru SMA di sana.

            Berbekal info tersebut, kami menghubungi Kang Soleh (begitu kami biasa menyapa) PM 1 Majene untuk membicarakan mengenai kemungkinan kerja sama. Beliau berbaik hati menghubungkan kami dengan kepala sekolah SDS Gula Putih Mataram, Bu Netty.

            Pertamanya, kami diundang berkunjung ke komplek sekolah di daerah Lampung Tengah. Kurang lebih 3 jam menggunakan sepeda motor dari penempatan kami. Setelah melalui pengamanan yang cukup ketat di gerbang masuk, kami setelah dijemput kang Soleh diperbolehkan masuk ke areal salah satu perusahaan gula terbesar di Indonesia tersebut. Konon katanya, luas kebun tebunya mencapai puluhan ribu hektar. Seluas mata memandang hanya tebu dan tebu. Sinar matahari terbenam yang berwarna oranye kemerahan sangat cantik berpadu dengan permadani hijau tebu yang tingginya merata.

            Awalnya kami sangsi diantara pekatnya hutan tebu ini apakah benar ada komplek sekolah bertaraf internasional? Tapi, setelah 20 menit bermotor, tebu-tebu mulai jarang. Mulailah terlihat jalanan lebar yang tertata rapi, mula-mula rumah-rumah sederhana sampai sangat mewah. Bak kota tersembunyi, luar biasa! Kadang-kadang kami berpapasan dengan segerombolan siswa memakai baju putih-putih yang pulang sekolah dengan mengendarai sepeda. Kiri kanan komplek sekolah dipagari pohon lengkeng yang doyong keberatan buah. Lengkeng-lengkeng terlihat manis-manis dan gendut. Sangat menggoda.

            Sampai di SDS GPM, kami disambut kepala sekolah dengan para guru dengan ramah, obrolan ringan diantara segarnya sirup jeruk dan camilan pun berjalan lancar. Kami mengajukan beberapa peluang kerjasama terutama peningkatan kapasitas guru. Bu Netty, menjanjikan pembentukan tim kecil untuk membahas peluang kerja sama dengan kami. Acara diakhiri dengan tur singkat keliling sekolah. Setelah beberapa bulan tinggal di desa, kami agak mengalami shock culture dengan nyamannya sekolah tersebut, termasuk toilet sekolahnya yang bagai di mall.

            Beberapa bulan kemudian, kami mendapat kabar bahwa tim kecil SDS GPM akan melakukan survei ke SD-SD penempatan kami sekaligus membahas kejelasan program kerja sama. Singkat cerita, pelatihan kapasitas guru yang mengundang para guru SDS GPM ke daerah kami, ternyata sukar direalisasikan karena terbentur birokrasi korporasi. Akhirnya, kami meminta kerja sama melalui jalur informal. Bukan antara institusi ke institusi, tetapi personal. Kabar baiknya, mereka memberikan kuota 10 orang guru setiap professional development (PD) yang diselenggarakan sekolah tersebut.  Alhamdulillah. Setiap PD yang dilaksanakan sekolah tersebut, biasanya mengundang pakar pendidikan berkualitas negeri ini, demi peningkatan kapasitas guru yang mumpuni.

PD terdekat ada pada tanggal 30 Agustus 2014, untuk guru matematika. Kami juga mendapat kejutan, karena ternyata para guru tersebut membawa kartu pos dari siswa-siswinya bagi siswa-siswi kami. Bertambah teman, bertambah jejaring dengan berkorespondensi.

            Secara bergerilya, kami menawarkan peluang bagus tersebut dari Kelompok Kerja Guru (KKG) satu ke KKG lainnya. Sayangnya, tidak semua antusias. Karena kami tidak menjanjikan apapun, kecuali penambahan ilmu. Sedangkan, pola pikir yang terlanjur terbentuk adalah dalam setiap pelatihan guru ada amplop yang diberikan sebagai uang lelah.

            Dua hari menjelang keberangkatan, kabar baik muncul. Terkumpul juga 10 guru yang dengan kerelaan sendiri, merasa membutuhkan penambahan kapasitas kemampuan untuk mengikuti PD tersebut.  Mereka secara swadaya dan berkelompok perkecamatan berangkat mengikuti pelatihan.Setelah seselsai pelatihan, mereka bahkan semangat untuk berbagi di KKG tentang materi yang mereka dapat.Ruang interaksi positif pun terbentuk. Semoga para guru yang bersemangat tersebut bisa saling berkenalan, bersahabat, berbagi dan bekerja sama dengan kemajuan pendidikan di Tulang Bawang Barat. Semoga.


Cerita Lainnya

Lihat Semua