Jagung dan Luluhnya Diriku

Dedi Kusuma Wijaya 17 Desember 2011

Ada dua tema besar pada cerita ini, yang masing-masing harus kuceritakan terlebih dahulu pengantarnya. Yang pertama, tentang jagung. Saya adalah penggemar berat jagung, terutama jagung bakar. Kalau orang-orang paling hanya makan satu dua potong saja karena jagung ini mengenyangkan, saya bisa makan banyak sekali. Suatu waktu saya pernah mengikuti acara retreat di Trawas, Jawa Timur. Untuk acara ini, panitia telah menyediakan jagung sekarung yang sedianya dibakar dan dihabiskan oleh peserta. Tapi karena acara yang sangat padat, para peserta banyak yang sudah pada capek, sehingga jagungnya tidak laku. Karena sayang dan karena doyan, saya pun mengambil alih proses penuntasan jagung ini bersama beberapa teman lain. Total, malam itu perut saya sakit karena saya menghabiskan 12 buah jagung bakar. Betapa saya mencintai jagung!

Itu cerita pengantar pertama. Yang kedua, saya hari ini agak kesal dengan murid-muridku. Seperti yang pernah saya tulis di‘Mereka Ada di Mana-Mana’, anak-anak ini punya keterikatan kuat denganku. Mereka selalu datang kapan saja, selalu ada saja yang mengikutiku ke mana pun saya pergi. Masalahnya, mereka sedang agak menyebalkan beberapa hari ini. Beberapa anak kerjanya fakloutar (ngambek) melulu, dan itu bergantian. Ada anak yang ngambek karena merasa saya lebih banyak memberi kesempatan teman lain untuk memegang laptop, ada yang ngambek karena merasa temannya mengambil bola miliknya, lalu saling marahan ini berekses sehingga terjadi blok-blokan, ada yang memihak si A, ada yang memihak si B. Tidak apa-apa sih kalau saya tidak terlibat, masalahnya anak-anak yang ngambek ini kebanyakan adalah tim Olimpiade Sains Kuark-ku, yang setiap hari saya latih dengan darah dan air mata. Sudah lelah karena mereka harus diajarkan IPA dari dasar, pake ditambah dengan pertengakaran sana sini lagi. Begitu juga dengan anak-anak yang sedianya menjadi petugas upacara senin besok. Mereka saling tunjuk-tunjukan, ada juga yang ngambek dan mengatakan tidak mau ikut lagi tapi sekaligus wajahnya menunjukkan kalau ia sangat mau ikut. Ditambah lagi dengan tidak berhentinya mereka mengerumuniku, sehingga saya tidak bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti menyusun RPP atua membuat tulisan karena selalu dibuntuti oleh mereka.  Gatal rasanya ingin mengusir mereka semua sejenak, tapi saya cukup tahu karakterisitk anak-anak di sini, bisa-bisa mereka malah tidak mau datang belajar lagi kalau saya usir. Jadi sementara yang bisa saya lakukan adalah dongkol saja.

Ah, saya lupa, ada satu lagi tambahan cerita latar belakang. Kemarin malam, saudara-saudaraku di rumah berkelahi dengan tetangga yang rumahnya terletak dua rumah di sampingku. Mereka masih berkeluarga sebenarnya, namun tetangga ini mabuk dan memaki-maki saudaraku. Panas dengan makian itu, mereka menggebuki si bapak tetangga ini sampai KO. Alhasil, terjadilah perang dingin antar keluarga. Salah satu eksesnya adalah kabel listrik yang biasanya menyalakan listrik di rumahku diputuskan, karena sumber listriknya berasal dari genset milik saudara dari tetangga yang habis dipukul KO kemarin malam. Jadinya, mulai malam ini listrik pergi dari rumahku.

Dan malam ini, hanya berbekal lentera baterai milikku, saya duduk dan membuka majalah Tempo yang kubawa dari Makassar. Pikirku karena hari ini listrik tidak ada, pasti tidak ada anak yang datang, sehingga saya bisa bersantai sejenak. Nyatanya tidak, tetap saja banyak anak yang datang, dan duduk-duduk saja di sekelilingku, walau mereka tahu malam ini mereka tidak bisa membaca atau nonton film seperti biasanya di rumahku. Akhirnya saya meminta mereka mengajarkanku bahasa daerah setempat, untuk mengisi kegaringan suasana. Tiba-tiba salah seorang anak, Kasoli, datang dan membawakanku sebatang jagung bakar. Wah, ada jagung! Memang sekarang ini sudah mulai awal musim jagung, sehingga mulai ada orang-orang yang kebunnya sudah berbuah dan siap panen jagung.  Saya menyambut dengan senang adanya jagung ini, sambil menambahkan bahwa saya memang sangat senang makan jagung. Mereka tampak senang sekali karena saya senang memakan jagung itu. Dan mulailah kami melanjutkan pelajaran Bahasa Daerah lagi. Tiba-tiba, Nindy dan Ningsih yang tadi keluar dari rumahku, datang dan membawa tujuh buah jagung. Mereka katanya tadi berkeliling ke beberapa rumah, menanyakan apakah ada yang punya jagung untuk diserahkan kepadaku. Mereka menyampaikan bahwa katanya Pak Dedi suka jagung, sembari meminta sumbangan jagung dari orang-orang. Saya pun dengan tulus berterima kasih atas kebaikan hati mereka. Anak-anak ini rupanya tidak cukup menyetorkan jagung, beberapa anak lain berebutan untuk membakarkan jagung yang ada itu untukku. Beberapa anak pun lalu pergi ke rumah sebelah, dan 10 menit kemudian sudah datang dengan tiga jagung yang sudah dibakar. Saya pun memakan jagung itu satu per satu sambil melanutkan pelajaran Bahasa Daerah tadi. Setelah jagung habis, mereka tidak juga beranjak. Saya meminta mereka pulang saja karena tidak ada yang bisa dilakukan di rumahku, tapi mereka tetap saja di sana. Ratih, siswa kelas 1 yang masih kecil mungil dan rumahnya jauh dari rumahku juga datang, dan walau belum makan gak mau pulang. Akhirnya setelah membujuk, mereka pun pulang satu per satu.

Dan setelah mereka pulang, seluruh kejengkelanku sirna dalam sekejap. Jagung tadi adalah bukti dari ketulusan mereka dan betapa mereka menyayangiku. Dan saya memang begitu menyayangi anak-anak kepala besi ini, semerepotkan apapun mereka....

Wadankou, 4 Februari 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua