Titik Balik

Deden Achmad Chaerudin 8 Agustus 2012

Binatang buas sekalipun bisa dijinakkan. Bagaimana dengan murid-murid yang diberi label sulit diatur?apakah bisa dikendalikan? Nama lengkapnya Purnama Rizki Anugra atau teman-teman biasa memanggil rama. Ia murid kelas 5, tubuhnya kecil dengan warna kulit yang gelap.

Rama murid yang mudah sekali tersinggung, tatap mata yang kadang sinis dengan perwatakan kasar ditambah lagi ringan tangan, tak segan-segan memukul bila ada yang mengganggu dirinya. Rama merupakan salah satu adik Arsyad muridku yang sedang duduk di kelas enam dan rama adalah kakak dari Yudi (kelas 4) dan Iwan (kelas 3).

Kekesalan serta kemarahan rama sering dilampiaskan kepada teman-temannya apalagi bila salah satu adiknya membuatnya tersinggung, maka tak segan-segan rama memukul saudaranya tanpa rasa belas kasihan. DItambah lagi dengan sikap di kelas, sulit diatur, mengabaikan perintah guru, serta sering sekali tidak mengerjakan tugas yang diberikan.

Pak Amir wali kelas 5, pernah mengatakan kepadaku bahwa rama itu sebetulnya belum pantas berada di kelas 5, karena dasar hitung-hitungan dan kosa kata penulisan bahasa masih jauh dari harapan. Aku pun sering dibuat kesal olehnya, ada suatu waktu rama aku minta duduk di samping Niswah salah satu murid terpandai di kelas 5 agar lebih konsentrasi saat guru menjelaskan, tetapi ia tak mau menurutinya, aku berusaha membujuknya agar mematuhi saranku. Sampai akhirnya jalan satu-satunya dengan memberikan soal-soal matematika dasar khusus untuknya agar diselesaikan didepan kelas saat itu juga. Apa yang terjadi? Tak satupun soal yang mampu dijawabnya. Tak lelah aku menasehatinya agar tetap kosentrasi, fokus serta patuh terhadap nasehat guru. Dengan cara aku berikan soal yang tak mampu dijawabnya akhirnya rama mau mengikuti saranku untuk duduk bersama niswah.

Waktu terus berlalu, sikap rama sedikit demi sedikit mulai berubah. Suatu waktu di siang hari setelah selesai jam pelajaran sekolah aku biasanya tidak langsung pulang kerumah, aku biasa menikmati kesendirianku hanya untuk mendengarkan musik, membaca buku serta mengkoreksi tugas-tugas muridku. Di dalam kesendirianku itu datanglah rama dengan muka datar ia langsung duduk di bangku guru tepat di depanku. Tumben-tumbenan ini rama tidak langsung pulang dalam hatiku.

Aku menanyakan kenapa rama tidak pulang kerumah dan dia hanya menjawab dengan satu kata “tidak” dengan datar sambil berlalu melihat kegiatanku mendengarkan musik melalui head phone yang tersambung ke laptopku. Aku lepaskan head phone dari telingaku lalu aku bertanya dengan nada sedikit serius. “Rama mau belajarkah?” tanyaku. “iya Pak!” jawabnya sambil malu-malu.

Aku berikan rama selembar kertas dengan tulisan-tulisan soal matematika sederhana. “Coba kamu kerjakan soal ini yah” pintaku. “Baik pak!” tanpa bertanya kembali rama langsung mengerjakan soal yang ku berikan. Setelah selesai, aku koreksilah soal itu, lalu mengajarinya dengan cara-cara sederhana yang mudah dimengerti olehnya untuk soal-soal yang tak mampu dijawab.

“Rama, bapak yakin kamu pasti bisa mengerjakan soal sederhana ini, bila kamu mengerti dasar hitung-hitungan. Mau kah kamu bapak berikan soal lagi?” tanyaku sedikit merayu. “Boleh Pak!” jawabnya tegas. “ Sekarang soal-soal ini kamu bawa pulang ke rumah, besok bapak tunggu hasil jawabannya jam 8 pagi di kantor yah!” . Dia terlihat bingung menjawabnya. “ Tenang aja rama, kamu kerjakan sedikit demi sedikit, bila ada yang tak sanggup kamu kerjakan, lewatkan saja nanti bapak ajarkan kembali caranya”. Akhirnya dia menggangguk setuju.

Keesokkan hari aku hadir di sekolah 30 menit sebelum lonceng berbunyi.  Aku duduk di ruang guru sambil menyiapkan materi-materi yang akan aku ajarkan. Sesekali murid-murid datang menghampiriku untuk menanyakan apa yang sedang aku kerjakan. Murid-murid selalu ingin mengetahui apa yang sedang aku kerjakan, begitu pun saat aku ingin kebelakang untuk memenuhi panggilan alam (buang air). Mereka selalu bertanya kemana aku akan pergi, seperti takut untuk kehilanganku.

Yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Waktu menunjukkan pukul 07.55, rama langsung menghampiriku, diam di depanku. Tampak ragu dia mau memberikan hasil kerjaannya. “Sudah selesai rama?”tanyaku. Dia langsung memberikan selembar kertas yang telah dipersiapkan didalam kantong celananya, lalu pergi dengan tergesa-gesa tanpa mengeluarkan kata-kata sedikit pun.  Aku membuka kertas yang dilipat-lipat menjadi beberapa bagian. Aku tersenyum melihat hasil kerjaannya, 70 % hasil jawabannya benar. Ada beberapa soal yang hanya dikerjakan caranya saja tanpa hasil jawaban, mungkin saja rama bingung untuk menjumlahkan hasil yang terlampau besar angkanya. Tak apalah, bagiku ini sudah peningkatan yang sangat.

Kenaikan Kelas

Berat rasanya hati ini menerima rama tidak naik kelas. Hasil ujian matematika sudah lebih baik dan sikapnya sedikit demi sedikit sudah berubah manjadi lebih baik. Hasil penilaian kenaikan kelas melihat hasil murid secara komprehensif tidak menitik beratkan pada satu bidang studi saja tetapi melihat hasil hasil bidang studi lainnya untuk dijadikan petimbangan. Sudah terlambatkah rama berubah?Dengan tegas dalam hati aku jawab BELUM, aku yakin rama bisa menjadi lebih baik setiap harinya. Yang diperlukan adalah selalu memotivasi untuk membangkitkan kepercayaan dirinya dan memberikan kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri. Semoga ini menjadi TITIK BALIK baginya.

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua