Ramadhan Khas Pedesaan

Deden Achmad Chaerudin 6 Agustus 2012

Malam itu 30/7/12 tidak seperti malam-malam biasanya. Angin berhembus kencang hingga menimbulkan suara gemuruh. Arus air sungai menimbulkan sedikit gelombang-gelombang kecil karena diterpa angin. Masyarakat yang biasanya setelah habis maghrib berdiam diri di rumah masing-masing sekarang berbondong-bondong keluar dengan memakai baju kokoh dan mukena. Ada yang memakai perahu dengan mendayung sendiri ada pula dengan perahu motor. Tak jarang juga terlihat masyarakat yang melintasi gelapnya kebun-kebun sepanjang sungai telake. Semuanya mempunyai satu tujuan yaitu Masjid Muhajirin Desa Petiku tepat di tepi Sungai Telake.

Ini adalah shalat tawareh pertamaku di desa setelah sebelumnya aku mengambil jatah cuti selama dua minggu penuh. Gelapnya malam, dinginnya udara, serta kencangnya angin tak menyurutkan masyarakat untuk melaksanakan sholat taraweh berjamaah di masjid. Aktivitas seperti ini pernah kuliha di layar kaca. Biasanya ketika adzan Maghrib atau shubuh berkumandang selama bulan ramadhan di setiap stasiun televisi selalu menampilkan suara adzan dari berbagai macam versi. Dan biasanya selama adzan itu berlangsung ditampilkan pula suasana pedesaan di malam hari dengan segala aktivitas masyarakat pedesaan yang berbondong-bondong menuju langgar-langgar yang ada di sekitar desa.   Suasana seperti ini sekarang tidak aku lihat di televisi namun aku mengalaminya secara langsung di Desa Petiku.

Sebelum Adzan Isya berkumandang, sebagian besar masyarakat telah hadir di dalam mesjid bersiap untuk menunaikan sholat Isya yang selanjutnya melaksanakan sholat taraweh berjamaah. Sholat taraweh disini terdiri dari 23 rokaat yang terdiri dari 20 sholat taraweh lalu dilanjutkan dengan 3 rokaat sholat witir. Berbeda dengan yang terjadi di masjid rumahku di Jakarta yang telah membuat jadwal petugas imam dan sholawat, disini semua terjadi secara sukarela. Perbedaan yang mencolok  dengan di tempat tinggalku adalah Imam yang memimpin sholat di Masjid Muhajirin Desa Petiku dipimpin oleh pemuda. Dengan tubuh yang masih segar bugar, suara yang merdu layaknya suara qori serta gerakan yang tidak terlalu lama membuat para jamaah dengan khusuk melaksanakan sholat tanpa satu pun meninggalkansholat ketika sholat taraweh belum selesai seluruhnya.

Aktivitas pun berlanjut setelah sholat taraweh. Biasanya masyarakat melanjutkan dengan berbagai aktivitas lainnya. Ada yang mencari udang disungai, menjaga tambak, ataupun kembali ke rumah masing-masing untuk mentuntaskan khatamul’quran.

Aku merasakan perbedaan yang sangat ketika sahur. Tak ada lagi lampu yang dapat aku hidupkan ketika membutuhkan penerangan, tak ada lagi televisi dengan tampilan lawak dan tausi’ah-tausi’ah ramadhan yang sering kali aku lihat untuk menemani ku sahur bersama keluarga. Yang hanya ada keheningan malam dan lampu minyak untuk menuntun selama sahur berlangsung dengan keluarga angkatku di desa.

Desa ini sangat damai, tenang, dan tentram dengan kehidupan ramadhan khas pedesaan. Semoga Keindahan dan keberkahan ramadhan selalu menaungi Desa Petiku ini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua